Desain Yang Presisi

Struktur tubuh manusia beserta organ-organnya, dari kepala sampai kaki, merupakan suatu mujizat dari mahakarya desain yang presisi, yang berkaitan dengan teknik dan produksi.  Setiap bagian tubuh kita yang terkecil sekalipun, mempunyai mekanisme yang sangat luar biasa mengagumkan.
Organ-organ yang terpenting melakukan kerjasama rapi yang sangat ajaib, yang mana untuk menjelaskannya secara detail akan menjadi ribuan buku tebal untuk tiap-tiap hal secara detail.
Dalam sepersekian detik, ketika anda membaca satu kata dalam tulisan ini, sumsum tulang belakang memproduksi lebih dari seratus ribu sel darah merah.
Betapa luar biasanya tubuh yang Tuhan ciptakan.  Betapa luar biasa dan ajaibnya Tuhan.
“Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hatiku, aku mau menceritakan segala perbuatan-Mu yang ajaib;” (Mazmur 9:1)

Lebih Baik Menyanyi

Aku akan memuji-muji nama Allah dengan nyanyian, mengagungkan Dia dengan nyanyian syukur. (Mazmur 69:31)
Seorang psikolog mendengarkan dengan seksama cerita dari pasiennya yang sedang berkonsultasi padanya, seorang ibu yang sedang menghadapi begitu banyak masalah dan penderitaan dalam hidupnya. Wajahnya mengguratkan kegelisahan, kecemasan dan kesedihan yang mendalam saat menyampaikan permasalahan hidupnya.
Sang psikolog, kemudian berkata, “Ibu, engkau boleh menangis atau menjerit berteriak untuk menghilangkan beban masalah ibu. Kalau mau marah juga silahkan, tidak apa-apa, keluarkan saja semuanya supaya ibu lega.  Luapkan saja semua emosi ibu, supaya ibu bisa menjadi tenang.  Masalah yang ibu hadapi memang luar biasa beratnya.”
Ibu itu kemudian terdiam, matanya seperti sedang memikirkan sesuatu, dan kemudian ia berkata kepada psikolognya, “Pak, trimakasih buat saran bapak, tapi setelah saya pikir dan renungkan perkataan bapak, saya memutuskan untuk tidak mengikutinya.  Saya akan melakukan hal yang lain, saya ingin menyanyi dan menyembah Tuhan, karena saat saya menyembah Tuhan maka hati saya akan mendapatkan ketenangan.”
Nats Alkitab di atas adalah petikan Mazmur dari raja Daud.  Ketika Daud mengalami berbagai situasi sulit dalam hidupnya, ia memuji Tuhan.  Di saat orang lain mungkin bersungut-sungut dan berputus asa di saat menghadapi kesulitan yang sama, Daud lebih memilih untuk menyanyi menyembah Tuhan.
Bagaimana dengan kita? Apakah di saat kita sedang di dalam persoalan, kita terjerembab dalam keputusasaan? Mari bangunlah dan bernyanyilah sebab ada kuasa Tuhan dalam setiap pujian yang kita naikkan dengan penuh ketulusan dan kesungguhan. (BT)
Doa:
Bapa sorgawi, ajarku untuk selalu bersuka di dalam-Mu, memuji nama-Mu yang Kudus, dan mengagungkan Engkau sebab perbuatan-perbuatan-Mu ajaib bagiku.  Terkadang aku tidak memahami maksud dan rencana-Mu, namun satu hal aku mengerti bahwa Engkau selalu ada bersamaku dan Engkau layak untuk dipuji dan disembah. Aku mau bersorak memujimu, Haleluya. Amin.

Shampo dan Kemasannya

tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.
(1 Petrus 3:4)

