Abraham Lincoln, presiden ke-16 Amerika Serikat pernah berkata, “I do the very best I know how – the very best I can; and I mean to keep doing so.” (Saya melakukan yang terbaik yang saya tahu, yang terbaik yang saya mampu, dan saya tetap melakukan terus seperti itu.”)
Kehidupannya menjadi sebuah contoh terbaik dari apa yang dikatakannya. Inilah kronologi perjalanan karir dari Abraham Lincoln:
1831 – Gagal dalam bisnis
1832 – kalah dalam pemilihan anggota legislatif
1833 – Lagi, gagal dalam bisnis
1834 – terpilih sebagai anggota legislatif
1835 – Orang yang dikasihinya meninggal dunia
1836 – Mengalami gangguan kesehatan / gangguan syaraf
1838 – kalah dalam pemilihan
1840 – kalah dalam pemilihan
1843 – Kalah dalam kongres
1846 – Terpilih sebagai anggota kongres
1848 – kalah dalam pemilihan kongres
1855 – Kalah dalam pemilihan senat
1856 – kalah dalam pemilihan sebagai wakil presiden
1858 – kalah dalam pemilihan senat
1860 – TERPILIH SEBAGAI PRESIDEN KE-16 AMERIKA SERIKAT
Apa yang dapat kita pelajari dari kisah hidup Abraham Lincoln adalah semangat untuk selalu berjuang dan bertahan dalam berbagai tantangan kehidupan. Jangan pernah menyerah dengan keadaan dan jangan takut gagal. Selalu berserah kepada Tuhan. Dan ada waktu yang terbaik yang telah dirancangkan Tuhan bagi setiap kita.
Iman jangan sampai goyah sekalipun keadaan membuatmu kecewa. Tetaplah semangat dan berusaha. Serahkan semua kepada Tuhan.
2 Tawarikh 15:7
“Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu!”
Pelayan Tuhan Tidak Akan Mundur
Nats Alkitab:
“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.” (Lukas 16:10 )
Seorang anak muda diberi tugas mengajar dalam sebuah pelayanan Sekolah Minggu. Setiap hari Minggu ia harus datang dan mengajar anak-anak dalam kelas yang dipercayakan kepadanya. Selama beberapa kali mengajar, akhirnya ia menjadi kehilangan semangat karena jumlah anak-anak yang diajarnya begitu sedikit, hanya beberapa orang saja yang hadir dalam kelas Sekolah Minggu nya.
Lalu, ia memutuskan untuk berhenti dari pelayanannya. Meskipun rencananya tidak pernah dia utarakan kepada murid-murid, namun ada seorang murid yang mengetahui keinginan sang guru untuk berhenti.
Pada hari Minggu terakhir saat ia berencana untuk berhenti, tanpa sengaja, anak muda ini mendengar percakapan dari dua anak laki-laki yang dia layani di kelas Sekolah Minggu. Anak yang satu berkata bahwa ia tidak mau datang lagi ke Sekolah Minggu apabila guru Sekolah Minggu akan berhenti mengajari mereka. “Kalau dia berhenti, saya juga akan berhenti, saya tidak mau datang ke Sekolah Minggu lagi,” ujarnya.
Mendengar hal itu, anak yang kedua berkata, “Mengapa? Itu tidak mungkin.” “Guru kita tidak akan berhenti dari pelayanannya. Saya adalah anak pertama yang ikut Sekolah Minggu di kelasnya, dan suatu hari, guru kita berkata bahwa ia diutus oleh Tuhan untuk mengajar kita yang ada di Sekolah Minggu. Ia juga berkata bahwa Tuhan Yesus adalah bos nya, dan ia harus melakukan apa yang diperintahkan Tuhan.
Dia adalah utusan Tuhan, Dia adalah hamba Tuhan, saya yakin ia tidak akan pernah mundur.
Mendengar percakapan itu, anak muda ini, sang guru Sekolah Minggu, merasa ditegur Tuhan sehingga kemudian ia mengambil keputusan untuk tetap melayani anak-anak di Sekolah Minggu, meskipun jumlahnya hanya sedikit.
