Mengapa Tidak Membawa Payung?

Jemaat sebuah gereja Afrika berkumpul bersama-sama untuk berdoa meminta hujan karena sudah berbulan-bulan tidak hujan dan tanah mereka telah menjadi kering.
Mereka semua percaya bahwa doa mereka akan dijawab oleh Tuhan dan mereka percaya bahwa hari itu juga Tuhan akan mengirimkan hujan.
Pendeta gereja kemudian berdiri memandang jemaatnya di awal pertemuan doa itu dan berkata: “Saudara-saudaraku yang terkasih, kamu semua tahu mengapa kita berkumpul disini pada hari ini. Sekarang saya ingin bertanya kepada saudara-saudara sekalian, mengapa kalian tidak membawa payung?”
Doa kepada Tuhan haruslah disertai iman, dan iman itu seharusnya nyata dalam tindakan kita. Seringkali kita berdoa dan sesudahnya masih tetap kuatir dan meragukan jawaban doa. Seringkali kita berdoa namun dengan hati yang tidak percaya. Seringkali kita tidak percaya dan kita pun tidak berdoa.
Saudara yang terkasih di dalam Tuhan, berjalanlah dengan iman, bukan dengan apa yang kita lihat. Mata kita memandang apa yang kelihatan, dan itu seringkali membuat hati menjadi ciut, iman menjadi luntur, pengharapan menjadi hancur. Tapi bila kita memandang dengan mata iman, berfokus kepada Kristus dan kuasa Firman-Nya, maka hati kita akan tetap teguh, iman kita akan tetap kokoh dan pengharapan kita akan semakin kuat.
Matius 21:22
“Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya.”

Persahabatan Itu….

Berikut ini adalah kutipan kalimat tentang teman dari beberapa orang atau sumber:
“Sebagian orang membuat musuh daripada membuat teman karena itu lebih sedikit masalahnya.” (E.C. McKenzie).
“Berlambatlah dalam memilih teman, berlambatlah dalam berubah.” (Benjamin Franklin).
“Satu teman lama lebih baik dari dua teman baru.” (Sajak Rusia).
“Bertemanlah dengan orang-orang yang kualitasnya baik jika kamu menghargai reputasi dirimu. Karena lebih baik sendiri daripada berteman dengan orang jahat.”
(George Washington).
” Kalau kamu mau tahu seperti apa temanmu, buatlah suatu kesalahan.” (Bible Friend).
“Sepanjang kita mengasihi maka kita melayani. Tidak seorangpun yang tidak berguna kalau padanya ada seorang teman.” (Robert Louis Stevenson).
Sebagian dari kutipan kalimat di atas mungkin agak sulit dimengerti. Namun, inti dari semua kalimat tentang pertemanan atau persahabatan ini adalah bahwa : Lebih baik punya teman daripada punya musuh, akan tetapi memilih teman haruslah yang baik. Persahabatan sejati itu tidak akan diputuskan oleh suatu kesalahan karena ada saling memaafkan dan mengasihi.
Salah satu ayat yang memuat tentang persahabatan adalah:
Amsal 17:17
“Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.”
Kualitas seorang sahabat adalah kasihnya. Mari jadikan diri kita sahabat bagi orang lain.
Tuhan Yesus memberkati.

Populasi 100.000 Tahun

Setengah abad yang lalu, Profesor Williams dari Franklin College, Ohio, mempublikasikan sebuah buku berjudul “The Evolution of Man Mathematically Disproved.”
Melalui sebuah perhitungan yang sangat hati-hati dan teliti, ia menunjukkan bahwa apabila sepasang manusia, laki-laki dan perempuan,  pertama hidup di dunia pada 100 ribu tahun yang lampau, maka populasi dunia saat ini (saat profesor itu mempublikasikan bukunya) akan menjadi 4.660.210.253.138.204.000.  Itu pun dihitung dengan angka pertumbuhan penduduk hanya sepersepuluh dari kenyataan yang ada.
Para penganut paham evolusi berpendapat bahwa sepasang manusia pertama hidup di dunia pada 2 juta tahun yang lampau atau bahkan lebih daripada itu.
Perhitungan tentang populasi penduduk semacam ini telah semakin banyak dilakukan dan menunjukkan bahwa dari sejak adanya Adam dan Hawa hingga saat sekarang ini, jangka waktunya bukanlah jutaan tahun, bukan pula ratusan ribu tahun.    Profesor Williams mematahkan pendapat evolusionist dan hendak menunjukkan akurasi Alkitab tentang awal eksistensi manusia. Alkitab telah menunjukkan kebenaran dan fakta tentang umur keberadaan populasi manusia di bumi.
Mazmur 119:160
Dasar firman-Mu adalah kebenaran
dan segala hukum-hukum-Mu yang adil adalah untuk selama-lamanya.