Shampo anak-anak di kamar mandi sudah habis, karena itu saya merencanakan pergi ke minimarket untuk membeli shampo lagi.  Si kembar minta ikut kesana, mereka berdua selalu ingin ikut bila saya pergi.  Setiba di minimarket, saya mulai mencari barang-barang lain yang diperlukan sebelum membeli shampo.  Setelah itu, saya menuju ke bagian shampo-shampo.  Rupanya si kembar sudah memegang sebuah shampo di tangan mereka.  Kemasannya begitu bagus, warnanya pink dan bergambar Barbie, kesukaan mereka.   “Beli yang ini ya Pa…ya?”, pinta mereka dengan penuh harap.
Saya memperhatikan kemasan luar shampo itu dan mencari nama produsen serta merknya, tapi tidak ketemu.  Setelah itu, saya pun membuka kemasan dan melihat isi di dalamnya.  Ternyata isinya adalah shampo abal-abal.  Saya pun memutuskan tidak membeli shampo itu untuk menghindari iritasi dan efek negatif pada kulit kepala mereka.
Peristiwa ini kemudian memberikan suatu makna, kita semua ibarat shampo dan kemasannya.  Kemasan luar adalah keadaan jasmani kita yaitu apa yang nampak diluar, dan isi kemasannya adalah tubuh rohani kita, harta yang paling berharga di dalam.  Banyak orang yang memperindah kemasan, tapi melupakan isi kemasan.  Nats Alkitab di atas berbicara bahwa kita harus memperhatikan yang batiniah lebih daripada yang lahiriah.  Dunia memandang rupa, tetapi Tuhan melihat hati.
Marilah kita memperindah bagian dalam diri kita yakni yang batiniah agar kita dapat senantiasa berkenan kepada Tuhan, karena itulah yang paling berharga. (RHNK-BT)
Doa:
Tuhan Yesus, trimakasih untuk pengertian yang telah Engkau berikan pada hari ini.  Seringkali kami lupa untuk mengutamakan yang batiniah dan lebih memperhatikan tubuh jasmani serta penampilan luarnya saja.  Segala kecantikan, ketampanan, keberhasilan dan ketenaran hanyalah kesia-siaan bila kami tidak berkenan secara batiniah di mata-Mu.  Tolonglah kami yang Roh Kudus agar kami menjadi pribadi yang mulia dan berharga seturut kehendak-Mu.Amin.

Dengan Sepenuh Tenaga

“Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga,” (Pengkhotbah 9:10)
Sebuah foto sederhana yang obyeknya adalah sebuah kentang dengan bentuknya yang masih alami, dan disana-sini nampak semacam kotoran tanah yang acak, laku seharga 1,5 Miliar US Dollar.  Kevin Abosch, sang fotografer, sudah lama menggeluti fotografi dan sangat berpengalaman di bidang ini.
Kita tentu heran, bagaimana bisa foto sederhana itu bisa laku semahal itu?  Kita tidak pernah tahu hal itu, karena menilai suatu seni tidak ada batasannya. Namun kita dapat belajar dari Kevin, tentang ketekunan dan kesungguhan dalam menggeluti pekerjaannya.
Ayat di atas mengajar kita untuk mengerjakan pekerjaan yang dapat kita kerjakan dengan sekuat tenaga.  Sekuat tenaga berarti dengan sungguh-sungguh dan maksimal. Bila kita telah bersungguh-sungguh, maka soal hasilnya kita serahkan kepada Tuhan.  Dari Tuhanlah datangnya berkat, akan tetapi kita harus bersungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan kita.

Harapan Yang Terkabul

Seorang ibu hamil yang akan segera melahirkan, dibawa masuk ke sebuah ruang bersalin. Di ruangan itu, di hadapannya tergantung sebuah salib di dinding.   Ibu ini mengatakan kepada suster untuk menurunkan salib itu.  “Saya tidak punya wewenang untuk itu, bu,” kata suster.
“Mana manajer rumah sakit ini? saya mau bicara!” kata ibu yang hamil itu.
Sang manajer tiba dan setelah mengetahui keinginan ibu tersebut, ia menjawab bahwa ia tidak dapat menurunkan salib itu karena tidak punya otoritas untuk melakukannya.
Ibu ini kemudian mengatakan bahwa suaminya adalah seorang anggota polisi dan akan datang segera, dan ia pasti akan menyuruh pihak rumah sakit untuk menurunkan salib itu.

