Janganlah mengatakan: “Mengapa zaman dulu lebih baik dari pada zaman sekarang?” Karena bukannya berdasarkan hikmat engkau menanyakan hal itu. (Pengkhotbah 7:10)
Keterikatan dengan masa lalu akan membuat kita terhambat untuk maju. Pikiran yang selalu terfokus kepada keadaan di masa lalu akan menghalangi rencana dan tujuan di masa depan.
Biarkanlah masa lalu itu berlalu, dan hiduplah dalam masa kini serta tataplah hari esok yang penuh dengan harapan. Jangan biarkan iblis memperdayai dengan menjadikan kita terlena akan masa lalu. Kadangkala kita berpikir masa lalu lebih baik dari masa sekarang, tapi ingat ayat Alkitab dalam kitab Pengkotbah 7:10, karena ternyata pikiran seperti itu tidak berdasarkan hikmat.
Jadikan masa lalu sebagai pelajaran untuk melangkah di masa depan. Jika anda ingin masa sekarang berbeda dengan masa lampau, pelajarilah masa lampau itu, tetapi jangan hidup dalam bayang-bayang masa lalu.
Hal-hal apa saja yang seringkali membuat seseorang berpikir bahwa masa lalu lebih baik? Berikut adalah beberapa aspek penyebabnya:
1. Keadaan ekonomi yang baik.
Mungkin di masa lalu keadaan ekonomi dan keuangan berada pada level baik atau sangat baik sehingga kehidupan begitu makmur dan sejahtera secara finansial, sedangkan di masa sekarang kondisi keuangan kurang baik bahkan cenderung sangat kurang, dan situasi ini menyebabkan pikiran kembali menerawang ke masa lalu. Apa yang timbul akibat hal ini? Hanyalah rasa kecewa dan putus asa serta keluhan yang tak putus-putusnya dan perasaan takut menghadapi hari esok serta keengganan menerapkan rencana-rencana dalam kehidupan masa kini. Jangan biarkan diri kita terbelenggu dengan masa lalu, karena untuk segala sesuatu ada waktunya dan ketahuilah bahwa Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Dalam segala waktu ada penyertaan Tuhan dan saat susah sekalipun, Tuhan selalu beserta karena Dia Allah yang Immanuel. Dalam segala perkara Tuhan punya rencana yang baik. Bersyukurlah untuk masa kini dan percayalah bahwa hari ini sesungguhnya lebih baik dari kemarin karena kita naik pada level kehidupan rohani yang lebih tinggi.
2. Kesenangan Akan Dosa.
Kehidupan masa lalu yang penuh dosa terkadang membuat seseorang ingin kembali lagi dalam kebiasaan masa lalunya. Dosa yang nampaknya nikmat dan menyenangkan membuat pikiran tidak dapat lagi membedakan mana yang lebih baik, oleh sebab masih dikuasai oleh kedagingan dan hawa nafsu.
Ingatlah bahwa seenak-enaknya hidup dalam dosa, itu akan membawa kita kepada kebinasaan kekal.
Alkitab berkata: ” Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” (2 Korintus 5:17)
Dengan demikian, sebagai ciptaan baru kita harus hidup dalam kehidupan yang baru di dalam Kristus Yesus, benar-benar terbebas dari hidup yang lama baik dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
3. Kenyamanan Situasi Masa Lalu
Ada orang yang ingin kembali seperti masa lalu karena mengingat akan kenyamanan hidup saat itu. Situasi hidup akan terus berubah, ada fase-fase kehidupan yang harus kita lalui. Tidak ada yang kekal dalam dunia ini, semuanya akan berlalu. Oleh karena itu, kita hidup dari waktu ke waktu, jangan sampai tubuh kita berjalan dengan waktu tapi pikiran kita tertinggal di masa lalu.
Ada masa kanak-kanak, masa remaja, masa pemuda/pemudi, masa pernikahan, masa punya anak dan mendidik mereka, masa belajar, masa bekerja, masa berhenti dari bekerja, masa pensiun, masa tua, dan masa kembali kepada Tuhan. Nikmatilah dan syukurilah setiap masa dalam kehidupan kita, dan yakinlah bahwa setiap waktu itu baik bersama Tuhan.
Bekerjalah selama hari masih siang, giatlah dalam pekerjaan Tuhan, selalu ceria dalam hidup ini karena ada sukacita sorgawi yang dikerjakan oleh Roh Kudus dalam hati kita.
Lepaskanlah diri dari masa lalu, jangan selalu berandai-andai, dan syukurilah hari ini yang telah dijadikan Tuhan, dan songsong hari esok dengan iman dan sukacita. Haleluya! Tuhan Yesus memberkati kita semua senantiasa.
