Dalam Matius 6 ayat 9 sampai 13 terdapat sebuah doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus dengan permulaan kalimat: “Bapa kami yang di sorga.”
Kalimat ini merupakan kalimat pembuka sebuah doa yang mencengangkan para murid dan orang-orang pada masa itu, juga masih mencengangkan bagi sebagian orang pada masa kini. Mengapa? Sebab Allah pencipta yang begitu maha suci, dan maha kuasa, dapat kita panggil dengan sebutan “Bapa” yang dalam sehari-hari sama dengan sebutan seorang anak kepada ayahnya, “papa”, “papi”, “ayah”, “abba”, “father”, “dad” atau sebutan lainnya dalam berbagai bahasa.
Memanggil Sang Maha Pencipta, tidak perlu dengan kata-kata yang selama ini dikenal oleh bangsa Israel, seperti Yahweh, Yehova, atau Elohim, tapi cukup dengan sebutan yang sederhana namun bermakna begitu dalam : “Bapa”.
Allah Pencipta yang dapat dipanggil dengan sebutan “Bapa kami yang di sorga” menunjukkan bahwa Allah adalah sosok pribadi Bapa atas semua ciptaan-Nya, dan pribadi Allah sebagai Bapa adalah pribadi yang peduli, mengasihi, memperhatikan, melindungi dan dengan gembira serta antusias menyambut kita sebagai anak-anak-Nya. Bapa yang di sorga itu merindukan agar anak-anak-Nya tidak takut untuk datang kepada-Nya dan bersekutu dengan-Nya di dalam suatu hubungan doa yang erat.
Tidak usah kita sibuk mempersoalkan nama Allah, dan sibuk mengubah tata cara dan berbagai liturgi berkaitan dengan nama Allah, tidak usah pula kita sibuk dengan mengubah cetakan kata Allah, karena Yesus telah memperkenalkan sendiri sebuah sebutan kepada Allah, yang lain dari yang lain, yang berbeda dari apa yang selama ini dipikir orang, yang mendobrak aturan dan tradisi agama, yaitu sebuah sebutan dan panggilan yang begitu dekat di hati kita: “Bapa”.