Kemudian, suaminya datang dan melihat salib  di ruang bersalin istrinya, ia menjadi marah dan minta agar salib itu diturunkan.  Ia pergi ke pihak yang berwenang di rumah sakit itu dan mengatakan bahwa ia tidak mau bayinya melihat salib itu saat lahir.  Perdebatan serius masih sedang terjadi, ketika ibu tersebut merasakan akan segera melahirkan. Para suster dan dokter segera menolong persalinannya.  Bayi itu pun lahir, tapi sayangnya, bayi itu buta.
Harapan orangtua bayi ini menjadi terkabul karena bayi itu tidak dapat melihat salib yang ada di dinding rumah sakit.
Berhati-hatilah dengan keinginan dan harapan kita sebagai orang tua.  Doakanlah yang terbaik bagi anak-anak kita, agar mereka senantiasa diberkati dan dilindungi oleh Tuhan.
Bacaan Alkitab: Keluaran 14.
Pelajaran: Berhati-hatilah dengan perkataan dan keinginan hati yang lahir dari kebebalan dan ketidakpercayaan kepada Tuhan.  Bangsa itu berkata yang sembarangan dan hal itu terjadi kepada mereka.  Menghormati Tuhan dan beriman kepada-Nya dengan sepenuh hati merupakan hal yang sangat penting.

Kapal Yang Tidak Bisa Tenggelam

Saat kapal Titanic tenggelam, seorang penginjil dari Amerika sedang berada di Belfast, Irlandia.  Kapal Titanic dibuat di Belfast, dan penduduk disana merasa bangga karena pembuatan kapal yang megah itu.
Kapal Titanic disebut-sebut oleh para pembuatnya sebagai kapal yang tidak bisa tenggelam.  Enam belas anggota jemaat gereja di Belfast, yang adalah para ahli mekanik berpengalaman, ikut naik kapal Titanic dalam perjalanannya yang pertama itu.
Walikota berkata bahwa Belfast tidak pernah mengalami dukacita semacam ini sebelumnya, seperti yang saat itu terjadi ketika kapal Titanic yang menjadi kebanggaan, tenggelam ke dasar laut.
Ketika berita tenggelamnya Titanic telah terkonfirmasi dan dipastikan benar, dukacita menyelimuti kota Belfast.  Orang-orang saling berpegang tangan saat bertemu di jalanan dan menangis.
Hari minggu setelah peristiwa itu, sang penginjil itu berkotbah di gereja.  Gedung gereja penuh sesak.  Ada disana para bangsawan, dan pendeta-pendeta dari berbagai denominasi.  Di antara jemaat yang hadir, terdapat keluarga dari para korban yang merupakan ahli mekanik dari kapal itu.
Penginjil itu berkhotbah tentang “Kapal yang tidak bisa tenggelam.”  Tapi, ia tidak sedang berbicara tentang Titanic, yang dalam perjalanan pertamanya saja sudah langsung tenggelam.
Penginjil itu berbicara tentang kapal yang lain, ya, kapal yang tidak bisa tenggelam, yang diambil dari Alkitab, yaitu tentang sebuah kapal di danau Galilea.  Kapal kecil yang kita sebut sebagai perahu.   Perahu itu tidak pernah bisa tenggelam karena ada Sang Master, Tuhan dari segala daratan dan lautan.  Sang Master itu, yakni Yesus Kristus, sedang tertidur saat terjadi badai yang hendak menenggelamkan perahu para murid.  Murid-murid takut dan gentar menghadapi badai dan merasa perahu mereka akan tenggelam.  Mereka membangunkan Yesus, dan Sang Master itu berkata kepada angin badai, “Diam, tenanglah!”  Tuhan masih dan selalu ada dalam kedaulatan-Nya atas segala sesuatu.  Dia yang mengontrol dan mengatur semuanya.
Bila “perahu kehidupan” kita sedang mengalami badai dan gelombang yang besar, yang hendak menenggelamkan, ingatlah dan panggilah nama Yesus Kristus, dan biarkanlah Dia yang mengatur seluruh kehidupan kita, pasti tidak akan karam dan tenggelam.
“Kapal Kehidupan” kita akan tetap berlayar di atas gelombang-gelombang kehidupan.  Kapal kehidupan kita tidak akan bisa tenggelam karena kehadiran Kristus, dan akan mencapai tujuannya dalam kemuliaan Kristus.
Ayat Alkitab:
“Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.” (Markus 4:39)

