Terbelahnya laut Teberau menjadi mujizat yang diingat bangsa Israel dan dihubungkan dengan kepemimpinan Musa. Mujizat itu menjadi tanda adanya penyertaan Tuhan atas Musa dan bukti bahwa Musa memang dipilih oleh Tuhan untuk memimpin umat-Nya.
Setelah kematian Musa, Yosua menjadi penggantinya untuk memimpin bangsa Israel. Ia masih baru dan belum ada mujizat yang terjadi sebagai bukti bahwa ia disertai TUHAN. Mujizat merupakan bukti yang dinantikan oleh bangsa Israel sebagai legitimasi akan kepemimpinan seseorang. Saat itu, mungkin sebagian dari umat Israel ada yang meragukan kepemimpinan Yosua, namun mereka belum bersuara. Mungkin ada yang menganggap Yosua bukan apa-apa dibandingkan Musa. Kemungkinan semacam itu dapat terjadi mengingat bangsa ini begitu mudahnya menggerutu dan berbalik dari Tuhan.
Dalam kitab Yosua pasal 3, diceritakan tentang bangsa Israel yang hendak menyeberangi sungai Yordan. Pada saat itulah, TUHAN menunjukkan penyertaan-Nya atas Yosua. TUHAN berfirman kepada Yosua: “Pada hari inilah Aku mulai membesarkan namamu di mata seluruh orang Israel, supaya mereka tahu, bahwa seperti dahulu Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau.” (Yosua 3:7).
Pada saat imam pengangkat tabut yang berjalan di depan bangsa Israel mencelupkan kakinya ke dalam air di tepi sungai Yordan, sungai itu menjadi sebak sampai meluap sepanjang tepinya selama musim menuai. Air yang turun dari hulu melonjak menjadi bendungan hingga jauh sekali mencapai sebuah kota di sebelah Sartan. Sedangkan air sungai yang menuju ke Laut Araba atau Laut Asin menjadi terputus sama sekali.
Mujizat ini terjadi di awal kepemimpinan Yosua dan mengandung makna penting terhadap iman umat Israel dan juga Yosua secara pribadi. Bangsa Israel menjadi percaya bahwa TUHAN akan menyertai mereka di bawah kepemimpinan Yosua, seperti pada saat mereka dipimpin oleh Musa. Mujizat ini juga membuat Yosua menjadi semakin teguh akan panggilan TUHAN bagi dirinya untuk memimpin bangsanya.
Di dalam hidup kita, mungkin ada banyak hal yang tidak kita sadari sebagai sebuah mujizat, padahal sebenarnya TUHAN bekerja memberikan pertolongan demi pertolongan untuk membuktikan penyertaan-Nya bagi kita. Bila kita merenungkan dengan sungguh-sungguh maka kita akan menyadari bahwa sesungguhnya hidup kita ini adalah sebuah mujizat dari TUHAN. Perjalanan hidup kita pun merupakan suatu mujizat. Ada banyak hal yang kita lewati, kesulitan dan tantangan, namun kita dapat melaluinya dengan pertolongan Tuhan. Itu sudah cukup menjadi bukti bahwa TUHAN menyertai kita. Namun bila itu tidak cukup menguatkan iman saudara, ingatlah firman-Nya yang berkata: “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir jaman” (Matius 28:20). Inilah perkataan Tuhan kita Yesus Kristus. Dia Immanuel artinya beserta dengan kita senantiasa.
Ada satu makna lagi yang terambil dari kisah Yosua pasal 3, yakni ketika Tuhan berfirman kepada Yosua bahwa “pada hari inilah Aku mulai membesarkan namamu”. Hal ini berkaitan dengan penentuan dan penetapan Tuhan untuk membesarkan nama Yosua sebagai pemimpin. Kaitannya dalam kehidupan pelayanan atau kepemimpinan kita adalah :
“Tuhanlah yang menetapkan kapan saatnya pelayanan atau kepemimpinan kita akan dibesarkan oleh-Nya.” Mungkin saudara telah begitu lama melayani Tuhan dan merasa tidak ada perkembangan, tapi tetaplah melakukan pelayanan kepada Tuhan dengan setia, karena ada saatnya dimana Tuhan akan membuat saudara menjadi lebih besar. Prinsipnya adalah setia terus melayani Tuhan.
