Gaya hidup seorang pemimpin rohani harus mencerminkan kasih Kristus dan mencontoh teladan Yesus. Dalam pelayanan-Nya, Tuhan Yesus memberikan suatu pola pelayanan yang seharusnya diikuti oleh setiap pelayan Tuhan. Dua hal yang menarik dari pelayanan Yesus adalah “Blusukan dan kesederhanaan.”
Istilah “blusukan” mulai terkenal sejak Jokowi menjadi walikota Solo dan kemudian menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pengertian blusukan saat ini intinya adalah pergi berkunjung atau berkelana ke tempat-tempat yang jarang dikunjungi dan yang mengandung masalah yang tersembunyi. Pengertian ini tergambar dari kegiatan yang dilakukan oleh Jokowi. Ia mempunyai suatu kebiasaan untuk berkunjung ke tempat-tempat kumuh, perkampungan dan tempat-tempat lain yang jarang dikunjungi oleh pejabat, dengan tujuan untuk mengetahui permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat. Dengan demikian, Jokowi akan lebih jelas mendapatkan informasi dan akan lebih tepat dalam mengambil tindakan atau kebijakan.
Selain “blusukan”, Jokowi juga menerapkan gaya hidup sederhana sebagai seorang pejabat pemerintah yang ada di puncak sebagai pimpinan daerah bahkan saat ini sebagai presiden RI. Pakaian yang sering dipakainya adalah kemeja putih dan celana panjang hitam. Kendaraan yang dipakainya juga adalah mobil yang umum dipakai keluarga di Indonesia, yaitu Toyota Kijang Innova. Hal ini berbeda dengan pejabat-pejabat lainnya yang menggunakan kendaraan mewah untuk kegiatannya baik dinas maupun non-dinas.
Fenomena Jokowi memang ada yang tidak menyukai, namun terlepas dari pro dan kontra yang ada, kita dapat belajar dua hal yang melekat pada Jokowi dan sebenarnya seharusnya ada dalam kehidupan pelayanan gereja, sebab kedua hal tersebut sudah begitu lama diajarkan dan diteladankan oleh Tuhan Yesus Kristus, yaitu “Pelayanan Perlawatan dan Kesederhanaan” (atau “Blusukan dan Kesederhanaan”).
Dalam Injil Markus 6:56 tertulis: “Ke manapun Ia pergi, ke desa-desa, ke kota-kota, atau ke kampung-kampung, orang meletakkan orang-orang sakit di pasar dan memohon kepada-Nya, supaya mereka diperkenankan hanya menjamah jumbai jubah-Nya saja. Dan semua orang yang menjamah-Nya menjadi sembuh.” Dalam ayat ini kita memahami bahwa Yesus melayani dan mengunjungi kampung-kampung, Ia bukan hanya melayani di kota, tetapi juga desa dan kampung-kampung yang ada. Pelayanan seperti pola Yesus adalah pelayanan yang berkunjung, atau bahasa trendnya sekarang adalah “PELAYANAN YANG BLUSUKAN”, BUKAN PELAYANAN DI BELAKANG MEJA.”
Seorang gembala jemaat atau pelayan Tuhan, pelayan penggembalaan gereja haruslah mengerti bahwa melayani Tuhan harus berfokus kepada jiwa-jiwa bukan kepada kertas-kertas dan dokumen di atas meja. Punya meja kantor boleh saja, tapi bukan jadi fokus untuk terus menerus di belakang meja. Pelayanan Yesus adalah pelayanan untuk memberitakan kabar baik, menjangkau dan menyelamatkan jiwa yang tersesat dan memberikan kelepasan kepada yang terbelenggu serta mendoakan dan melenyapkan segala penyakit. Pelayanan yang seharusnya dikerjakan adalah pelayanan yang “menjemput bola” bukan “menunggu bola.” Janganlah hanya duduk di belakang meja dan menunggu orang datang, tetapi berjalanlah juga berkeliling melihat masyarakat yang membutuhkan pertolongan, nasehat dan doa. Tugas pekerjaan administrasi harus diberikan kepada mereka yang bertugas di bagian administrasi, tapi tugas seorang gembala dan pelayan penggembalaan haruslah fokus kepada pelayanan yang menjangkau jiwa, berkunjung bahkan “blusukan” ke tempat-tempat yang jarang dikunjungi yaitu tempat atau jemaat yang miskin dan menderita serta bermasalah.
