Kasih Yang Terbunuh

father-and-daughter-silhouette-494x329Kasih Ramadani baru berusia 7 tahun.  Sebagai anak yang masih kecil masih dapat dikatakan wajar apabila ia berebutan hadiah dengan kakaknya, karena masih kanak-kanak.  Orangtua hanya perlu memberikan pengertian agar anak bisa mengerti salah atau benar tindakannya.
Suatu hari, Kasih dan Dina, kakaknya yang berumur 8 tahun, berselisih pendapat dan berebutan pakaian hadiah dari paman mereka.  “Ini buat aku!”, kata Kasih.  “Tidak, ini buat aku, bukan kamu!”, sahut Dina kakaknya.  Mereka berdua terus berebutan pakaian pemberian dari Eko Hendro, paman mereka itu.
Saat mereka sedang bertengkar soal baju, datanglah ayah mereka, Deni, yang baru pulang dari kebun.  Ayahnya menjadi marah dan langsung memukulkan bambu pikulan bibit ketela yang dibawanya ke kepala dan tubuh Kasih.  Seketika itu juga, kepala Kasih berdarah dan ia berjalan sempoyongan mengambil air untuk membersihkan darah yang mengalir di wajahnya.  Kemudian, Kasih mendekati ayahnya dan meminta maaf atas perbuatannya.   Setelah meminta maaf, Kasih meminum air putih, lalu jatuh dan meninggal.
Deni, Ayahnya langsung menyesali perbuatannya itu.  Meskipun sudah berusaha menolong dan membawa anaknya ke rumah sakit terdekat, nyawa anaknya tak tertolong lagi.
Peristiwa ini terjadi di kota Malang pada hari Sabtu, 21 Februari 2015, sebuah kisah nyata yang sangat menyedihkan dan memprihatinkan.  Seorang ayah yang seharusnya menjaga anak-anaknya justru membuat anaknya celaka, oleh karena emosi yang tidak dikendalikan.
Kolose 3:21 menuliskan: “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.”  Dalam ayat ini, tersirat bagaimana seharusnya sikap seorang bapa terhadap anaknya.  Hati anak saja jangan disakiti, apalagi badannya.  Orangtua hanya dapat memberikan didikan dan bimbingan serta ajaran yang baik kepada anak agar mereka bertumbuh menjadi anak yang baik dan taat kepada Tuhan.
Kadangkala emosi naik ketika melihat ada situasi tertentu dalam keluarga, tapi sebagai orangtua yang baik haruslah tetap menjaga agar hati selalu sabar dan berpikir dengan jernih setiap permasalahan yang ada.  Tidak ada masalah yang terlalu berat.  Semuanya pasti ada jalan keluar yang terbaik.  Maka, marilah sebagai orangtua, khususnya para bapa atau ayah, untuk menjaga agar sikap, tindakan serta perkataan kita tidak menyakiti hati anak kita agar mereka tidak menjadi tawar hati.

Leave a Reply