Tiang Awan dan Tiang Api

Suatu tanda penyertaan dan pimpinan Tuhan diberikan kepada bangsa Israel, ketika mereka berjalan di padang gurun, yaitu tiang awan pada siang hari dan tiang api pada malam hari.  Tiang awan ini memberikan mereka keteduhan dari panas terik matahari di siang hari, dan di malam hari tiang awan ini nampak seperti api dan menghangatkan serta menerangi jalan mereka.
Tiang awan ini juga memberikan mereka tuntunan mengenai kapan harus berhenti dan kapan harus berjalan.  Saat tiang awan itu turun ke atas Kemah Suci, tiang awan itu akan berdiam selama yang dikehendaki Tuhan.  Adakalanya sehari, adakalanya dua hari, bahkan bisa lebih dari itu, bisa sebulan atau lebih lama.  Dan selama itu bangsa Israel akan berdiam, tidak melanjutkan perjalanan mereka.
Tiang awan dan tiang api itu ada untuk menyatakan penyertaan Tuhan yang luarbiasa bagi umat-Nya.
Sekarang ini, mungkin kita tidak melihat tiang awan dan tiang api.  Akan tetapi, percayalah bahwa hidup kita selalu disertai oleh Tuhan.  Ia memimpin dan menuntun langkah-langkah kita.  Ada tanda-tanda tuntunan-Nya bagi kita, yakni Alkitab, untuk kita baca.  Ada Roh Kudus yang diberikan-Nya di dalam kita, untuk menuntun kita dan agar kita mendengar suara bimbingan-Nya.
Ingatlah bahwa ada saat untuk berdiam, dan ada saat untuk berjalan. Ketika berdiam, carilah wajah-Nya, mintalah petunjuk Tuhan untuk melakukan suatu rencana, renungankanlah firman-Nya dan berserah kepada pimpinan-Nya. Ketika berjalan, maka berjalanlah selalu dalam pimpinan Tuhan.  Janganlah kita berjalan sendiri sesuai kemauan kita, akan tetapi biarlah kaki kita selalu berjejak di atas firman-Nya.
Tiang awan dan tiang api itu adalah tanda pemeliharaan, perlindungan, dan bimbingan Tuhan bagi orang Israel di padang gurun.  Kita semua adalah juga umat Israel secara rohani, dan di dalam perjalanan kehidupan ini, Tuhan tidak pernah membiarkan kita sendirian. Ia ada dan Immanuel bersama kita.  Tuhan Yesus menyertai kita sampai akhir jaman.
“Dan ketahuilah, Aku menyertai engkau sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:20b)
Bacaan Alkitab: Bilangan 9:15-23, Matius 28:20b.

Tidak Berkekurangan

“…sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!”
(Mazmur 34:10)
Janji-janji firman Allah mengenai pemeliharaan-Nya di dalam kitab Mazmur ini dinyatakan akan terjadi bagi mereka yang takut akan Dia.   Tidak akan pernah berkekurangan akan segala hal yang baik, apakah itu dalam hal jasmani seperti makanan, minuman dan pakaian, serta berbagai kebutuhan hidup lainnya, dan terlebih lagi dalam hal rohani, yaitu kedamaian, kebahagiaan dan sukacita.
Takut akan Tuhan secara sederhana berarti dengar-dengaran kepada suara perintah-Nya.  Kalau kita dengar-dengaran atau taat kepada firman-Nya maka kita termasuk orang-orang yang takut akan Tuhan.
Takut akan Tuhan bukanlah berarti menghindar atau bersembunyi dari Tuhan, seperti yang dilakukan oleh Adam dan Hawa setelah berdosa.  Dosa akan menyebabkan kita takut untuk berjumpa dengan Tuhan dan memilih untuk menjauh dari-Nya.  Namun, Tuhan tetap menantikan setiap orang berdosa untuk datang kembali kepada-Nya.  Tuhan bersedia untuk mengampuni setiap orang yang mau bertobat.
Apakah kekuatiran masih melanda hati dan pikiran saudara? Ayat ini merupakan salah satu dari sekian banyak ayat dalam Alkitab yang mengajar kita untuk tidak kuatir sebab jaminan pemeliharaan Tuhan akan selalu tersedia bagi kita.  Kita tidak akan pernah berkekurangan. Haleluya!

