Memasak dan menyediakan makanan buat keluarga terkadang dirasa sebagai beban, padahal itu adalah suatu pelayanan. Sebagian ibu merasa dirinya sebagai pembantu apabila mengerjakan pekerjaan rumah tangga, padahal tidaklah demikian.
Sebagian bapak lebih lagi, merasa tidak pantas untuk mencuci piring, memasak atau membersihkan dapur karena menganggap itu adalah pekerjaan perempuan.
Tapi, apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, kiranya dapat mengubah kita. Dia berkata dalam Lukas 22:27, “Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan.”
Yesus menempatkan diri-Nya sebagai pelayan bagi semua. Ia tidak mau menjadikan diri-Nya sebagai yang utama, tetapi merendahkan diri-Nya di hadapan orang lain. Kata pelayan di dalam ayat ini, dalam bahasa Yunani, aslinya tertulis sebagai “diakonon” yang terkait dengan kata “diakonia”. Diakonia mengandung arti “melayani meja makan.” Namun, arti yang dalam dari kata ini adalah menjadikan diri sebagai hamba dan pelayan bagi orang lain. Tidak mencari posisi untuk menjadi yang terbesar, tidak punya ambisi jabatan dan gengsi, itulah sikap seorang diakonon atau pelayan.
Jadi, bila Tuhan Yesus saja mau melayani meja, mau menjadikan diri-Nya sebagai hamba dan pelayan bagi yang lain, maka baiklah kita juga hendaknya meneladani Yesus dalam keseharian kita.
Jangan merasa diri rendah ataupun kecewa bila mengerjakan tugas atau pekerjaan yang nampaknya kecil dan rendah. Sebab melayani adalah habitus dari setiap orang yang beriman kepada Kristus. Melayani bukan hanya di dalam gedung gereja, tapi melayani yang sejati lahir dari hati dan diimplementasikan dalam segala aspek kehidupan kita, dimulai dari rumah.