Tuhan Yesus mengajarkan kepada para murid untuk hidup dalam kesederhanaan. Pesan Tuhan kepada mereka kalau mereka bepergian adalah supaya jangan membawa apa-apa dalam perjalanan mereka, kecuali tongkat, rotipun jangan, bekalpun jangan, uang dalam ikat pinggangpun jangan, boleh memakai alas kaki, tetapi jangan memakai dua baju. Ada makna yang terkandung dalam pesan itu, yakni kesederhanaan dan penyerahan diri kepada Tuhan. Seorang pelayan Tuhan harus selalu hidup sederhana dan berserah, tidak kuatir akan kehidupannya sebab semua dicukupi oleh Tuhan. Kesederhanaan itu dalam konteks sekarang ini adalah salah satunya sederhana dalam sarana transportasi. Ada banyak pendeta yang memakai mobil mewah dengan alasan kenyamanan dan keamanan, tetapi sebenarnya berhubungan dengan gengsi dan harga diri serta kesombongan. Semakin mewah mobil maka semakin besar biaya yang dibutuhkan untuk perawatannya dan semakin menambah biaya hidup sehingga menekan pikiran menjadi berpikir duniawi lebih besar dibanding berpikir sorgawi. Seorang bapak pernah mengatakan bahwa melihat gaya hidup para pendeta yang glamour menyebabkan ia semakin menjauhi iman kristen. Bukan Injil yang salah, bukan Tuhan Yesus yang salah, melainkan orang-orang yang menyebut dirinya sebagai hamba Tuhan lah yang salah dalam memahami dan menerapkan firman Tuhan.
Ingatlah selalu, bila saudara adalah seorang hamba Tuhan, apapun itu apakah seorang penginjil atau gembala atau pelayan Tuhan dalam bidang karunia yang saudara miliki, jadilah pelayan yang menerapkan kedua hal tersebut yaitu “Blusukan” dan Kesederhanaan, karena itu adalah ajaran Tuhan untuk kita lakukan.
Diam dan Tenanglah!
“Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah!” (Mazmur 46:10a)
Ketika bagian bawah mata saya sedang dijahit akibat luka robek, dan bagian pupil mata juga mengalami memar, dokter yang mengoperasi mengatakan agar saya diam dan tenang, jangan bergerak dan mata tetap terbuka, agar jahitannya bagus.
Maka saya bersikap tenang dan berdiam diri, tidak bergerak kesana kemari, dan mata saya tetap diusahakan terbuka agar dokter dapat melakukan tugasnya dengan baik. Pada saat itu saya tidak berargumen dengan sang dokter, juga tidak memarahi dokter mengapa saya harus diam dan tidak boleh bergerak? Diamnya saya diperlukan agar pekerjaan sang dokter dapat berhasil dengan baik dan agar saya pun mengalami kebaikan setelahnya.
Dalam kehidupan kita, seringkali kita bertindak tidak kooperatif dengan Allah. Betapa seringkali Allah menginginkan agar kita berdiam diri dan tenang di hadapan-Nya, tapi kita tidak mau bekerjasama dengan Dia. Jiwa dan roh kita perlu berdiam di hadirat Tuhan. Pikiran kita perlu kita tenangkan di dalam Allah. Dengan berbagai aktifitas dan kesibukan kita setiap hari, pikiran dan hati kita menjadi tidak tenang, dan tidak dapat melihat berbagai persoalan dalam perspektif yang benar dari sudut pandang Allah. Ketidaktenangan kita menyebabkan kita bahkan gagal untuk menerima karya pekerjaan Allah yang ajaib dalam kehidupan kita. Seringkali keputusan diambil dalam kondisi jiwa yang tertekan dan tidak tenang, padahal Allah menyuruh kita untuk berdiam diri dan tenang di hadirat-Nya.
Banyak orang kuatir tentang apa yang akan terjadi bila berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa. Tetapi banyak kali hal yang buruk terjadi akibat tidak mau beristirahat dan berdiam diri di dalam Tuhan. Tanpa istirahat atau berdiam diri di hadirat-Nya, kesehatan jiwa dan roh akan terganggu. Tuhan memberikan pemulihan saat kita berdiam di dalam hadirat-Nya, bersekutu dengan Dia dalam doa dan penyembahan. Dalam tinggal tenang terdapat kekuatan, hanya dekat Allah saja kita memperoleh ketenangan.
Sama seperti saya yang berdiam diri ketika mata saya sedang dirawat oleh dokter, kita semua perlu berdiam diri di hadirat Tuhan agar Tuhan dapat bekerja dalam hidup kita supaya mata rohani kita dapat melihat semua dengan lebih jelas dari perspektif sorgawi.
