Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu. (Lukas 2:29)
Setiap manusia tentu menghadapi saat batas: kematian. Alangkah baiknya jika kita sempat mempersiapkan diri dan merenungkannya. Seperti yang dialami oleh Simeon.
Waktu Simeon yang telah tua itu bertemu dengan bayi Yesus yang berumur delapan hari, ia tahu bahwa saat kematiannya telah dekat (ay. 26). Ia menghayatinya dengan “menyambut Anak itu dan menatang-Nya sambil memuji Allah” (ay. 28). Makna universal keselamatan umat manusia melalui penebusan dan makna individual akan kematian tubuh jasmaninya tertenun rapat dan utuh dalam diri Simeon. Nas hari ini mencatat ungkapan imannya yang begitu mendalam dan mengharukan.
Mengapa Simeon dapat menyambut akhir hidupnya dengan lapang hati? Karena ia telah mengalami karya Tuhan di sepanjang hidupnya. Ia bukan hanya hendak menekankan bahwa dirinya akan segera mati, melainkan bahwa dalam matinya ia lega karena telah mengalami lawatan Tuhan sejak masa muda sampai masa tua. Ini yang penting.
Jika kita mengalami Tuhan, kematian tak lagi menakutkan. Lawatan Tuhan adalah lawatan yang terus memberikan damai sejahtera kepada orang beriman, dalam hidup dan dalam akhir hidup, bahkan juga sesudah kehidupan sekarang ini. Itulah doa kita, bersyukur bahwa penyertaan-Nya tidak berkesudahan. Jangan salah paham, bukan berarti kita ingin cepat-cepat mati saja. Bukan itu. Rindukanlah Tuhan selalu, maka hidup dan mati tidak akan lagi terlalu bermasalah. Sebab di dalam kedua realitas ini ada Tuhan.
(AS)