Kuasa Pujian Dalam Hidup Kita
Kisah Para Rasul 16:25-26 mencatat peristiwa tentang dipenjarakannya rasul
Paulus dan Silas. Namun, di tengah malam mereka berdua menaikkan doa dan menyanyikan pujian kepada Tuhan. Setelah itu, terjadi gempa bumi yang hebat sehingga sendi-sendi penjara itu goyah dan belenggu mereka terlepas.
Tentu peristiwa gempa dan terlepasnya belenggu tersebut disebabkan oleh intervensi kuasa Allah. Para malaikat sorga menggoncangkan bumi sekitar penjara dan melepaskan belenggu mereka.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Adalah karena mereka berdoa dan memuji Tuhan. Ada kuasa dalam doa, ada kuasa pula dalam pujian kepada Allah. Sebagai orang beriman, kita harus memiliki kebiasaan untuk memuji Tuhan lewat nyanyian dan mazmur, karena di sorga nanti salah satu hal yang akan dikerjakan adalah memuji dan memuliakan Tuhan.
Pujian kepada Tuhan penting bagi setiap orang percaya karena mengandung kuasa. Apa saja faedah pujian kepada Tuhan?
1. Pujian mengundang hadirat Tuhan.
Mazmur 22:4 berkata: “Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel.”
Disini nyata bahwa di atas setiap pujian umat-Nya, Allah bertahta. Artinya, Tuhan hadir dan kehadiran-Nya berarti bahwa ada kemuliaan sorga dan membawa damai sejahtera dalam kehidupan kita. Dalam ayat ini tertulis “orang Israel”, dan kita semua yang percaya Tuhan Yesus adalah orang Israel rohani yang telah dicangkokkan kepada pokok anggur yang benar yaitu Tuhan. Jadi, saat kita memuji Tuhan, dengan kesungguhan dan ketulusan hati, maka disitu Tuhan hadir.
2. Pujian mengusir roh jahat
Dalam 1 Samuel 16:23 tertulis: “Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya.”
Yang dimaksud roh yang daripada Allah yang hinggap pada Saul dalam ayat ini adalah roh jahat, tapi bukan berarti bahwa roh itu adalah roh Allah. Ingat bahwa sebelum Ayub dicobai iblis, iblis itu meminta ijin dulu kepada Allah. Jadi roh jahat bertindak atas seijin Allah namun Allah tetap yang berkuasa dan berdaulat. Pengertian ini dalam dan secara sederhana kita pahami bahwa roh yang hinggap pada Saul adalah roh jahat.
Perhatikan bahwa ketika Daud menyanyikan pujian maka roh jahat itu undur daripada Saul, dan kemudian Saul merasa lega dan nyaman.
Saya ingat ketika anak pertama saya berumur kira-kira 3 bulan, terkadang ia menangis pada malam hari bahkan tengah malam. Sempat saya dan istri bingung menghadapinya, karena diberikan susu tidak mau, dan dicek apakah ia ngompol atau buang air besar ternyata tidak. Lalu, saya ingat untuk memuji Tuhan. Jadi, saya menyanyi memuji Tuhan. Saat menyanyi itulah anak saya menjadi tenang dan tertidur. Rumah dimana kami tinggal waktu itu pernah ditaruh semacam kertas doa di atas pintu dalam huruf kanji mandarin. Jadi, mungkin ada roh-roh jahat yang mau mengganggu anak saya, namun nyanyian pujian mengundang kuasa Sorga turun dan menghalaukan roh-roh jahat itu. Haleluyaaa!
3. Pujian membawa mujizat dan kemenangan
2 Tawarikh 20:20-22 menceritakan peperangan antara raja Yosafat bersama bangsa Yehuda yang dipimpinnya berhadapan dengan bani Amon dan bani Moab. Yosafat menempatkan para pemuji dan penyanyi di depan pasukannya berhadap-hadapan dengan musuh.
Ketika mereka menyanyi dan bersorak bagi Tuhan, musuh menjadi kocar-kacir dan saling bunuh satu sama lain karena Tuhan membuat penghadangan terhadap mereka.
Tuhan lah yang berperang ganti mereka dan mereka hanya berdiam saja. Ketika pujian dan penyembahan dinaikkan kepada Tuhan, ada mujizat terjadi dan Tuhan memberikan kemenangan.
Saat perang sipil Amerika, pemerintah menarik pulang para pasukan pemain drumband yang biasa maju di depan pasukan dalam peperangan. Para jenderal perang mengirimkan surat dan berkata bahwa keputusan itu adalah salah. Sebab mereka terpukul kalah berulang kali. Akhirnya, pemerintah kembali menugaskan para pemain drumband ke medan peperangan, dan mereka berhasil meraih kemenangan. Atmosfer peperangan berubah tatkala ada musik pujian.