Memandang Kepada Kekekalan
Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.
( 2 Korintus 4:18 )
Dalam hidup ini kita menderita bagi Kristus, sebab setiap orang yang mengikut Kristus harus memikul salibnya dan rela menderita bagi Dia.
Penderitaan yang dimaksudkan adalah penyaliban keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup. Kita tidak boleh mengasihi dunia ini sebab kasih kepada dunia adalah perseteruan dengan Allah.
Nats Alkitab di atas memberikan pengertian bagi kita bahwa setiap orang percaya harus memakai mata iman bukan mata duniawi. Dalam memandang berbagai hal dalam kehidupan ini, kita harus mengutamakan kekekalan daripada kesenangan yang sementara, kita harus mengarahkan mata kita kepada janji yang kekal, bukan kepada kepuasan yang fana.
Abraham dan Lot adalah dua pribadi yang dapat menjadi contoh bagaimana kehidupan orang yang memakai mata iman dan yang memakai mata duniawi. Ketika Abraham memberikan kesempatan bagi Lot untuk memilih daerah tempat tinggal, Lot memilih Sodom dan Gomora, suatu tempat yang merepresentasikan gemerlapnya dunia, kekayaan dan kesenangan duniawi. Sodom dan Gomora akhirnya dihancurkan karena kebejatan dosa penduduknya.
Berbeda dengan Lot, Abraham memakai mata iman. Ia memandang kepada janji Allah. Dan kemanapun ia pergi ia selalu berada dalam berkat Allah.
Tantangan apapun yang kita hadapi dalam hidup, apakah pekerjaan atau pelayanan, keluarga dan rumah tangga, dan segala aspek kehidupan kita, pakailah mata iman yang memandang kepada kekekalan dan mengutamakan kerajaan Allah.
Tuhan Yesus memberkati.
Belajar Dari Sikap Raja Saul
Dan Saul bertanya kepada TUHAN, tetapi TUHAN tidak menjawab dia, baik dengan mimpi, baik dengan Urim, baik dengan perantaraan para nabi.
Lalu berkatalah Saul kepada para pegawainya: “Carilah bagiku seorang perempuan yang sanggup memanggil arwah; maka aku hendak pergi kepadanya dan meminta petunjuk kepadanya.” Para pegawainya menjawab dia: “Di En-Dor ada seorang perempuan yang sanggup memanggil arwah.”
(1 Samuel 28:6-7)
Ketika Saul menghadapi suatu kesulitan dan tantangan dalam peperangan yang menyebabkan ia merasa takut, pada mulanya ia mencari jawaban dan pertolongan dari Tuhan. Saul berdoa memohon jawaban Tuhan tapi Tuhan tidak memberikan jawaban, baik melalui mimpi, melalui urim dan juga tidak melalui perantaraan para nabi.
Ketika jawaban Tuhan tidak datang-datang, Saul berubah kesetiaan kepada perintah Tuhan. Ia mencari jawaban melalui pemanggil arwah dan roh peramal, padahal ia tahu bahwa Tuhan sangat menentang dan melarang tindakan ini.
Bagaimana dengan kita? Apakah ketika kita berdoa dan belum menerima jawaban Tuhan maka kita akan berpaling kepada yang lain? Apakah kita tetap akan bersabar atau berhenti mencari jawaban Tuhan? Apakah kita akan mencari jalan lain selain Tuhan, ke dukun, paranormal, peramal dan yang lainnya diluar Tuhan?
Salah satu penyebab Saul tidak dijawab oleh Tuhan adalah karena ia tidak mau bertobat dari dosanya. Nabi Samuel telah menyampaikan firman Tuhan kepada Saul bahwa akibat ketidaktaatannya, maka Tuhan telah menolaknya menjadi raja atas Israel. Ketidaktaatan Saul terus berlanjut, bahkan meskipun sudah ditolak Tuhan, ia tetap ingin berkuasa bahkan ia hendak membunuh Daud yang telah diurapi menjadi raja oleh nabi Samuel.
Dari kisah dan sikap raja Saul, kita dapat mengerti bahwa bila kita tidak mendapatkan jawaban Tuhan, maka kita perlu mengoreksi diri kita apakah ada dosa yang telah menjauhkan kita dari Tuhan dan menyebabkan Tuhan tidak menjawab? Bila demikian maka kita harus minta pengampunan Tuhan dengan sungguh-sungguh.
Yesaya 59:2 berkata: ” tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.”