Dalam usaha apapun, ingatlah bahwa Tuhanlah yang mengangkat kita. Oleh karena itu, kebergantungan dan penyerahan kita kepada Tuhan menjadi hal yang penting. Ketekunan, kesetiaan, keteguhan dan kesabaran menantikan waktu Tuhan haruslah selalu kita miliki. Iman kepada Tuhan Yesus Kristus tidak akan sia-sia. Nama-Nya akan semakin besar dalam kehidupan kita, saat kita semakin dipakai oleh-Nya. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan Yesus Kristus.
Apa Yang Kupunyai Kuberikan Padamu
“Tetapi Petrus berkata: “Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan padamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!” (Kisah Para Rasul 3:6)
Orang lumpuh yang tiap hari duduk meminta sedekah kepada para pengunjung Bait Allah di Yerusalem, berharap akan diberikan uang oleh Petrus dan Yohanes, saat disuruh untuk menatap mereka. Ia tidak berpikir tentang kesembuhan dan ia sama sekali tidak mengira bahwa hari itu adalah hari dimana ia akan disembuhkan secara total dari kelumpuhannya.
Perkataan Petrus kepada orang lumpuh ini, merupakan perkataan yang didasarkan kepada keyakinan penuh akan otoritas kuasa Tuhan Yesus yang telah diterimanya sebagai rasul dan murid. Bukan sekedar sebuah perkataan sia-sia dari Petrus namun perkataan yang mengundang kuasa sorga.
Ia tidak memberikan uang, emas atau perak. Dari sini kita dapat menyadari bahwa emas dan perak tidak dapat menolong orang yang lumpuh ini. Banyak orang yang mengira bahwa uang adalah segalanya, emas adalah segalanya, harta adalah segalanya, tapi tidak menyadari bahwa uang, emas dan harta bukanlah segala-galanya. Ada saatnya dimana uang, emas dan harta tidak dapat menolong kita. Lagipula di saat-saat dimana sepertinya uang, emas atau harta telah menolong, sesungguhnya pertolongan itu bukanlah disebabkan oleh hal-hal itu, tapi hakikat pertolongan itu datangnya dari Tuhan, sang Pencipta.
Perkataan Petrus memposisikan emas dengan kuasa Allah secara berseberangan. “Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai kuberikan kepadamu”, demikian kata Petrus. Apa yang dimiliki Petrus? Kuasa Kristus. Bukankah kedua hal ini yang seringkali menjadi pertentangan berat dalam hati manusia yang menyebabkan mundurnya, jatuhnya, bimbangnya, dan murtadnya manusia dari Tuhan?
Uang, emas, harta duniawi, telah menyebabkan banyak orang terjatuh ke dalam jerat dosa dan ikatan duniawi. Nampaknya, harta duniawi lebih mempesona daripada kuasa dan hadirat Allah. Banyak orang jatuh dalam dosa kesombongan karena bergelimang harta sehingga menyepelekan kuasa Allah. Sebaliknya, banyak orang juga yang jatuh dan mundur karena merasa tidak mendapatkan pernyataan kuasa Allah dalam hidupnya. Padahal kuasa Allah sesungguhnya telah dan sedang bekerja di dalam kehidupannya.
Petrus bukanlah seorang hamba Tuhan yang bergelimang harta duniawi. Ia adalah seorang hamba Tuhan yang benar-benar mengandalkan hidupnya berlandaskan iman yang sungguh-sungguh kepada Tuhan Yesus Kristus. Sehingga di dalam hatinya tidak ada kebimbangan dan kekuatiran akan hari ini, esok dan nanti. Ia pun tidak bimbang ketika ada tantangan dalam pelayanan karena Ia percaya penuh kepada otoritas kuasa Kristus yang ada di dalam dirinya.
Seorang hamba Tuhan yang bimbang dan ragu akan soal penghidupan dan berbagai masalah kehidupan, perlu mengoreksi diri dan kembali kepada dasar iman. Benarkah kita telah beriman penuh kepada Kristus? Ataukah kita beriman setengah kepada harta kekayaan duniawi? Bukankah hidup itu bukan hanya soal makanan dan pakaian? Lalu mengapa kekuatiran masih ada? Bila diri kita sungguh-sungguh adalah anak-anak Tuhan, maka kita tidak akan kuatir dan takut dengan apapun juga, karena ada Tuhan yang kuasa-Nya selalu bekerja di dalam kita.