Dalam kehidupan kita, biasakanlah memuji Tuhan dalam setiap waktu. Saat suka maupun duka, ada masalah atau tidak ada masalah, saat apapun biarlah dari mulut kita keluar pujian dan penyembahan kepada Tuhan.
Jangan terbiasa menyanyikan musik duniawi, apalagi sebagai orang beriman bahkan pendeta atau hamba Tuhan, biarlah hati kita selalu memuji Tuhan sehingga dari mulut pun yang keluar adalah nyanyian pujian.
Ingatlah ada kuasa dalam setiap nyanyian pujian kita kepada Tuhan.
Menghormati Ibu
Pada waktu George Washington berumur enam belas tahun, ia mengambil keputusan untuk meninggalkan rumahnya dan menjadi taruna Angkatan Laut.
Setelah ia mengirim kopernya, tiba saatnya untuk berpamitan pada ibunya. Ia menemui ibunya dan hendak mengucapkan selamat tinggal. Ibunya menangis tersedu-sedu sehingga George pun berubah pikiran. Ia meminta supaya koper yang telah dikirimkannya dibawa pulang lagi.
“Saya tidak akan membuat ibu saya menderita karena saya meninggalkan dia,” katanya.
Keputusan George akhirnya telah menjadikan dia sebagai seorang tentara Angkatan Darat, kemudian menjadi menteri, dan puncaknya menjadi seorang presiden Amerika Serikat.
Segala karirnya yang memuncak itu disebabkan oleh karena suatu tindakan yang sederhana yaitu menjadikan ibunya gembira.
(Kramer)
“Hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
(Matius 19:19)
Persungutan Merugikan Diri Sendiri
Nats Alkitab:
Yohanes 6:43 – Jawab Yesus kepada mereka: “Jangan kamu bersungut-sungut.“
Sungut-sungut adalah istilah atau kata yang diartikan sebagai sebuah tindakan mengeluh dan mempersalahkan Tuhan atau orang lain atas suatu keadaan tertentu. Bersungut-sungut merupakan tindakan yang berkaitan dengan perkataan mulut, namun ada hubungan mendalam dengan apa yang terkandung dalam hati, sebab perkataan yang keluar dari mulut berasal dari hati. Sungut-sungut termasuk dosa.
Setiap orang dapat memilih untuk bersungut-sungut atau sebaliknya berdiam diri dan mengucap syukur. Tua maupun muda bisa melakukan persungutan meski kadar dan bentuknya berbeda-beda. Tidak terbatas pada suku bangsa dan bahasa apa, semua bisa bersungut-sungut, semua dapat melakukan tindakan yang jelek ini. Bahkan orang yang bisu pun dapat bersungut-sungut dengan caranya sendiri.
Ada banyak hal yang dijadikan alasan untuk bersungut-sungut. Memang kalau hati kita pahit maka semuanya akan terasa pahit. Kalau hati kita penuh kejelekan maka segala sesuatu akan terlihat dan terasa jelek. Jadi, sebenarnya segala bentuk persungutan itu, apapun alasannya, bermuara kepada hati yang jelek. Tapi, kalau kita memiliki hati yang bersih dan bersyukur maka segala sesuatu akan terasa indah dan kita pun menjadi pribadi yang selalu berserah, situasi apapun tidak akan membuat mulut ini bersungut-sungut, akan tetapi pagi, siang dan malam, di segala waktu dan keadaan selalu memuji Tuhan dan mengucapkan syukur.
Di padang gurun, bangsa Israel bersungut-sungut kepada Tuhan, dan dicatat dalam Alkitab bahwa itu merupakan kejahatan di mata Allah, sehingga mereka dibinasakan di padang gurun oleh karena perkataan sungut-sungut mereka.
Ada suatu kisah dimana seorang kaisar sangat bersusah hati apabila pada hari pesta yang telah ditentukan cuacanya mendung. Ia akan begitu marah hingga memerintahkan semua prajuritnya yang membawa panah, untuk memanahkan anak panahnya ke atas, sebagai protes dan celaan terhadap Yang Maha Kuasa karena cuaca yang jelek.
Setelah anak panah terlontar ke atas, anak-anak panah itu jatuh kembali dan kena pada kepala mereka, sehingga begitu banyak yang menderita luka parah.
Demikianlah juga dengan persungutan kita, seperti begitu banyak anak panah yang diarahkan kepada Allah, akan jatuh kembali ke atas kepala kita sendiri.
Marilah hidup dalam pengucapan syukur dan jangan dalam persungutan karena akan merugikan diri kita sendiri.
Tuhan memberkati.