Jadi, kita perlu meminta ampun atas segala dosa kita dan juga mengampuni orang lain. Sebab salah satu syarat dosa kita diampuni adalah kita juga mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita.
Jangan mencari jawaban dari yang lain selain Tuhan. Berbeda dengan raja Saul, Daud adalah pribadi yang selalu setia menanti-nantikan Tuhan dan mengandalkan Tuhan. Itu sebabnya dalam salah satu Mazmur Daud tertulis: “Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung darimanakah datangnya pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN yang menjadikan langit dan bumi.” (Mazmur 121:1-2)
Pertolongan sejati hanya datang dari Tuhan. Jangan putus asa menunggu jawaban dari Tuhan. Tetaplah setia, tetaplah berdoa dan tetaplah berharap kepada Tuhan.
Bapa Kami Yang Di Sorga
Dalam Matius 6 ayat 9 sampai 13 terdapat sebuah doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus dengan permulaan kalimat: “Bapa kami yang di sorga.”
Kalimat ini merupakan kalimat pembuka sebuah doa yang mencengangkan para murid dan orang-orang pada masa itu, juga masih mencengangkan bagi sebagian orang pada masa kini. Mengapa? Sebab Allah pencipta yang begitu maha suci, dan maha kuasa, dapat kita panggil dengan sebutan “Bapa” yang dalam sehari-hari sama dengan sebutan seorang anak kepada ayahnya, “papa”, “papi”, “ayah”, “abba”, “father”, “dad” atau sebutan lainnya dalam berbagai bahasa.
Memanggil Sang Maha Pencipta, tidak perlu dengan kata-kata yang selama ini dikenal oleh bangsa Israel, seperti Yahweh, Yehova, atau Elohim, tapi cukup dengan sebutan yang sederhana namun bermakna begitu dalam : “Bapa”.
Allah Pencipta yang dapat dipanggil dengan sebutan “Bapa kami yang di sorga” menunjukkan bahwa Allah adalah sosok pribadi Bapa atas semua ciptaan-Nya, dan pribadi Allah sebagai Bapa adalah pribadi yang peduli, mengasihi, memperhatikan, melindungi dan dengan gembira serta antusias menyambut kita sebagai anak-anak-Nya. Bapa yang di sorga itu merindukan agar anak-anak-Nya tidak takut untuk datang kepada-Nya dan bersekutu dengan-Nya di dalam suatu hubungan doa yang erat.
Tidak usah kita sibuk mempersoalkan nama Allah, dan sibuk mengubah tata cara dan berbagai liturgi berkaitan dengan nama Allah, tidak usah pula kita sibuk dengan mengubah cetakan kata Allah, karena Yesus telah memperkenalkan sendiri sebuah sebutan kepada Allah, yang lain dari yang lain, yang berbeda dari apa yang selama ini dipikir orang, yang mendobrak aturan dan tradisi agama, yaitu sebuah sebutan dan panggilan yang begitu dekat di hati kita: “Bapa”.
Atheis Yang Perlu Tuhan
Ada seorang atheis yang selama hidupnya, melalui perkataan maupun tindakan, menyatakan, “Tidak ada Allah!”.
Suatu hari dia ditemukan mati di atas ranjang di rumahnya. Di tangannya dia memegang selembar kertas yang bertuliskan tulisan tangannya. Kata-kata dalam tulisan itu adalah:
Aku telah berusaha mati-matian dalam ribuan cara, memadamkan ketakutanku, melambungkan harapanku,
Tetapi, apa yang aku butuhkan, kata Alkitab, hanyalah Yesus!
Jiwaku kelam, hatiku keras,
Aku tidak bisa melihat, aku tidak bisa merasakan,
Untuk cahaya terang, untuk kehidupan,
Aku harus memohon, dalam iman yang sederhana kepada Yesus!
Atheismenya mungkin telah membawa berbagai kepuasan dalam hidupnya selama ini, tetapi tidak pernah benar-benar memuaskan hatinya yang paling dalam. Pencariannya akan Tuhan di saat-saat menjelang kematiannya muncul begitu kuat setelah selama ini ia selalu berusaha menolak untuk percaya akan keberadaan Tuhan.
Di saat kematiannya yang dihadapinya seorang diri, orang yang atheis ini mengakui dan percaya kepada Yesus. Satu jiwa yang terhilang telah memperoleh keselamatan.
Rhema Hari Ini
Sebagai orangtua, terkadang kita membuat suatu keputusan yang membuat anak kita menangis, tapi tujuan kita adalah untuk kebaikan mereka.