Pada akhirnya Petrus berkata kepada orang lumpuh itu, “Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!” Lalu orang lumpuh itu bangkit dan berjalan. Kuasa Tuhan dinyatakan melalui kesembuhannya. Masalah demi masalah bisa saja terjadi di dalam hidup kita, dari yang terkecil sampai yang terberat, tapi menghadapi masalah, kita tidak dapat mengandalkan harta duniawi sekalipun harta saudara mungkin banyak. Kita tidak dapat mengandalkan apa-apa selain daripada Tuhan Yesus Kristus. Berharaplah kepada Yesus Kristus yang sanggup melakukan segala perkara. Ketika masalah menerpa kita, berdoalah dan berkata-katalah dalam kuasa Tuhan. Perkatakan firman Tuhan dan kata-kata iman dengan penuh kepercayaan kepada Kristus.
Kita dapat menilai diri kita sendiri seberapa besar iman kita kepada Kristus saat kita berkata-kata, sebab akan terasa seberapa besar keyakinan dan seberapa besar kebimbangan dalam hati kita. Janganlah mendasarkan pada pikiran kita sendiri di saat kita berdoa dan memperkatakan kuasa iman dan firman itu. Tapi landaskanlah kepada Yesus Kristus. Dia sanggup melakukan segala perkata, kita tidak sanggup, tapi Yesus sanggup.
Masalah apa yang saudara hadapi? Hadapilah dengan kuasa otoritas Tuhan Yesus melalui perkataan mulut saudara. Amin.
Rela Memberi Persembahan Kepada Tuhan
Nats Alkitab:
“Maka siapakah pada hari ini yang rela memberikan persembahan kepada TUHAN?” (1 Tawarikh 29:5b)
Pasal 29 dari Kitab 1 Tawarikh berisi tentang sumbangan untuk pembangunan Bait Suci. Baik raja dan pembesar-pembesar maupun rakyat biasa dengan rela hati memberikan persembahan untuk pekerjaan pembangunan Bait Suci. Kesukaan mereka memberi persembahan didorong oleh kesukaan mereka akan hadirat dan pimpinan Allah dalam kehidupan mereka serta kesadaran bahwa semua yang mereka miliki adalah berasal dari Tuhan.
Sebuah grup di facebook mempermasalahkan tentang persepuluhan dan para anggota grup tersebut berselisih paham satu sama lain mengenai perlu atau tidaknya memberikan persepuluhan. Sebenarnya, apa yang disebut dengan persepuluhan itu mempunyai makna yang sama dengan apa yang ada pada 1 Tawarikh 29 yaitu suatu persembahan yang dilakukan dengan sukacita kepada Tuhan untuk mendirikan dan mempertahankan eksistensi pekerjaan Kerajaan Allah di muka bumi ini. Bila kita menyadari bahwa nafas hidup ini dan segala berkat yang kita miliki adalah berasal dari Tuhan maka kita akan malu kepada diri sendiri dan kepada Tuhan karena sesungguhnya segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia, untuk Dia dan kepada Dia saja.
Pasal 29 ini menggambarkan suatu sikap yang benar dalam memberi bagi pekerjaan Allah. Sebagai orang-orang yang telah ditebus oleh darah-Nya yang kudus, kita harus memiliki:
1) kesukaan dan komitmen kepada Kerajaan Allah
2) kesediaan untuk mempersembahkan diri dan milik kita kepada Allah
3) sukacita yang timbul dari memberi dengan sukarela
4) pengakuan bahwa segala yang kita miliki berasal dari Allah
5) kerendahan hati dan rasa syukur atas hak istimewa untuk mengambil bagian dalam maksud kekal Allah
6) motivasi memberi yang muncul dari hati yang tulus dan hidup yang benar
7) doa bahwa Allah berkenan untuk terus mengarahkan hati kita kepada kesetiaan yang kokoh kepada Dia dan pekerjaan-Nya di dunia
Perhatian sungguh-sungguh Raja Daud dan rakyatnya terhadap persiapan pekerjaan pembangunan Bait Suci mencerminkan kesukaan dan kerelaan mereka untuk memberikan seluruh hidup mereka bagi Allah.