Writer: Ev. Billy Tambahani
Ilustration: Sunday School Chronicle, from a book by B. Malingkas.
Mengendalikan Mulut
Pandai menutup mulut adalah cermin kemampuan otak seseorang. (Schapenhauer).
Tuhan Yesus berkata, “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.” (Matius 15:11)
Dan, “Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke dalam perut lalu dibuang di jamban?
Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang.
Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat.” (Matius 15:17-19)
Amsal 13:3 berkata: “Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya, siapa yang lebar bibir, akan ditimpa kebinasaan.”
Pemazmur Daud berkata:”Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang selama orang fasik masih ada di depanku.” (Mazmur 39:1).
Dalam Efesus 4:29 tertulis: “Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.”
Dan Kolose 3:8 berkata: “Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu.”
Yakobus 3:9-10 tertulis: “Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah,
dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi.”
Mari kita pakai mulut kita untuk berkata yang baik dan membangun serta mempermuliakan Tuhan.
Layani Dengan Gratis
Santer terdengar berita tentang tokoh agama yang membuka praktik pengobatan alternatif untuk berbagai penyakit namun meminta imbalan uang jutaan rupiah dari pasiennya. Secara etika moral pelayanan maka hal seperti ini tidaklah dibenarkan, sebab apabila ia mengaku dapat menyembuhkan oleh karena Yang Kuasa, maka seharusnya ia tidak meminta bayaran. Dapat gratis harus memberinya juga gratis.
Pelayanan gerejawi pun harus mengedepankan sikap melayani tanpa pamrih. Para hamba Tuhan atau pelayan Tuhan mesti memiliki ketulusan dalam melayani orang lain. Bila mendoakan toko atau usaha yang baru dibuka, janganlah berpikir harus menerima “fee” dari pengusaha atau pemilik toko itu. Apalagi menuntut persembahan secara diam-diam dalam hati, bila melihat toko/usaha yang didoakan mengalami kemajuan.
Matius pasal 10 mulai ayat 5 bertutur tentang pengutusan para murid untuk melayani. Tuhan Yesus menekankan pentingnya bagi mereka untuk memberitakan tentang kerajaan sorga. Inti pelayanan haruslah kena-mengena pada perkara keselamatan sebab hal ini lah yang menjadi tujuan dari pelayanan para murid. Artinya, harus berfokus pada pewartaan Injil Kerajaan Allah kepada setiap orang yang dilayani agar mereka bertobat dan diselamatkan serta hidup dalam kasih karunia Allah.
Matius 10:8 mencatat perkataan Tuhan Yesus: “Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.“
Perintah untuk menyembuhkan yang sakit, membangkitkan orang mati, mentahirkan orang kusta dan mengusir setan-setan, tentu berhubungan dengan pelimpahan kuasa dan karunia untuk melayani, sehingga para murid yang diutus dapat memanifestasikan mujizat dan kuasa Allah dalam pelayanan mereka. Dalam hal ini, para hamba Tuhan, tidak terbatas pada orang-orang yang menyebut dirinya pendeta, gembala, atau rasul bahkan nabi, -jadi semua orang percaya yang adalah juga hamba Tuhan – diperlengkapi dengan karunia-karunia oleh Roh Kudus untuk dipakai dalam melayani orang lain. Dan karunia-karunia itu haruslah dipakai secara kontinu dalam pelayanan.
Perintah untuk melayani orang lain dengan menggunakan karunia dan kuasa sorgawi itu disertai juga perintah untuk memberinya secara cuma-cuma.
Tuhan Yesus mengatakan bahwa semua kuasa itu diberikan kepada mereka secara cuma-cuma alias gratis, jadi haruslah diberikan pula dengan cuma-cuma.
Para hamba Tuhan haruslah memiliki sikap yang demikian. Jangan menuntut persembahan dari orang yang dilayani melainkan berusahalah untuk melayani mereka setulus-tulusnya dengan karunia dan kuasa Allah yang dimiliki.
Rasul Paulus memberi contoh melayani tanpa menuntut pemberian dari jemaat yang ia layani meskipun ia layak untuk itu bahkan meskipun harusnya ia dicukupkan dengan “upah sebagai pemberita Injil”. Namun, rasul Paulus tidak menuntut upahnya itu melainkan berupaya untuk dapat mencukupi kebutuhannya sendiri agar supaya Injil dapat diterima dan tidak dipermalukan.
Para hamba Tuhan, pendeta, gembala, semua kita orang percaya harus memiliki karakter pelayanan sorgawi yang tulus seperti Tuhan Yesus, tanpa motif-motif ekonomi atau yang lainnya.
