Ketidaksabaran manusia akan membawa kepada tindakan yang dapat menimbulkan dosa. Sebenarnya, ketidaksabaran itupun sendiri adalah sudah merupakan sifat berdosa. Salah satu buah roh yang disebutkan dalam Alkitab adalah sabar.
Sewaktu Musa sedang berbicara dengan Tuhan di atas gunung Sinai, orang-orang Israel menjadi tidak sabar dan menduga bahwa Musa mungkin telah mati, sebab ia tidak turun turun dari Gunung Sinai.
Ketidaksabaran mereka dalam menantikan Musa yang sedang berhadapan dengan Tuhan memunculkan ide keduniawian yang sesat. Mereka meminta Harun untuk membuat patung tuangan berupa anak lembu emas yang akan mereka jadikan sebagai tuhan yang akan disembah oleh mereka. Mereka berkata: “Mari, buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir – kami tidak tahu apa yang terjadi dengan dia.” (Keluaran 32:1b)
Kisah ketidaksabaran seperti orang-orang Israel ini secara esensi seringkali sama dihadapi oleh kita sekarang ini. Ada saat dalam hidup, dimana kita diuji dalam hal kesabaran oleh Tuhan. Adakalanya saat-saat penantian tersebut membuat sebagian orang untuk memilih jalan alternatif lain untuk memuaskan harapan dan keinginannya.
Ada orang-orang yang berbalik dari Tuhan dan mencari allah lain. Adapula yang melepaskan pengharapannya kepada Tuhan dan berharap kepada yang lain. Ada orang yang mencari jalan pintas karena tidak sabar menunggu jawaban Tuhan. Ada sebagian orang yang menjadi tidak peduli lagi dengan soal-soal iman dan malah mentertawakannya karena ia tidak sabar dalam ujian atau penderitaan.
Bagaimana dengan kita? Apakah ketika dalam penantian, kita senantiasa sabar? Sabar bukan hanya sekedar kesediaan untuk menunggu, melainkan juga kerelaan untuk tunduk kepada kehendak Tuhan.
Sabarlah dan bersukacitalah. Ada pengharapan yang pasti, dan ada rencana yang indah di dalam Tuhan.
Lambat Untuk Marah
Nats Alkitab:
Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; (Yakobus 1:19)
Dalam suatu perjalanan menuju sebuah gereja dimana saya akan menyampaikan khotbah tentang emosi negatif, saya melihat seorang bapak yang mengendarai motor bersama anaknya tepat di depan kendaraan saya. Bapak ini memakai kaos warna putih dengan tulisan yang dapat mengundang respon negatif.
Tulisan di kaosnya berisi hinaan kepada pendukung tim sepakbola yang bermarkas di Jakarta. Hinaan itu cukup ‘luarbiasa’, menyamakan pendukung tim itu dengan anjing, monyet, babi dan tempat sampah. Tidak heran pendukung kedua tim sepakbola ini seringkali tawuran bahkan rusuh dalam setiap pertemuan pertandingan akibat saling hina, saling memaki dan membenci satu sama lain, padahal masalahnya hanya sepele yaitu urusan sepakbola.
Jika kita mengalami hinaan dari orang lain bagaimanakah respon kita? Apakah kita marah dan membalas? Marah memang reaksi yang spontan dan wajar, namun bagi setiap orang yang hidup di dalam Kristus, respon kita haruslah berbeda. Tuhan Yesus berkata agar kita membalas kejahatan dengan kebaikan, mendoakan orang yang menganiaya kita dan memberkati orang yang mengutuk kita.
Nats Alkitab di atas berbicara tentang bagaimana seharusnya kita meresponi sesuatu. Hendaklah kita lambat untuk berkata-kata dan lambat untuk marah. Artinya adalah bahwa kita harus menahan emosi kita.
Salah satu buah Roh adalah kesabaran, dan lawan dari kesabaran adalah amarah (Galatia 5:19-21). Amarah kita tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah (Yak. 1:20). Dengan kata lain, amarah merupakan dosa.
Apakah saudara mengalami hinaan, ejekan, fitnah, atau aniaya? Sabarlah dan bersedialah untuk mengampuni sebagaimana Kristus telah memberikan teladan kasih, kesabaran dan pengampunan.
Membangun Bahtera Iman
Nabi Yeremia adalah seorang nabi yang dalam melaksanakan panggilan pelayanannya mengalami penolakan sehingga nampak seolah-olah pelayanannya tidak ada hasil. Selama 40 tahun dia berseru dan menyampaikan suara Tuhan namun tidak ada yang mau mendengarkan. Akibatnya bangsa Israel yang tidak mau mendengar itu dibawa ke pembuangan menuju Babel.
Sama halnya dengan Yeremia, demikian pula yang terjadi dengan Nuh, jauh sebelum nabi Yeremia lahir. Nuh, bukan saja membangun bahtera yang diperintahkan Allah, tetapi Alkitab menyebutkan bahwa Nuh adalah seorang pemberita kebenaran (2 Pet.2:5). Berarti, selama pengerjaan bahtera itu hingga hari dimana pintu bahtera ditutup saat hujan deras melanda bumi, selama itulah Nuh menyuarakan suara kebenaran yaitu firman Tuhan yang menyerukan agar semua manusia bertobat dari kehidupannya yang jahat. Berapa lamakah Nuh menjadi pemberita kebenaran, menyampaikan suara Tuhan, dan menyerukan pertobatan? 100 tahun lamanya. Alkitab mencatat bahwa Nuh diperintahkan membangun bahtera pada umur 500 tahun, dan pekerjaan itu selesai di usianya yang ke 600 tahun. Ada selang waktu yang begitu panjang, dimana Nuh berseru-seru, berkhotbah, menyampaikan suara Tuhan, yakni 100 tahun, tapi tidak ada satupun yang mau bertobat, kecuali 7 orang yaitu istrinya, 3 anaknya laki-laki, dan 3 menantunya perempuan. Yang selamat hanya Nuh dan keluarganya. Nuh sepertinya tidak berhasil, namun ia telah berhasil membangun bahtera dan menyelamatkan keluarganya.
Berapa tahun yang sudah kita jalani dalam mengerjakan pelayanan panggilan Tuhan? Berapa lama sudah kita berkhotbah, berseru tentang Tuhan dan firman-Nya? Apakah sudah lama tapi masih belum ada hasil? Nampaknya hanya berteriak di hadapan kursi-kursi kosong? Seolah berseru di hadapan lapangan besar yang hampa? Apakah pelayananmu terasa sia-sia dan tidak berhasil? Ingatlah Yeremia dan Nuh, yang terutama bukanlah bagaimana hasilnya, tetapi bagaimana kesetiaan dan kesabaran mereka dalam menjalankan panggilan Allah dalam hidup mereka.
Seperti Nuh yang berhasil membangun bahtera keselamatan itu, demikianlah bagi mereka yang setia dan sabar dalam melaksanakan panggilan Allah, meskipun secara lahiriah nampaknya tidak ada hasil, namun kalau tetap sabar dan setia pada panggilan Allah, dengan menyerukan suara firman Tuhan dan kabar Injil yang menyelamatkan, maka “bahtera iman” itu akan selesai pada akhirnya, dan keselamatan menjadi bagian yang terindah bagi para hamba-Nya yang sabar dan setia.
Sabarlah dan setialah, ada mahkota kehidupan menanti di penghujung jalan.