Bukan Kata Orang Tapi Apa Kata Tuhan

Nats Alkitab:
Pendapat umum tidak kutakuti, dan penghinaan orang, aku tak perduli. Tak pernah aku tinggal di rumah atau diam saja, hanya karena takut akan dihina. (Ayub 31:34)
Ayat di atas merupakan ucapan dari Ayub, seorang yang hidupnya benar di mata Tuhan.  Ia senantiasa berusaha untuk berkenan kepada Allah, bukan kepada manusia.  Sehingga Ayub memiliki suatu prinsip hidup mengutamakan dikenan oleh Allah daripada manusia.  Dan oleh karena itu, ia tidak takut menghadapi hinaan dari orang-orang di sekitarnya sebab yang terpenting adalah Tuhan tahu isi hatinya dan Tuhan berkenan kepadanya.
Dalam kehidupan kita, seringkali kita terganggu oleh perkataan atau pendapat orang lain.  Bahkan yang lebih parah, orang lain menghina kita atas tindakan atau kondisi yang kita alami.  Apakah pendapat negatif atau hinaan orang lain akan membuat kita takut dan malu terhadap diri sendiri?  Kita perlu meneladani sikap Ayub yang tidak takut menghadapi pendapat miring terhadap dirinya.  Yang terpenting adalah kita hidup dalam kebenaran dan selalu mencari kehendak Tuhan.
Ketakutan terhadap pendapat negatif orang lain akan menyebabkan kita minder dan tidak maju.  Bahkan, tidak ada yang dilakukan karena takut menghadapi kritikan orang lain.
Ada cerita tentang dua orang dan seekor kuda yang sedang melakukan perjalanan.  Dua orang itu adalah seorang ayah dan anaknya. Saat perjalanan, ayahnya menyuruh anaknya naik kuda, dan ayahnya berjalan kaki, sebab kuda mereka tidak terlalu besar dan agar kudanya tetap kuat dalam perjalanan.  Ketika melewati sebuah desa, penduduk desa melihat mereka dan berkata: “Wah, sungguh anak yang keterlaluan, tidak tahu berkorban, masakan ayahnya dibiarkan berjalan kaki, sementara dia enak-enakan duduk di atas kuda?” Sepanjang jalan melalui desa itu, kata-kata semacam itu terus mereka dengar dari penduduk.
Setelah melewati desa itu, sang anak berkata kepada ayahnya, “Ayah, sebaiknya ayah yang naik kuda ini, biarkan saya yang berjalan kaki, karena tidak enak dilihat orang lain kalau saya yang naik kuda.”  Ayahnya setuju karena sedari tadi sudah pusing juga memikirkan pendapat dan hinaan penduduk desa.  Jadi, sekarang sang ayah yang naik kuda, dan anaknya berjalan kaki.
Setelah beberapa waktu, mereka tiba di sebuah desa lain dan harus melalui desa tersebut.  Penduduk desa itu melihat mereka dan berkata: “Waduh, kasihan sekali anaknya berjalan kaki.  Ayahnya gak punya belas kasihan ya kepada anaknya.  Masakan seorang ayah tidak peduli sama anaknya dan membiarkan anaknya berjalan sementara dia enak-enakan naik kuda?”  Sepanjang jalan melalui desa itu, kata-kata tersebut terus terlontar dari penduduk yang melihat mereka.
Setelah melewati desa itu, sang ayah dan anak, berhenti untuk membicarakan mengenai permasalahan yang mereka hadapi akibat perkataan-perkataan dan pendapat orang yang sinis terhadap situasi dan kondisi mereka.  Pada akhirnya, sang ayah dan anak mencapai sebuah kesepakatan dan akhirnya mereka berjalan sambil menggendong kuda mereka.
Cerita ini hanyalah sebuah perumpamaan bagaimana seharusnya kita meresponi pendapat negatif orang lain.  Jangan menjadi bodoh seperti ayah dan anak dalam cerita di atas yang akhirnya menggendong kuda.  Lakukanlah apa yang baik sesuai dengan hati nurani yang murni.  Mendengar hinaan orang lain, mungkin tidak dapat dihindarkan, tapi bagaimana meresponi hinaan itu haruslah kita bijak menghadapinya.
Firman Tuhan berkata dalam Galatia 1:10,  “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.”
Renungan hari ini bukan untuk membuat kita tidak perduli kepada nasihat orang lain, tetapi agar kita jangan terganggu dengan hinaan dan pendapat negatif orang lain, supaya kita dapat terus maju dan menjadi berhasil dalam Tuhan.  Sebagai anak-anak Tuhan, setiap keputusan dan tindakan yang kita lakukan, apabila ada dalam kebenaran firman Allah, teruslah lakukan dan jangan takut menghadapi penghinaan orang.  Sebab yang terpenting bukan kata orang, tetapi apa kata Tuhan.
Haleluya, Tuhan Yesus memberkati kita!

Leave a Reply