Tuhan Yesus menyebut diriNya sebagai gembala yang baik (Yoh. 10:11) yang menunjukkan bahwa diriNya adalah Sang Gembala, yaitu Tuhan Allah pencipta langit dan bumi, yang menuntun segenap umatNya. Sekaligus ayat tersebut, bila kita baca kelanjutannya, menunjukkan kriteria seorang gembala yang baik dan kriteria gembala upahan.
Seorang gembala yang baik punya sikap rela berkorban nyawa, mengasihi domba dan mencari yang terhilang serta melakukannya tanpa pamrih, domba-domba mengenal suaraNya dan Ia mengenal domba-dombaNya.
Tapi, kriteria gembala upahan adalah mempunyai motif ekonomi dalam melayani, mempunyai motif pengagungan diri sendiri, pengkultusan terhadap dirinya, dan ia tidak mengenal domba-dombanya, serta menuntut sesuatu apakah itu persembahan atau “fee” atau apapun namanya.
Kembali lagi ke konteks awal dari apa yang disampaikan disini, melayani Tuhan dan sesama haruslah dengan sikap yang tulus dan tanpa menuntut pemberian apapun. Layanilah mereka yang miskin dan menderita, jangan hanya yang kaya saja. Semua orang harus dilayani dengan pelayanan yang terbaik secara cuma-cuma.
Marilah kita miliki semangat melayani seperti Yesus yang mengutamakan orang lain dan rela berkorban. Karunia apapun yang kita miliki dari Tuhan, baiklah dipakai untuk kemuliaan nama Tuhan serta untuk pewartaan Injil Kerajaan Sorga bagi semua orang.
Roh Kudus akan memampukan kita. Tuhan Yesus memberkati kerja dan pelayanan kita semua. Haleluya.
(BT)
300: The Special Number in the Bible
Sudah ada 2 buah film produksi Hollywood yang judulnya memuat angka 300. Kedua film tersebut bertema peperangan dimana salah satu pasukan hanya berjumlah 300 orang menghadapi ribuan bahkan puluhan ribu lawan.
Mungkin film itu terinspirasi dari Alkitab sebab dalam Alkitab terdapat kisah perang antara 300 orang dari bangsa Israel melawan 135 ribu pasukan bangsa Midian.
(Hakim-Hakim 7 dan 8:10).
Saat itu bangsa Israel dijajah oleh bangsa Midian sehingga segala hasil panen mereka harus diserahkan sebagai upeti. Kehidupan dalam tekanan tersebut membuat banyak penderitaan terjadi dan muncul suatu harapan agar mereka dapat hidup merdeka dari penjajahan Midian.
Tuhan memilih Gideon bin Yoas untuk membebaskan bangsa Israel dari Midian. Dan pada awalnya ada 32ribu pasukan Israel yang akan pergi berperang. Namun, setelah diseleksi, akhirnya hanya tersisa 300 orang saja. Dan ketika hanya tinggal 300 orang, Tuhan berfirman: “Dengan ketiga ratus orang yang menghirup itu akan Kuselamatkan kamu: Aku akan menyerahkan orang Midian ke dalam tanganmu.” (Hakim-Hakim 7:7).
Pada akhirnya, Gideon dan 300 orang pasukannya berhasil mengalahkan pasukan Midian. Makna dari kisah kemenangan Gideon dan pasukannya adalah:
1. Tuhanlah yang memberikan kemenangan.
300 orang mustahil secara akal logika untuk mengalahkan 135 ribu orang. Disini jelas bahwa Tuhanlah yang berperang di depan mereka, dari Tuhanlah datang kemenangan. Kehadiran Tuhan bersama Gideon menjamin kemenangan itu. Tanpa kehadiran Tuhan maka sia-sialah upaya mereka meskipun dengan ratusan ribu orang sekalipun. Namun bila Tuhan beserta, jumlah yang kecil dapat dipakai Tuhan untuk meraih kemenangan. “Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan oleh Roh Tuhan.
Dalam kehidupan kita pun demikian, meskipun nampaknya kecil, kelihatannya tidak mampu, namun kita bisa melakukan segala perkara oleh karena Tuhan yang memampukan kita. Manusia boleh saja melecehkan, menghina dan merendahkan tapi kita tidak usah takut dan gentar karena Tuhan beserta dengan kita.
2. Orang yang berhati baja, beriman dan rela berkorban yang meraih kemenangan bersama Tuhan.
Dari 32 ribu pasukan Israel, setelah melalui tahapan seleksi, ternyata hanya 300 orang yang maju berperang. Mengapa mereka yang dipilih? Karena mereka tidak gentar menghadapi musuh, mereka percaya akan penyertaan Tuhan dan mereka tidak takut mati melainkan rela berkorban bagi Allah dan bangsanya.