HATI YANG MEMBERI

“Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”
Lukas 6:38
Suatu kali, pompa air di rumah saya tidak mengeluarkan air. Setelah diutak-atik tetap saja air tidak mengucur.  Air dari dalam tanah seperti tidak ada, karena meskipun sudah disedot oleh mesin pompa, setetespun tidak ada yang mengalir.
Akhirnya, saya ingat satu rumusnya untuk “memancing” air, yaitu dengan memberikan air ke dalam pipa melalui pompa tersebut.  Sebanyak satu ember air saya masukkan ke dalam pipa yang tertanam dalam tanah itu, dan akhirnya penuh.
Ketika stekernya dipasang ke sambungan listrik, air dalam pompa itu langsung habis, dan air masih tidak keluar juga.  Saya mengulangi lagi prosesnya, memberikan air ke dalam pipa, dan setelah penuh, pompa dinyalakan.  Setelah beberapa kali, akhirnya air naik dan bisa mengalir dengan limpah.  Puji Tuhan, saya sangat senang waktu itu.
Sewaktu mengisi air ke dalam pipa, saya mendapatkan suatu pengertian tentang prinsip memberi dalam Alkitab.  “Berilah dan kamu akan diberi!,”  demikian kata Firman Tuhan.  Seolah Tuhan berkata: ”Lihatlah, saat ini kamu sedang memberi air, untuk mendapatkan air, maka berilah supaya kamu juga diberi.”
Prinsip memberi datang dari Tuhan. Dalam alam ciptaan-Nya, ada banyak siklus memberi dan diberi.  Tumbuhan memberi O2 dan menerima CO2.  Manusia memberi CO2 bagi tumbuhan dan menerima O2 dari tumbuhan.  Peternak memberi makan ternaknya, kemudian menerima hasil dari ternak mereka.  Siklus memberi dan menerima di alam selalu ada, dan bila salah satunya tidak terjadi, maka keseimbangan akan rusak.  Menerima terus tanpa memberi akan menjadikan kita saluran yang macet yang tidak bisa lagi dipakai untuk mengalirkan berkat kehidupan
Nats di atas merupakan perintah Tuhan Yesus.  Berarti kita sebagai anak-anak-Nya harus memiliki hati yang memberi.  Ada hal menarik dari ayat tersebut yaitu soal ”ukuran”.  Ukuran berarti jumlah, berapa banyak pemberian itu. Bila kita memberi dengan ukuran sedikit, maka ukuran seperti itu yang akan diberikan kepada kita.  Tapi bila kita memberi dengan limpah, maka kita juga akan menerima dengan limpah segala berkat dari sorga, termasuk di dalamnya damai sejahtera dan sukacita.
Dan jangan lupa, berilah seluruh hidup kita bagi Tuhan, artinya tidak lagi hidup untuk diri sendiri tetapi untuk Tuhan.  Siapa yang memberikan hidupnya bagi Tuhan akan memperoleh hidup yang berkelimpahan dan kekal dari-Nya. Amin.

Kasih Seekor Burung

“Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus”
(Efesus 2:4-5a)
Seorang penginjil India, Sundar Singh, menulis tentang kebakaran hutan di pegunungan Himalaya yang ia saksikan ketika sedang melakukan perjalanan. Saat banyak orang berusaha memadamkan api, ada sekelompok orang yang memandangi sebuah pohon yang dahan-dahannya mulai dijalari api. Seekor induk burung dengan panik terbang berputar-putar di atas pohon. Induk burung itu mencicit kebingungan, seakan-akan mencari pertolongan bagi anak-anaknya yang masih di dalam sarang. Ketika sarang mulai terbakar, induk burung itu tidak terbang menjauh. Sebaliknya, ia justru menukik ke bawah dan melindungi anak-anaknya dengan sayapnya. Dalam sekejap, ia beserta anak-anaknya hangus menjadi abu.
Lalu Singh berkata kepada orang-orang itu, “Kita baru saja melihat hal yang luar biasa. Allah menciptakan burung yang memiliki kasih dan pengabdian begitu besar sehingga rela memberikan nyawanya untuk melindungi anak-anaknya …. Kasih seperti itulah yang membuat-Nya turun dari surga dan menjadi manusia. Kasih itu juga membuat-Nya rela mati sengsara demi kita semua.”
Cerita di atas adalah sebuah ilustrasi yang mengagumkan akan kasih Kristus kepada kita. Kita juga berdiri dengan takjub saat merenungkan api penghakiman suci yang membakar Bukit Kalvari. Di sanalah Kristus bersedia menderita dan “memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib” (1 Petrus 2:24).  Betapa hebat kasih-Nya atas kita, sungguh luar biasa dan ajaib, demikianlah kasih Allah yang maha besar, sehingga kita kelimpahan akan kasih karunia-Nya.
(BT)