Dalam zaman sekarang ini, pekerjaan-pekerjaan pelayanan Kerajaan Allah masih terus berlangsung. Penginjilan tidak akan berhenti sampai saatnya yang terakhir akan tiba, para pekerja di ladang-Nya, para prajurit Kristus akan terus lahir dan berjuang dengan setia oleh pimpinan Roh Kudus. Bagaimanakah respon kita terhadap gelombang pekerjaan Allah ini? Apakah kita menjadi bagian di dalamnya?
(Referensi: Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan)
Siap Sedia Selalu
Nats Alkitab:
Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan.
Tuhan memberikan berbagai karunia pelayanan dalam jemaat. Semua karunia tersebut haruslah dipakai untuk membangun diri sendiri dan jemaat. Pelayanan yang benar adalah pelayanan yang meninggikan dan memuliakan nama Tuhan serta membangun sesama.
Kita dapat melihat bagaimana karunia-karunia tersebut dipakai dalam kegiatan ibadah di gereja. Ada yang memimpin pujian, ada yang memberi kesaksian disertai perkataan hikmat, ada yang berkhotbah dengan pengajaran yang alkitabiah dan kuasa serta ada yang berdoa dengan penuh roh. Kesemuanya itu dipakai bersama untuk kemuliaan nama Tuhan.
Semasa kecil, saya sering mendengar adanya prinsip “5 Siap” di gereja yang berlaku untuk segenap pelayan dan jemaat Tuhan. “5 Siap” yang dimaksud adalah : Siap Berkhotbah, Siap Memimpin Pujian, Siap Bersaksi, Siap Berdoa dan yang terakhir adalah Siap Untuk Tidak Diberi Tugas.
Dari keseluruhan “5 Siap” ini, ada makna yang mendalam dari bagian siap yang terakhir. Banyak orang yang tidak mau ditunjuk untuk berdoa, bersaksi, memimpin pujian dan bahkan berkhotbah, karena tidak siap. Tapi ada juga orang-orang yang tidak siap untuk tidak diberi tugas pelayanan. Jadi, kalau tidak diberi tugas pelayanan maka akan merasa kesal atau kecewa.
Pernah ada kejadian dimana seorang pemain musik gereja marah kepada pemusik lainnya karena bukan dia yang diberi tugas bermain musik hari itu. Karena marah, ia menunjukkan sikap bermusuhan kepada pemain musik yang melayani. Hal ini janganlah terjadi dalam kehidupan pelayanan kita. Dari nats ayat di atas kita memahami bahwa semua pelayanan itu untuk memuliakan nama Tuhan, bukan diri sendiri.
Kita harus siap sedia melayani Tuhan dan juga siap untuk duduk mendengar. Seperti Maria yang mengambil bagian terbaik, ia duduk di dekat kaki Yesus dan mendengar firman-Nya. Marta memang melakukan hal yang baik, yaitu menyiapkan makanan, ia melayani, namun yang terbaik adalah berdiam diri di kaki Tuhan. (Lukas 10:38-42)
Bila kita tidak diberi tugas pelayanan di gereja atau di tempat pelayanan lainnya, maka ingatlah bahwa semua pelayanan itu untuk kemuliaan Tuhan dan ingatlah akan Maria yang telah memilih yang terbaik yakni berdiam dan mendengarkan firman Tuhan.
Tujuan Melayani TUHAN
Ada satu hal yang sangat menarik untuk kita ketahui bersama, saat saya menerima kedatangan seorang hamba Tuhan dari sebuah desa di daerah Jawa Tengah. Hamba Tuhan ini adalah seorang pendeta yang sudah melayani puluhan tahun, dan telah melalui berbagai pergumulan dalam kehidupan pelayanan, mengalami pasang surut dan suka duka namun semuanya membuatnya lebih sadar bahwa Tuhan selalu baik baginya.
Mencermati dan merenungkan berbagai fenomena pelayanan gerejawi di kota-kota besar saat ini, tingkat persaingan dalam pelayanan yang semestinya tidak ada karena kesatuan tubuh Kristus, maka ada beberapa hal yang perlu introspeksi dan kesadaran kita semua sebagai hamba Tuhan:
1. Tujuan Pelayanan Kepada Tuhan bukanlah untuk mengumpulkan orang sebanyak-banyaknya melainkan untuk memperkenalkan Kristus kepada sebanyak mungkin orang agar mereka mengenal Dia dan hidup di dalam Dia.