Jelas dalam pasal 7 disebutkan dan tersirat bahwa mereka yang takut dan gentar tidak layak untuk maju dalam peperangan, sebab mereka sudah kalah sebelum berperang. Juga bagi mereka yang tidak percaya akan kebesaran dan penyertaan Allah, tidak layak maju sebab mereka tidak memiliki iman yang kokoh dalam Tuhan. Perang menuntut suatu sikap rela mati berkorban sehingga hanya mereka yang punya sikap inilah yang layak maju sebab mereka akan fokus pada penyelesaian tugas dan tujuan dari Tuhan.
Dalam hidup ini, kita pun mengalami masalah, persoalan, ujian dan tantangan yang bagaikan “medan peperangan”. Menghadapi itu semua janganlah kita takut dan gentar tapi percayalah kepada Tuhan dan selalu rela berkorban bagi Tuhan serta tidak takut menghadapi resiko meskipun kematian jasmani, oleh karena melakukan kebenaran. Takut berbuat yang benar karena ancaman tidak naik pangkat, tidak dapat jodoh, tidak jadi kaya, atau ancaman lainnya, tandanya kita tidak layak sebagai prajurit Tuhan. Laskar Allah yang militan harus rela mati menjunjung kebenaran dan keadilan dan fokus kepada penyelesaian tugas dan tanggung jawab sorgawi. “Karena bagiku hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan.” (Filipi 1:21).
Dalam pelayanan pun sama, tantangan bukannya sedikit, pergumulan silih berganti, tapi jangan takut dan gentar, percayalah pada Tuhan dan setialah melakukan tugas panggilan Tuhan.
3. Tuhan memakai yang kecil agar tidak muncul kesombongan pada manusia.
Hanya 300 orang saja merupakan jumlah yang sangat kecil untuk menghadapi lawan apalagi meraih kemenangan. Kok bisa menang? Padahal jumlahnya sedikit? Ini pasti bukan karena manusianya tetapi karena Tuhan.
Saat mereka memperoleh kemenangan, mereka tidak dapat beralasan bahwa kemenangan itu karena mereka kuat dan perkasa, sebab hal itu tidak mungkin, apalagi jelas-jelas musuh lari kocar-kacir karena bala tentara Allah yang menghalau mereka sehingga musuh saling membunuh satu sama lain.
Kita tidak boleh sombong kalau mencapai suatu keberhasilan, karena sesungguhnya itu semua karena kuasa dan kemurahan Tuhan saja. Firman Tuhan berkata: “Kalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang membangunnya. Kalau bukan Tuhan yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.” (Mazmur 127:1).
Semua kerja dan karya kita bisa berhasil karena anugerah dan pertolongan Tuhan. Kepintaran dan pengetahuan kita disebabkan oleh Tuhan. Kita pintar bukan karena kita pintar tapi karena Tuhan yang menganugerahkan kepintaran itu.
Jangan sombong namun milikilah kerendahan hati, agar Tuhan semakin melimpahkan kebaikanNya dalam hidup kita.
Firman Tuhan berkata: “Orang yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan.”
Jadilah prajurit Tuhan, pelayan Tuhan, anak-anak Tuhan yang selalu beriman kokoh dalam Tuhan, tidak takut dan gentar menghadapi situasi apapun serta rela berkorban untuk kebenaran.
Tuhan Yesus memberkati kita sekalian.
Meminta Dalam Doa
Kalau berdoa, singkirkanlah ketidakpercayaan..
Saat berdoa, buanglah semua logika pemikiran yang terbatas..
Waktu berdoa, ucapkanlah permintaan yang besar
Ketika berdoa, sampaikanlah semua yang kau inginkan…
Sebab Tuhan adalah Allah yang Maha Besar
KuasaNya sanggup menjadikan apapun yang kita minta
Tapi, jangan lupakan satu perkara
Doa dan keinginanmu harus selaras dengan kehendakNya
Permintaanmu jangan untuk kesombongan atau hawa nafsu
Ketika hatimu bertemu dengan hatiNya Tuhan…
Saat itulah kau mengerti apa kehendakNya..
Jangan takut ‘tuk meminta
S’bab Tuhan berkata mintalah apa saja…
Jangan takut ‘tuk berharap
S’bab harapan masih ada
Ambillah waktu sejenak, untuk mengetuk hati Tuhan,
Ambillah waktu sejenak, untuk mengenal isi hatiNya,
Ketika kau melakukannya maka menit demi menit akan berlalu tanpa terasa,
Dan jawaban doamu pun mengalir dari sorga.