Kekayaan Tak Memberinya Ketenangan

Seringkali, orang yang paling kuatir dan takut adalah mereka yang memiliki harta kekayaan melimpah.
Ketika Calouste Gulbenkian meninggal di tahun 1955, dia meninggalkan kekayaan sebesar 420 juta US Dollar.
Apakah kekayaan memberinya ketenangan dan kedamaian? Tidak!
Selama hidupnya, ia sering diliputi ketakutan. Pagar sekeliling rumahnya di Paris dilengkapi dengan listrik dan dia mempekerjakan begitu banyak pengawal pribadi dan mata-mata yang menjaga dia serta rumah megahnya.
(The Watchman-Examiner).
Pengkotbah 5:11
“Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak; tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur.”
Kebahagiaan, ketenangan, kedamaian, perlindungan dan sukacita sejati hanya kita miliki saat kita berserah dan bersyukur kepada Tuhan.
Mazmur 62:2
“Hanya dekat Allah saja aku tenang,
dari pada-Nyalah keselamatanku.”

Topi 40 Tahun

Sebuah topi derby yang bagus dibawa oleh angin ke sebuah peternakan. Pemilik peternakan mengambil topi tersebut dan selama 40 tahun, topi itu dipakai secara bergantian oleh anggota keluarga pemilik peternakan sampai topi itu menjadi lusuh.
Akhirnya, sang pemilik peternakan, Mrs. John McDonald, memasang iklan untuk mencari tahu siapa pemilik topi tersebut. Ia mengatakan bahwa selama 40 tahun hati nuraninya terus mengingatkannya untuk mencari pemilik topi itu.
Tuhan memberikan hati nurani kepada setiap orang. Hati nurani ini akan berbicara tentang benar dan salah. Manusia dapat berusaha bersembunyi dari orang lain, tapi tidak terhadap suara hati nuraninya. Tuhan berbicara melalui hati nurani kita untuk mengingatkan akan dosa.
Mazmur 16:7
“Aku memuji TUHAN, yang telah memberi nasihat kepadaku, ya, pada waktu malam hati nuraniku mengajari aku.”

Jangan Menyesal Di Akhir

Salah satu penyesalan yang umum dirasakan oleh orang yang mendekati kematian adalah : Menyesal karena tidak mencapai apa yang dia cita-citakan atau impikan.
Banyak orang yang mengambil keputusan berdasarkan desakan orang lain. Banyak orang yang melakukan sesuatu berdasarkan ekspektasi orang lain terhadap dirinya. Dengan kata lain, ia melakukan apa yang menjadi keinginan orang pada dirinya. Di saat terakhir, umumnya orang mengatakan bahwa seharusnya mereka melakukan apa yang menjadi keinginan mereka sendiri. Hidup dalam impian orang lain banyak dialami orang.
Salah seorang teman mengatakan bahwa kita harus mengerjakan impian kita dan bukan mengerjakan impian orang. Tapi, sayangnya banyak orang yang takut mengejar impiannya karena kekuatiran akan banyak hal.
Ada banyak orang yang berhenti di tengah jalan dan tidak berhasil mencapai impian masa depannya karena takut, karena kuatir, karena tekanan dan karena berbagai tantangan yang dia tidak mau hadapi. Kekuatiran akan ketidakberhasilan akan membuat kita tidak berani melangkah. Kegagalan bukanlah suatu masalah dan aib. Kegagalan justru akan membuat kita semakin mengerti akan makna dan tujuan hidup kita.
Setiap orang diberikan visi oleh Tuhan. Visi itu tertanam di dalam hati sanubari kita. Setiap detak jantung kita bersuara tentang visi itu. Sesuatu yang membuat kita terus menerus terpikirkan tentang sesuatu yang harusnya kita lakukan, tentang masa depan, tentang suatu peranan yang bermanfaat, tentang esensi dan makna keberadaan diri kita. Visi itu akan terus bersuara dan mengetok pintu hati kita. Dia tidak akan pernah diam, hanya mungkin dia akan semakin lama semakin pelan suaranya, disebabkan oleh ketidakpedulian kita.
Mengingat begitu banyaknya orang yang menyesali hidupnya karena tidak mencapai impian mereka, maka mulailah saat ini kerjakan apa yang menjadi impian kita. Tentu saja impian tersebut berkaitan dengan visi dari Tuhan, suatu rencana besar yang Tuhan sudah gambarkan dalam kehidupan kita.
Perhatikan bangsa Israel saat akan masuk tanah Kanaan. Dari 12 pengintai, hanya 2 orang yang meraih visi rencana Tuhan karena mereka percaya dan melangkah. Yang 10 lagi memilih tidak percaya dan tidak mau melangkah.
Hal-hal besar bukan berarti mustahil untuk dicapai. Kita mungkin kecil dan tidak mampu, akan tetapi jangan lihat keterbatasan diri kita, namun pandanglah kemahabesaran Tuhan yang akan memudahkan langkah kita.
Hiduplah dalam impian dan visi kita. Waktu-waktu terus berjalan dan takkan pernah menunggu. Pada kitalah pilihan dan keputusan mau berhenti, mundur, berbelok atau melangkah terus dan maju.
Tuhan Yesus memberkati kita semua dalam setiap langkah dan pilihan kita, agar mencapai tujuan rencana-Nya dalam kehidupan kita. Amin.
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:13)

