Setelah tiba di tempat itu Ia berkata kepada mereka: “Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.”
Kemudian Ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya, lalu Ia berlutut dan berdoa, kata-Nya:
“Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.”
(Lukas 22:40-42)
Bacaan Alkitab: Lukas 22:39-53
Di Taman Getsemani, Yesus Kristus dan para murid datang, di malam sebelum Ia diserahkan kepada pemuka agama Yahudi, untuk diadili.
Disini, ada pesan Tuhan kepada para murid, agar mereka berjaga-jaga dan berdoa. Yesus mengetahui bahwa saatnya sudah semakin dekat untuk mati disalibkan. Pergumulan-Nya sebagai seorang manusia terjadi disini, antara ketaatan kepada Bapa atau kehendak-Nya pribadi. Namun, ini merupakan suatu catatan kisah untuk menjadi pelajaran bagi kita mengenai keberserahan penuh kepada Bapa.
Tuhan Yesus mengalami masa-masa dimana Ia “dicobai”, di tempat ini. Seperti Adam dan Hawa ketika dicobai oleh Ular di taman Eden, Yesus Kristus pun “dicobai”, antara memilih kehendak Bapa atau kehendak diri sendiri. Adam menjadi manusia pertama yang membawa seluruh umat manusia masuk ke dalam penghukuman Allah, karena dosa. Adam gagal untuk mempertahankan kemuliaan Allah dalam dirinya dan memilih untuk meninggikan dirinya setara dengan Allah.
Tidak demikian dengan Yesus Kristus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2:6-8)
Yesus Kristus tidak gagal dalam mentaati kehendak Allah Bapa. Dia menanggalkan keinginan-Nya pribadi dan memilih untuk mentaati kehendak Bapa. Ketaatan seperti inilah yang seharusnya dilakukan Adam pada mulanya, namun ia gagal. Yesus Kristus rela dihina dan direndahkan hingga serendah-rendahnya. Ia tidak membiarkan keangkuhan merajai diri-Nya. Ia adalah pribadi yang sangat rendah hati. Sekalipun Ia memiliki kuasa untuk melakukan apa pun, tapi Ia tidak menggunakan kuasa itu untuk menghindari salib. Perhatikanlah, betapa bedanya yang terjadi dengan manusia, yang apabila telah memiliki kuasa sedikit saja, sombongnya minta ampun. Kekayaan sering sekali membuat manusia jatuh dalam dosa kesombongan, karena menganggap dirinya berkuasa oleh karena kekayaan itu, sehingga merendahkan orang lain, bukannya merendahkan dirinya sendiri. Tidak seperti Tuhan Yesus yang sekalipun kaya di dalam segala sesuatu, karena Ia adalah pencipta dari segala sesuatu, tapi Ia tidak sombong melainkan MERENDAHKAN DIRI-NYA. (Ingatlah bacaan Yohanes1:1-14, bahwa Yesus sang Firman itu telah ada sebelum dunia dijadikan, dan Ia menciptakan segala yang ada, Ia adalah Allah).
Godaan terbesar manusia dalam situasi pencobaan adalah menanggalkan keakuan atau ego yang dianggap sebagai sebuah harga diri. Harga diri atau martabat atau harkat yang seringkali kita dengar dan digaungkan sehingga kita lupa bahwa Allah telah memberikan teladan yang begitu luar biasa, bagaimana Ia menanggalkan harkat dan martabat-Nya sebagai Allah, dan mau merendahkan diri-Nya menjadi seorang hamba, bahkan menjadi “terkutuk” di atas kayu salib.
Belajarlah dari Tuhan Yesus, tentang ketaatan penuh dan keberserahan kepada Allah Bapa. Bukan kehendak kita yang jadi, melainkan kehendak Bapa lah yang jadi. Biarlah kita merendahkan diri, seperti Kristus telah merendahkan diri. Sebab orang yang merendahkan diri akan ditinggikan Tuhan, dan orang yang taat pada Tuhan, menjadi layak dan berkenan di hadapan-Nya.