2. Fokus pelayanan bukanlah agar terjadi kultus individu dan penghormatan kepada diri sendiri atau seseorang. Fokus pelayanan kita adalah Yesus Kristus, agar setiap orang memandang kepada-Nya dan memuliakan Dia dengan takut dan hormat.
3. Pelayanan yang tidak terfokus pada Kristus akan menghasilkan jemaat yang kurang dalam hal kualitas iman, karena demi terkumpulnya banyak orang, banyak gereja telah memasukkan berbagai “entertainment” dalam aktifitas pelayanan untuk menarik dan memuaskan jiwa yang tidak mencapai kedalaman roh. Kualitas yang bagaikan “kulit kacang yang kosong”, hanya lahiriahnya yang bagus dan dalamnya hampa, mental “ikut-ikutan” yang tidak kokoh saat datang badai ujian, yang hanya ingin memuaskan telinga sesuai keinginan hatinya.
4. Semua orang, baik pelayan Tuhan maupun jemaat, yang mana semuanya adalah anak-anak Tuhan, wajib hidup sebagaimana Kristus hidup. (1 Yoh. 2:6) Fokus kita adalah Kristus, Kristus dan Kristus, tidak ada yang lain. Kasih kepada dunia, keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup akan menjauhkan kita dari Bapa sorgawi, dan menyebabkan hilangnya kasih kepada Bapa. Keterikatan duniawi harus dilepaskan, meskipun kita hidup di bumi, bekerja di bumi namun kita tidak boleh hidup secara duniawi melainkan fokus kepada Kristus.
Bagaimana dengan kehidupan pelayanan saudara? Apakah sedang bersama-sama membangun kerajaan Allah sesuai agenda-Nya ataukah sedang membangun kerajaan sendiri?
Jangan sampai terjadi, sebagaimana sudah diingatkan oleh seorang hamba Tuhan dari Korea Selatan, yang dibawa Tuhan ke neraka, dan disana ia menyadari keduniawiannya meski ia ada dalam pelayanan pekerjaan Tuhan, melayani sebagai gembala gereja yang besar dengan jemaat ribuan, lalu ia diberi kesempatan untuk hidup kembali dan bertobat, sebab selama ini ia mempunyai banyak mobil mewah dan rumah mewah juga barang-barang lainnya yang mewah serta gedung gereja yang megah dan mewah, tapi sayangnya Yesus Kristus berada di luar pintu kehidupannya.
Jangan sampai terjadi, pada saat terakhir Tuhan berkata: “Aku tidak mengenal engkau, enyahlah daripadaku kalian semua pembuat kejahatan!”
Mari kita kembali kepada kesederhanaan Kristus yang telah memanggil kita untuk melayani Dia dengan penuh ketulusan dan segenap hati.
Setia Dengan Sekolah Minggu
Seorang anak muda masuk ke Baptist College di Springfield, Missouri. Sebagaimana rata-rata anak seumurannya, dia belum begitu stabil dalam hal emosi dan begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam pikirannya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Pada tahun pertama kuliahnya disitu, ia mengalami sesuatu yang mengubah kehidupannya. Suatu kali, ia datang ke Gereja Baptis di High Street dan menanyakan apakah ia boleh mengajar Sekolah Minggu. Lalu kepadanya diberikan kesempatan untuk mengajar di sekolah minggu dengan jumlah anak hanya satu orang yang berumur sebelas tahun, dan juga diberikan sebuah buku ajar sekolah minggu untuk kelas umur sebelas tahun.
Selama kurang lebih empat minggu ia mengajar anak tersebut dan kemudian anak itu membawa satu orang temannya. Sekarang sudah ada dua orang anak. Tapi melihat jumlah anak yang diajarnya hanya dua orang, ia mulai tawar hati dan merasa putus asa. Lalu ia mendatangi pemimpin gereja dan mengatakan bahwa ia menyerah dan tidak akan melanjutkan lagi pelayanan sekolah minggu disitu.