Bagaimana dengan kesetiaan kita kepada panggilan Tuhan dan pelayanan? Apakah tantangan akan membuat kita berputus asa? Apakah karena yang dipercayakan kepada kita begitu kecil, maka kita tidak bersemangat untuk melayani Tuhan?
Bukan soal jumlah atau kuantitas, bukan pula soal kehebatan atau ketenaran, dalam melayani Tuhan yang terutama adalah kesetiaan kita.
Setialah dalam berbagai situasi pelayanan meskipun mungkin terasa berat dan seolah tidak ada perkembangan. Tuhan hanya minta agar kita setia melakukan panggilan-Nya itu. Soal yang lain-lainnya adalah urusan Tuhan.
Doa: Ajar kami Tuhan untuk selalu setia dan berilah kami hati yang mau taat senantiasa
Otak Semut Mahakarya Allah
Sekarang ini ukuran perangkat penyimpanan data seperti harddisk, memiliki ukuran yang semakin kecil. Flashdisk pun demikian, dulu ukurannya cukup besar dengan kapasitas penyimpanan yang kecil, tapi sekarang kebalikannya, ukurannya makin kecil dengan kapasitas yang semakin besar.
Membuat chip penyimpanan yang ukurannya mikro merupakan perkara yang sulit. Perlu puluhan tahun baru manusia dapat membuat chip yang ukurannya kecil dengan kapasitas penyimpanan besar. Dan biaya pembuatan serta research teknologi ini sangatlah mahal sebelum tercipta sebuah microchip.
Namun, dibandingkan microchip buatan manusia, Allah telah membuat suatu “chip” yang ukurannya sangat kecil bahkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan microchip yang ada saat ini. “Chip” yang dimaksudkan itu adalah otak seekor semut, dan lebih dari sekedar chip, di dalamnya terdapat juga processor atau cpu. Perhatikanlah ukuran kepala dari seekor semut yang kecil, dan bayangkanlah di dalam kepala semut yang kecil itu terdapat otak dengan ukuran yang pastinya lebih kecil lagi dari ukuran kepalanya. Menurut para ahli, kekuatan dan kemampuan pengolahan data otak semut sebanding dengan komputer Macintosh II. Wow, sungguh sesuatu yang luar biasa.
Dalam Alkitab terdapat firman Tuhan yang berbicara tentang semut. Seperti dalam Amsal 6:6 yang tertulis: “Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak.” Demikian pula dalam Amsal 30:25 yang berkata: “semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas,…”
Dibandingkan dengan otak semut yang kecil, manusia memiliki otak yang jauh lebih besar. Ukuran dan kapasitas otak manusia yang besar memberikan kekuatan dan kemampuan berpikir yang jauh lebih besar pula dibandingkan semut. Bila kemampuan otak semut sebanding dengan Macintosh II, maka otak manusia akan mempunyai kekuatan yang sebanding dengan komputer super canggih.
Tapi, apa yang terjadi? Masih banyak orang yang tidak menggunakan otaknya. Otak tidak dipakai untuk berpikir tetapi dibiarkan begitu saja. Akibatnya tidak ada sesuatu yang dikerjakan dan dihasilkan dalam kehidupan ini. Otak yang tidak dipakai berarti orang itu malas untuk berpikir, bekerja dan berkreasi. Andai saja otak ini dipakai dengan maksimal maka kita akan jauh melebihi semut.
Jika semut saja bisa begitu rajin, meskipun tubuhnya tidak kuat dibandingkan dengan makhluk lainnya, tapi semut menyediakan makanannya di musim panas untuk keperluan di musim dingin. Cobalah letakkan remah-remah roti di lantai, tidak lama kemudian akan nampak kerumunan beberapa ekor semut yang mengambil remah-remah itu.
Mari, jangan berputus asa dan malas, tetapi biarlah kita terus memakai otak kita untuk berkarya. Bila otak semut adalah mahakarya Allah, maka lebih lebih lagi otak kita yang luar biasa ini. Mintalah hikmat Tuhan agar pikiran dibukakan, pengetahuan Dia berikan dan hal-hal yang tersembunyi disingkapkan oleh-Nya.