Pengadilan adalah sebuah institusi yang Allah ijinkan di bumi untuk mengadili perkara yang terjadi di antara manusia. Salah satu ciri pengadilan yang sesuai kehendak Allah adalah tidak memandang bulu atau tidak memihak.
Tugas untuk mengadili diemban juga oleh Musa ketika ia memimpin bangsa itu keluar dari Mesir. Allah memberikan kepadanya otoritas untuk mengadili bangsa Israel.
Pelajaran yang kita peroleh dari kisah dalam Ulangan pasal 1 adalah agar tidak memihak dan tidak pandang bulu. Tidak boleh ada diskriminasi dalam mengadili atau menilai sesuatu perkara.
Ayat ini cocok bukan saja untuk pengacara, jaksa atau hakim, walaupun memang mereka sangat erat hubungannya dengan itu, karena pekerjaan mereka, namun berlaku juga bagi kita semua dalam menilai suatu perkara atau kejadian dalam hidup kita.
Bukankah kita sering memihak dan memandang bulu? Kita sering menjadi hakim dan mengadili orang lain dalam pembicaraan atau sikap kita. Ketidaksukaan karena suku, ras atau agama, ketidaksukaan karena latar belakang, kondisi ekonomi, gaya berpakaian, budaya atau adat serta perilaku seseorang, membuat kita tidak netral dan cenderung tidak adil dalam menilai orang lain.
Ulangan 1:17 berkata
“Dalam mengadili jangan pandang bulu. Baik perkara orang kecil maupun perkara orang besar harus kamu dengarkan. Jangan gentar terhadap siapapun, sebab pengadilan adalah kepunyaan Allah. Tetapi perkara yang terlalu sukar bagimu, harus kamu hadapkan kepadaku, supaya aku mendengarnya.”
Marilah kita bersikap seperti yang dikehendaki dalam ayat ini. Apapun posisi dan jabatan kita, biarlah kita tidak memihak dengan pandang bulu. Kita harus menegakkan keadilan dan kebenaran, ya katakan ya dan tidak katakan tidak.