Gereja Yang Diakonal

G. Riemer mengatakan dalam bukunya “Jemaat Yang Diakonal”, “Ibadah yang murni mencakup diakonia yang diawali dari jemaat sendiri selanjutnya ke luar jemaat sampai ke ujung bumi.” Selanjutnya dikatakan : “Gereja yang tidak diaconal adalah gereja yang mati;    mengabaikan karunia-karunia Allah dan belum sungguh-sungguh menghayati Kasih Kristus.
Apa yang dikatakan oleh Riemer merupakan teguran kepada gereja-gereja masa kini, yang fokus pelayanannya tidak lagi seimbang antara khotbah dan pelayanan orang miskin.  Kalau gereja hanya mengadakan kegiatan ibadah berisi liturgi yang menarik dan khotbah yang berapi-api, tanpa pelayanan kepada orang miskin, sama saja tidak punya arti atau tidak murni.
Tetapi, ketika pelayanan diakonia dilakukan dengan sebenar-benarnya, maka disitu nampak ibadah yang murni.
Banyak gereja yang menolak kehadiran orang miskin, karena dianggap akan menjadi beban, sehingga yang berkumpul hanya orang-orang kaya saja. Jemaat yang miskin pun merasa risih dan menangkap nuansa penolakan itu hingga akhirnya mundur dari gereja.  Padahal Tuhan Yesus sendiri sangat memperhatikan orang-orang miskin.
Gereja yang megah dan mewah dengan para majelis dan pendeta yang hebat sekalipun, akan tetap hampa dan kosong tak berguna bila tanpa pelayanan diakonia.  Gereja harus memiliki dampak kepada masyarakat dimulai dengan jemaatnya. 
Jemaat kristen mula-mula menunjukkan bagaimana seharusnya pelayanan diakonia itu.  Mereka saling bantu, yang kaya membantu yang miskin. Bahkan jemaat miskin yang dilayani Paulus pun mau membantu dengan apa yang ada pada mereka.  Intinya adalah saling tolong menolong, dan mengupayakan kemandirian setiap orang.
Diakonia bukan hanya bersifat karitatif, berupa pemberian bantuan, tapi bisa bersifat reformatif yang dapat memberdayakan mereka yang miskin agar dapat berusaha dan mandiri serta nantinya akan menjadi berkat bagi gereja dan sesamanya.
Mengabaikan orang miskin berarti mengabaikan jiwa-jiwa yang dikasihi Allah. Bukan hanya itu, tetapi mengabaikan orang miskin berarti pula mengabaikan potensi yang ada pada mereka serta potensi gereja.  Jangan pandang orang miskin sebagai beban, tetapi mereka adalah potensi-potensi gereja baik masa kini maupun masa datang. 
Orang kaya yang menutup mata pada orang miskin berarti lupa bahwa dulunya ia adalah juga miskin, atau lupa bahwa dulunya orangtuanya juga miskin atau lupa bahwa kakek neneknya dulu miskin.  Tidak ada orang kaya yang tidak melalui kemiskinan dan keterbatasan hidup.
Kasih Kristus itu bagi semua orang. Sebagaimana Kasih Kristus diberikan untuk semua orang percaya melalui kesengsaraan, kematian dan kebangkitannya yang menang atas maut, biarlah kasih kita juga sebagai orang-orang yang telah ditebus oleh-Nya, terpancar melalui pelayanan diakonia.