Pesan Untuk Gembala

Menjadi seorang gembala merupakan tugas yang mulia yang langsung bertanggung jawab kepada Allah.  Gembala yang dimaksud disini bukanlah gembala yang menggembalakan binatang atau hewan, akan tetapi dalam pengertian ‘gembala’ sebagai orang yang harus membimbing umat Tuhan, yang diibaratkan sebagai domba-domba Allah. 
Istilah gembala dan domba yang dipakai untuk menganalogikan Allah sebagai gembala dan umat-Nya sebagai domba, sudah muncul dalam Perjanjian Lama. Bahkan kita mengenal salah satu Mazmur dari Raja Daud yang terkenal, yaitu Mazmur 23, yang diberi judul ‘Tuhan, gembalaku yang baik’.  Dalam Mazmur ini, Daud mengibaratkan umat Tuhan sebagai domba-domba yang digembalakan oleh seorang gembala yang baik, yaitu Allah sendiri. 
Tugas-tugas seorang gembala yang baik dapat kita lihat dalam Mazmur 23, yang membimbing dan menuntun serta menjaga domba-domba dengan penuh kasih.  Karya seperti inilah yang harus dikerjakan dan dihasilkan dalam kehidupan pelayanan seorang gembala.  Gembala berbeda dengan peternak, konsep kedua kata ini sangat berbeda.  Memang peternak bisa saja langsung merupakan seorang gembala, namun seringkali pekerjaan ini dibedakan.  Gembala adalah gembala saja, sedangkan peternak bukanlah gembala.
Untuk mengerti hal ini, saya akan memberikan sebuah contoh.  Suatu kali, seorang dosen saya dulu menceritakan tentang kehidupannya di Australia.  Salah satu cerita yang dia sangat tekankan adalah ketika dia menjadi seorang gembala domba di sebuah peternakan.  Ia melakukan pekerjaan ini karena membutuhkan uang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya disana. Maklum sebagai seorang mahasiswa disana, apalagi mahasiswa S2, plus dengan keluarga, membutuhkan biaya yang cukup besar. Nah, setelah menggembalakan domba-domba tersebut selama beberapa waktu, ia menjadi begitu sayang dengan domba-domba tersebut.  Namun, tiba-tiba pengusaha peternakan itu menjual domba-dombanya kepada pembeli.  Saat itu dia merasa marah, dan rasanya ingin mencegah transaksi penjualan itu.  Disinilah bedanya peternak dan gembala.  Jadi, sebenarnya dalam penggambaran tentang gembala dan domba dalam Alkitab, saya memahami bahwa maksudnya disitu adalah gembala dalam arti gembala saja, dan bukan peternak.  Jadi, seorang gembala tidak memikirkan keuntungan, melainkan sebaliknya justru mau berkorban.
TUHAN Yang Memanggil dan Menetapkan
Salah satu hal yang harus selalu disadari oleh seorang gembala adalah bahwa tugasnya sebagai gembala merupakan sebuah panggilan ilahi dan bukan pekerjaan sembarangan.  Tuhan pula yang menetapkan seseorang sebagai gembala. Efesus 4:11 berkata:”Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar,”  dan dalam Kisah Para Rasul 20:28 disebutkan: “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah-Nya sendiri.”
Jadi, gembala adalah tugas yang mulia karena merupakan panggilan Allah atas seseorang untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.  Tuhan Yesus lah yang menetapkan seseorang menjadi gembala.  Menjadi gembala tidak boleh karena motivasi lain selain daripada adanya panggilan Allah yang kuat dalam hidup.
Syarat Utama Seorang Gembala
Alkitab memberikan beberapa kriteria bagi seorang gembala berkenaan dengan hidupnya, yang intinya adalah hidupnya haruslah tidak bercacat cela secara moral dan memiliki keluarga dan rumah tangga yang baik, menjadi teladan dalam keluarga serta memiliki karakter yang dihasilkan okeh buah-buah Roh dalam kehidupannya.
Namun, syarat utama bagi seorang gembala dapat kita lihat dan baca dalam Yohanes 21:15-17.  Dalam ayat-ayat tersebut, Tuhan Yesus menanyakan kepada Simon Petrus, apakah ia mengasihi Tuhan Yesus dengan segenap hatinya.  Pertanyaan yang sama dilontarkan sampai 3 kali kepada Petrus.  Dan ketika Petrus menjawab bahwa ia mengasihi Tuhan, maka Tuhan Yesus berkata:”gembalakanlah domba-dombaku!”
Memang dalam ayat ini, kita dapat menyadari bahwa manusia seringkali gagal mengasihi Allah dengan kasih agape, karena dari mulut Petrus keluar respon kesanggupan mengasihi sebatas kasih phileo, bukan kasih sejati yang rela berkorban. Namun, ketidaksanggupan Petrus yang dengan jujur diungkapkan, tidak membuat Tuhan Yesus marah dan menganggapnya tidak layak untuk menerima tugas menggembalakan umat Tuhan.  Sebaliknya, Ia menghargainya dan memberinya kemampuan untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang gembala.
Perhatikan disini baik-baik bahwa syarat utama seorang gembala adalah mengasihi Tuhan Yesus dengan sungguh-sungguh.  Tuhan tidak menuntut hal-hal lain, selain kasih kepada-Nya dengan segenap hati.
Kasihilah Tuhan Yesus dengan sungguh, maka kita pasti dapat mengasihi jiwa-jiwa yang tersesat dan yang perlu digembalakan, tanpa menuntut tetapi memberi hidup kita, tanpa mengeluh tapi menjalankannya dengan bersukacita, tanpa hitung-hitungan tapi dengan rela berkorban, tanpa keinginan menjadi yang dipuji tetapi rela dicemooh dan disepelekan, dan yang menjadikan Tuhan Yesus sebagai yang utama dan mulia dalam pelayanan, sehingga segala pujian dan kemuliaan bukan bagi diri sendiri tapi bagi Tuhan.
Kiranya Roh Kudus memampukan kita untuk menjadi gembala yang baik seperti Gembala Agung kita yakni Tuhan Yesus Kristus, sampai garis akhir, dan kita mendengar suara: “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan Tuanmu.”
Tuhan Yesus memberkati kita semua, amin.