Bapak pemimpin gereja itu berkata, “sejak awal sebenarnya saya tidak mau memberikan ijin untukmu mengajar sekolah minggu di tempat ini, karena menurut penilaian pertama saya tentang engkau, kelihatannya kamu tidak serius dan tidak bisa berkomitmen. Saya tidak yakin kamu akan berhasil dalam pelayanan ini, tapi meskipun saya merasakan hal tersebut, saya tetap memberikan kamu kesempatan untuk mengajar disini. Namun, sekarang terbukti benar bahwa kamu memang tidak layak untuk berada disini, jadi silahkan kembalikan buku pengajaran sekolah minggu itu.”
Saat mendengar perkataan pemimpin gereja, anak muda ini menjadi tersinggung dan marah dan berkata ia tidak akan mengembalikan buku ajar itu dan meminta agar diberi waktu untuk ia dapat berdoa dan minta tuntunan dari Tuhan mengenai perkara ini.
Anak muda ini kembali ke asrama kampus dan mulai berdoa. Ia meminta izin kepada dekan jurusannya agar ia dapat memakai ruang kosong di lantai 3. Dan setiap hari mulai jam 12.30 hingga jam 5 sore, ia berdoa disitu. Tuhan membuatnya hancur hati dan menyadari kegagalannya dalam hal kesetiaan melayani sebuah kelas sekolah minggu yang kecil, yang hanya terdiri dari dua orang anak. Saat-saat berdoa itu, ia disadarkan bahwa apabila ia tidak setia terhadap perkara-perkara kecil, maka Tuhan tidak akan memberkati dengan perkara-perkara yang besar. Anak muda ini pun berdoa untuk anak sekolah minggu yang dilayaninya, dan juga berdoa untuk keluarga dari anak itu, lalu ia berdoa pula untuk anak yang baru masuk ke sekolah minggu beserta keluarganya. Selanjutnya ia berdoa untuk dirinya sendiri dan kebutuhannya, serta memohon Tuhan menuntunnya ke jalan yang benar.
Ia mulai lagi semangat untuk melayani sekolah minggu dan berkomitmen untuk setia meskipun jumlah anak yang dia layani hanya dua orang. Hari berganti hari, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan, tidak terasa waktu berjalan dan tidak terduga olehnya, Tuhan menambahkan jumlah anak-anak yang ikut sekolah minggu di kelasnya.
Setiap hari Sabtu, anak muda ini pergi ke taman-taman bermain dan ke lapangan-lapangan kosong, mencari anak-anak seumuran sebelas tahun untuk diajaknya ikut ke sekolah minggu. Pada tahun itu juga, kelas sekolah minggu yang dilayaninya telah berisi 55 orang anak usia sebelas tahun,dan semuanya itu ia sadari karena pertolongan Tuhan semata.
Melalui pelayanan sekolah minggu ini, banyak anak-anak yang diselamatkan dan juga orangtua mereka serta teman-teman mereka, semua disebabkan oleh kesetiaan dan komitmen yang tinggi dari seorang anak muda yang mau melayani Tuhan.
(Diterjemahkan dari Signs of Times, “You are worthless”)
Layani Dengan Gratis
Santer terdengar berita tentang tokoh agama yang membuka praktik pengobatan alternatif untuk berbagai penyakit namun meminta imbalan uang jutaan rupiah dari pasiennya. Secara etika moral pelayanan maka hal seperti ini tidaklah dibenarkan, sebab apabila ia mengaku dapat menyembuhkan oleh karena Yang Kuasa, maka seharusnya ia tidak meminta bayaran. Dapat gratis harus memberinya juga gratis.
Pelayanan gerejawi pun harus mengedepankan sikap melayani tanpa pamrih. Para hamba Tuhan atau pelayan Tuhan mesti memiliki ketulusan dalam melayani orang lain. Bila mendoakan toko atau usaha yang baru dibuka, janganlah berpikir harus menerima “fee” dari pengusaha atau pemilik toko itu. Apalagi menuntut persembahan secara diam-diam dalam hati, bila melihat toko/usaha yang didoakan mengalami kemajuan.