Seperti Lazarus atau Orang Kaya?

Seorang guru sekolah minggu menceritakan kisah tentang “Orang kaya dan Lazarus yang miskin”. Setelah selesai, sang guru bertanya kepada anak-anak. “Nah anak-anak, sekarang ibu guru mau tanya, kalian mau jadi seperti siapa? Seperti Lazarus atau orang kaya itu?
Seorang anak mengangkat tangannya dan menjawab, “Saya mau hidup seperti orang kaya itu dan mati seperti Lazarus.”
Nah, jadi ingat tentang sebuah tulisan :
Muda kaya raya
Tua foya foya
Mati masuk sorga.
Menjadi kaya, seperti yang diinginkan anak sekolah minggu itu tidaklah salah. Tentu ia mempunyai pemikiran bahwa bila ia kaya, ia akan memberikan buat orang miskin. Hidupnya menjadi berkat buat orang lain.
Konteks tentang pengemis jaman dulu jauh berbeda dengan sekarang ini. Pengemis pada masa di kitab Perjanjian Baru adalah orang-orang yang memang tidak berdaya dan terpinggirkan. Motivasinya pun hanyalah supaya bisa makan agar tetap hidup.
Tuhan Yesus menghendaki agar kita selalu berbelas kasihan kepada orang lain yang menderita, tanpa memandang latar belakangnya dan tanpa melihat perbedaan.
Siapapun yang menderita haruslah mendapatkan pertolongan dari kita.
Kita telah masuk di era dimana belas kasihan kepada hidup seorang manusia tergantikan dengan kekuatiran akan anjloknya harga saham. Orang lebih kuatir tentang kenaikan harga daripada berbelas kasihan kepada orang yang sedang berjuang untuk hidup.
Paus Fransiskus berkata: “Bagaimana bisa kita begitu concern dengan anjloknya harga saham, tapi kita tidak concern dengan kematian satu orang gelandangan?” Saham dan uang lebih berharga daripada hak hidup seorang gelandangan.
Setiap orang mempunyai hak untuk hidup dan di dalamnya termasuk hak untuk makan dan minum, karena itu berhubungan dengan kehidupan. Tapi ketika kita melihat orang miskin sedang kehilangan haknya atau sedang berjuang memperoleh haknya, kita tidak membantunya. Maka disinilah kita perlu mempertanyakan esensi kemanusiaan dan kasih kita.
Kasih kepada Tuhan harus dinyatakan kepada sesama kita. Lihatlah di lingkungan kita, apakah ada yang sedang kehilangan haknya untuk hidup?
“Beri mereka makan!”, kata Tuhan Yesus kepada para murid untuk mengakomodasi sebanyak 5000 orang. Darimana sumbernya? Bila kita mau bergerak maka kuasa Tuhan akan bekerja mengadakan mujizat untuk memenuhi semua kerinduan kita.
Mau jadi seperti siapa? Lazarus atau orang kaya? Jadilah orang yang hidupnya menjadi berkat bagi orang lain, dan jadilah orang yang selalu bergantung dan berserah kepada Tuhan. Amin.
Matius 22:39
Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.