Pendeta Tucker dari Uganda dulunya adalah seorang pelukis. Bagaimana ceritanya dia bisa menjadi seorang pendeta?
Suatu kali, dia sedang melukis sebuah gambar. Dalam gambar itu ada seorang wanita miskin yang berpakaian tipis di cuaca yang dingin. Ia tidak mempunyai mantel untuk dipakai. Di dadanya, ia mendekap bayinya yang mungil dengan erat dan penuh kasih. Wanita ini sedang berjalan tanpa arah tujuan karena ia adalah seorang tunawisma yang tak punya tempat tinggal. Lukisan itu menggambarkan suasana malam dingin yang gelap dengan cuaca berangin yang dingin, dan wanita itu dengan bayinya berjalan di sebuah jalan yang sepi.
Sementara, Tucker sedang melukis dan lukisannya semakin menuju penyelesaian akhir, tiba-tiba, Tucker melemparkan kuasnya dan berkata: “Daripada saya melukis orang yang sedang menderita dan terhilang, lebih baik saya pergi kesana dan menyelamatkan mereka.” Tucker kemudian pergi ke Afrika dan melayani Tuhan disana.
Bila Pendeta Tucker tergerak menjadi seorang pelayan Tuhan oleh karena suatu gambaran penderitaan dan kehilangan dari jiwa-jiwa, maka patut kita bertanya pada diri sendiri, “Apakah gambaran yang telah mendorong diri saya untuk menjadi seorang hamba Tuhan?” Apakah gambaran tentang kesuksesan, kemewahan dan ketenaran? Ataukah gambaran tentang penderitaan, kehilangan, kemiskinan dan kebinasaan jiwa-jiwa?
Apa yang memotivasi kita untuk melayani Tuhan? Apa motivasi kita mengikuti Dia?
Marilah instrospeksi diri kita dan perbaiki motivasi pelayanan kepada-Nya.
Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” (Matius 8:20)
Maukah kita mengikuti dan melayani Dia dengan kerelaan yang sungguh?