Matius pasal 10 mulai ayat 5 bertutur tentang pengutusan para murid untuk melayani. Tuhan Yesus menekankan pentingnya bagi mereka untuk memberitakan tentang kerajaan sorga. Inti pelayanan haruslah kena-mengena pada perkara keselamatan sebab hal ini lah yang menjadi tujuan dari pelayanan para murid. Artinya, harus berfokus pada pewartaan Injil Kerajaan Allah kepada setiap orang yang dilayani agar mereka bertobat dan diselamatkan serta hidup dalam kasih karunia Allah.
Matius 10:8 mencatat perkataan Tuhan Yesus: “Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.“
Perintah untuk menyembuhkan yang sakit, membangkitkan orang mati, mentahirkan orang kusta dan mengusir setan-setan, tentu berhubungan dengan pelimpahan kuasa dan karunia untuk melayani, sehingga para murid yang diutus dapat memanifestasikan mujizat dan kuasa Allah dalam pelayanan mereka. Dalam hal ini, para hamba Tuhan, tidak terbatas pada orang-orang yang menyebut dirinya pendeta, gembala, atau rasul bahkan nabi, -jadi semua orang percaya yang adalah juga hamba Tuhan – diperlengkapi dengan karunia-karunia oleh Roh Kudus untuk dipakai dalam melayani orang lain. Dan karunia-karunia itu haruslah dipakai secara kontinu dalam pelayanan.
Perintah untuk melayani orang lain dengan menggunakan karunia dan kuasa sorgawi itu disertai juga perintah untuk memberinya secara cuma-cuma.
Tuhan Yesus mengatakan bahwa semua kuasa itu diberikan kepada mereka secara cuma-cuma alias gratis, jadi haruslah diberikan pula dengan cuma-cuma.
Para hamba Tuhan haruslah memiliki sikap yang demikian. Jangan menuntut persembahan dari orang yang dilayani melainkan berusahalah untuk melayani mereka setulus-tulusnya dengan karunia dan kuasa Allah yang dimiliki.
Rasul Paulus memberi contoh melayani tanpa menuntut pemberian dari jemaat yang ia layani meskipun ia layak untuk itu bahkan meskipun harusnya ia dicukupkan dengan “upah sebagai pemberita Injil”. Namun, rasul Paulus tidak menuntut upahnya itu melainkan berupaya untuk dapat mencukupi kebutuhannya sendiri agar supaya Injil dapat diterima dan tidak dipermalukan.
Para hamba Tuhan, pendeta, gembala, semua kita orang percaya harus memiliki karakter pelayanan sorgawi yang tulus seperti Tuhan Yesus, tanpa motif-motif ekonomi atau yang lainnya.
Tuhan Yesus menyebut diriNya sebagai gembala yang baik (Yoh. 10:11) yang menunjukkan bahwa diriNya adalah Sang Gembala, yaitu Tuhan Allah pencipta langit dan bumi, yang menuntun segenap umatNya. Sekaligus ayat tersebut, bila kita baca kelanjutannya, menunjukkan kriteria seorang gembala yang baik dan kriteria gembala upahan.
Seorang gembala yang baik punya sikap rela berkorban nyawa, mengasihi domba dan mencari yang terhilang serta melakukannya tanpa pamrih, domba-domba mengenal suaraNya dan Ia mengenal domba-dombaNya.
Tapi, kriteria gembala upahan adalah mempunyai motif ekonomi dalam melayani, mempunyai motif pengagungan diri sendiri, pengkultusan terhadap dirinya, dan ia tidak mengenal domba-dombanya, serta menuntut sesuatu apakah itu persembahan atau “fee” atau apapun namanya.
Kembali lagi ke konteks awal dari apa yang disampaikan disini, melayani Tuhan dan sesama haruslah dengan sikap yang tulus dan tanpa menuntut pemberian apapun. Layanilah mereka yang miskin dan menderita, jangan hanya yang kaya saja. Semua orang harus dilayani dengan pelayanan yang terbaik secara cuma-cuma.
Marilah kita miliki semangat melayani seperti Yesus yang mengutamakan orang lain dan rela berkorban. Karunia apapun yang kita miliki dari Tuhan, baiklah dipakai untuk kemuliaan nama Tuhan serta untuk pewartaan Injil Kerajaan Sorga bagi semua orang.
Roh Kudus akan memampukan kita. Tuhan Yesus memberkati kerja dan pelayanan kita semua. Haleluya.
(BT)