Kebajikan Dan Kemurahan Tuhan
Nats Firman Tuhan:
Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHANsepanjang masa. (Mazmur 23:6)
Ayat 6 merupakan bagian akhir dari Mazmur pasal 23 yang terkenal keindahannya. Pemazmur Daud mengalami secara pribadi bagaimana baiknya TUHAN sebagai Gembala terhadap dirinya. Daud pun dulunya adalah seorang gembala di masa mudanya dan ia seringkali harus berhadapan dengan binatang buas untuk menjaga dan membela kawanan dombanya. Daud merasakan betapa dirinya seperti seekor domba yang dijaga oleh seorang gembala yang baik yakni TUHAN sendiri. Ayat ini tidak hanya berlaku bagi Daud namun berlaku bagi kita semua segenap “kawanan domba” dari Gembala Agung.
Dalam Yohanes 10:11, Tuhan Yesus menyatakan diriNya sebagai gembala yang baik. “Akulah gembala yang baik”, kata Tuhan Yesus, dan pernyataan ini menjadikan semakin jelas bahwa Yesus menyatakan diriNya sebagai Allah yang digambarkan sebagai gembala dalam Perjanjian Lama, baik di Mazmur maupun kitab nabi Yesaya.
Ayat 6 mengungkapkan suatu kekhususan tindakan Tuhan sebagai gembala yang baik dan maksud dari tindakan itu.
Apakah tindakan Tuhan terhadap kawanan dombanya? Ialah memberikan kebajikan dan kemurahan belaka sepanjang umur hidup mereka.
Dari ayat 6 kita dapat mengerti bahwa:
1. Tindakan Allah semata-mata merupakan kebajikan dan kemurahan bagi umatNya.
Segenap perjalanan hidup manusia nampaknya mengalami keadaan “naik” dan “turun”, ada saat “baik” ada pula saat dimana nampaknya “tidak baik”. Konsep dan definisi kita terhadap “kebajikan dan kemurahan Tuhan” umumnya hanya berkaitan dengan perkara-perkara yang baik, keadaan diberkati, keadaan sejahtera, aman dan sentosa. Memang benar tapi tidak sepenuhnya demikian, sebab dalam dunia yang penuh dosa ini, manusia harus mengalami suatu proses dalam hidupnya. Proses itu merupakan pemurnian keadaan hati, perubahan pemikiran dan karakter, serta merupakan ujian kesetiaan dan ketaatan.
Itu sebabnya ada masa-masa dalam kehidupan ini yang membuat kita tidak mengerti, membuat kita bertanya-tanya mengapa hal ini terjadi, mengapa Tuhan mengijinkan ini dalam hidup saya, meskipun kita berada dalam koridor ketaatan dan penundukan diri terhadap firman-Nya.
Yusuf adalah salah satu contoh pribadi yang mengalami “keadaan pergumulan dan masalah”. Di usianya yang ke-17, ia dibuang ke sumur lalu dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya sendiri. Yusuf hidup jauh dari ayah dan ibu yang sangat dikasihinya dan yang sangat mengasihinya juga. Yusuf mengalami fitnahan di Mesir dan mengalami keadaan dipenjara meskipun tidak bersalah. Namun dalam semua proses kehidupannya itu, Yusuf tetap setia kepada Tuhan. Dan pada akhirnya, ia diangkat sebagai penguasa Mesir oleh sebab hikmat yang dimilikinya dari Allah. Proses pergumulan Yusuf selama 13 tahun, nampak sebagai sesuatu yang tidak baik namun ternyata itu merupakan “proses hidup” dan di dalam proses itu sungguh ada kebajikan dan kemurahan Tuhan. Jadi, dalam proses hidup yang nampak tidak sesuai harapan, ternyata proses itu merupakan kebajikan dan kemurahan belaka.
Adakah kita mengeluh karena keadaan sulit dan mempertanyakan maksud Tuhan?
Roma 8:28 berkata bahwa Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia.
Belajarlah dari ketekunan Ayub, yang dengan tekun menerima dan menjalani proses ujian penderitaan dalam hidupnya dan sebagai akhir dari masa proses itu, akhirnya Ayub merasakan bahwa sungguh Tuhan itu baik sepanjang waktu. “God is good all the time!”
2. Tujuan kebajikan dan kemurahan belaka dari Tuhan adalah agar kita diam dalam rumahNya sepanjang masa
Ada maksud dari tindakan Allah dalam kehidupan kita. Kita mengerti sekarang bahwa semua tindakan Tuhan adalah kebajikan dan kemurahan belaka, dan tujuan dari itu semua adalah agar kita diam dalam rumah Tuhan selama-lamanya.
Maksud dari diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa bukan berarti kita terus menerus ada di tempat ibadah secara fisik, bukan juga soal kwantitas waktu pelayanan, dan bukan soal ritual agama lahiriah, tetapi yang dimaksud adalah persekutuan kita secara pribadi dengan Allah, kehidupan yang senantiasa beribadah kepada Tuhan (lihat Roma 12:1 tentang arti ibadah sejati), dan berkumpulnya kita bersama Tuhan Yesus dalam kerajaan-Nya yaitu Sorga Mulia.
Inilah maksud mulia dari Allah bagi kita yaitu agar kita dekat dengan Dia senantiasa. Hanya bersama Dia kita mengalami kesukaan sejati.
Lihatlah, Allah menjadikan segala sesuatu sungguh teramat baik.
Haleluya. God bless you !
(BT)
Pemilu : Tuhan Yang Menetapkan
Hari-hari menjelang pemilu di Indonesia membuat sebagian orang mengalami “ketar-ketir”. Ada yang dari kalangan masyarakat biasa dan terutama dari para calon anggota legislatif serta tentunya calon presiden.
Sebagian dari para caleg berusaha mendekati rakyat kecil agar mendapatkan simpati dan meraih banyak suara. Ada yang melakukan bakti sosial dan kegiatan positif lainnya, namun ada juga yang berusaha dengan cara-cara tidak baik seperti menjelekkan orang lain, memfitnah dan lain-lain.
Diantara berbagai upaya tersebut ada pula yang menjalankan kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan kebenaran.
Ada yang pergi ke dukun, paranormal, hingga melakukan berbagai ritual-ritual yang aneh-aneh.
Tentu saja, hal seperti itu merupakan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak dan firman Allah. Tuhan berfirman,”carilah Aku maka kamu akan hidup.” Barangsiapa yang mencari Tuhan akan memperoleh kehidupan, barangsiapa yang mencari petunjuk dari Tuhan maka akan menerima jawaban daripadaNya.
Menjadi anggota MPR/DPR bahkan menjadi presiden memang sesuatu yang nampaknya menyenangkan. Menjadi pemimpin di dunia umumnya pasti mendapatkan pelayanan nomor satu. Tapi Tuhan Yesus berkata barangsiapa hendak menjadi yang terutama hendaklah menjadi pelayan. Kepemimpinan Yesus pun adalah kepemimpinan yang melayani. Dia mengutamakan memenuhi kebutuhan orang lain dan memperhatikan penderitaan orang kecil. Yesus memberikan jalan keluar dari persoalan yang menjerat masyarakat, sakit penyakit, masalah sosial, kematian dan jerat dosa.
Seorang pemimpin yang mewakili rakyat haruslah punya visi dan hati untuk rakyat dan punya iman yang teguh kepada Tuhan untuk menjunjung kebenaran.
Saul adalah raja Israel yang dipilih oleh Tuhan. Semula ia tidak disukai, tetapi setelah ia menunjukkan keberaniannya dan ketulusannya membela rakyatnya maka rakyat mendukungnya.
Daud juga demikian. Ia dipilih oleh Tuhan dan oleh keberanian dan ketulusannya dalam membela rakyatnya, Daud disukai oleh bangsa Israel.
Ada dua faktor agar seseorang terpilih menjadi pemimpin. Faktor pertama adalah pemilihan dari Tuhan. Tuhanlah yang mengangkat dan menjatuhkan. Tuhanlah yang membuka dan menutup pintu. Bila Ia sudah mengangkat maka tidak ada yang dapat menjatuhkan. Bila Tuhan sudah membuka pintu tak ada yang dapat menutup. Firman Tuhan berkata bahwa semua pemerintahan yang ada di dunia adalah ditentukan oleh Tuhan.
Faktor kedua supaya dipilih adalah dari faktor internal seseorang. Ia haruslah mempunyai karakter yang teguh dalam iman serta tulus dalam perbuatan. Ia harus memegang prinsip kebenaran dan hidup dalam nilai-nilai firman Allah.
Berdoa dan berusaha dengan hati yang tulus agar dapat menjadi pemimpin yang terpilih. Dengan menyadari adanya faktor pertama kedaulatan Allah dalam pemilihan maka haruslah setiap calon pemimpin punya sikap berserah dan siap menghadapi bila ternyata ia tidak terpilih. Sebab tidak terpilih bukan selalu berarti tidak mampu dan bukan pula berarti kalah tetapi itu artinya bahwa Tuhan punya maksud dan rencana lain yang lebih baik. Bisa juga karena waktunya belum tepat, ingatlah bahwa Daud meskipun sudah diurapi sebagai raja namun tidak langsung naik tahta, ada proses waktu yang harus ia jalani terlebih dahulu.
Jadilah orang yang sehari-harinya bersikap merakyat dan mengayomi orang lain serta peduli sesama, bukan hanya karena ada pemilu, sebab sikap seperti itulah yang mencirikan seorang pemimpin sejati.
“Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu,
dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu.”
(Matius 20:26-27)