Allah pun terkadang membuat suatu keputusan yang membuat kita sebagai anak-anak-Nya menangis, tapi tujuan Allah adalah untuk kebaikan kita.
Sebab rancangan Allah adalah rancangan damai sejahtera dan bukan kecelakaan, untuk memberikan kepada kita hari depan yang penuh dengan harapan. (Yeremia 29:11)
Tanda Nabi Yunus
Kemudian datanglah orang-orang Farisi dan Saduki hendak mencobai Yesus. Mereka meminta supaya Ia memperlihatkan suatu tanda dari sorga kepada mereka.
Tetapi jawab Yesus: “Pada petang hari karena langit merah, kamu berkata: Hari akan cerah,
dan pada pagi hari, karena langit merah dan redup, kamu berkata: Hari buruk. Rupa langit kamu tahu membedakannya tetapi tanda-tanda zaman tidak.
Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus.” Lalu Yesus meninggalkan mereka dan pergi.
(Matius 16:1-4)
Orang-orang Farisi dan Saduki meskipun sudah melihat kuasa mujizat dan pekerjaan yang Tuhan Yesus lakukan, masih meminta suatu tanda dari sorga mengenai kemesiasan Yesus Kristus. Seolah-olah mereka hendak percaya kepada Yesus apabila ada suatu tanda lain dari sorga selain mujizat-mujizat yang sudah Yesus kerjakan.
Yesus berkata bahwa kepada mereka, yaitu angkatan yang jahat dan tidak setia itu, tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus.
Apa itu tanda nabi Yunus?
Nabi Yunus masuk ke dalam perut ikan selama 3 hari dan setelah itu ia dikeluarkan dari perut ikan. Hal ini mengandung arti kematian dan kebangkitan. Masuknya Yunus ke dalam perut ikan sama saja dengan kematian Yunus, namun ia tidak mengalami kematian namun ia kembali hidup setelah 3 hari, ikan yang sangat besar itu mengeluarkan Yunus di pantai, sesuai perintah Allah.
Demikian halnya dengan Yesus Kristus, Ia telah disalibkan dan masuk ke dalam alam maut, tetapi alam maut tidak dapat menguasainya, dan pada hari yang ketiga Yesus bangkit dan hidup.
Bagi saudara di jaman ini, yang masih meminta tanda akan kemesiasan Yesus Kristus, maukah saudara percaya bila saudara melihat “Tanda Yunus”?
Inilah “Tanda Nabi Yunus” yang begitu banyak tersebar di berbagai negara di dunia:
Salib telah menjadi “Tanda Nabi Yunus” bagi dunia ini. Salib melambangkan kematian dan kebangkitan Yesus. Salib juga merupakan lambang kemenangan dan penebusan dosa.
Percayalah kepada Tuhan Yesus maka engkau akan selamat!
Kesembuhan Total Dalam 18 Tahun
Tuhan Yesus masih tetap sama kuasa-Nya, baik kemarin, hari ini dan sampai selamanya. Dalam pelayanan kesembuhan ada dua macam proses kesembuhan yang terjadi. Yang pertama adalah kesembuhan secara langsung, dan yang kedua adalah kesembuhan yang melalui proses waktu, bisa hitungan hari, bulan bahkan tahun. Kedua macam kesembuhan itu adalah otoritas Allah dan merupakan kedaulatan Allah atas setiap orang. Iman orang yang sakit, dan iman dari orang-orang di dekatnya, yaitu keluarga atau sanak saudara maupun teman-teman, dapat membantu kesembuhan penyakit dari penderita. Selain itu, belas kasihan Allah dan kasih karunia serta kehendak-Nya yang akan menyembuhkan orang yang sakit itu.
Tuhan Yesus mengajar kita untuk selalu percaya meskipun ada tantangan dan kemustahilan. Bagi Allah tidak ada yang tidak mungkin, sebab Ia maha kuasa sehingga Ia mampu melakukan segala sesuatu. Iman yang terus menerus dibangun meskipun ada tantangan kemustahilan akan memperoleh buahnya yaitu berkat pertolongan dari Allah. Seseorang yang sakitnya belum disembuhkan belum tentu imannya lemah atau tidak punya iman, namun dalam semuanya itu ada kehendak Allah yang melampaui akal pemikiran kita, ada maksud Tuhan dalam hal tersebut.
Ibu Oni adalah seorang penderita kanker payudara yang disembuhkan Tuhan melalui proses waktu 18 tahun. Ketika ia pertama didiagnosa dokter mengenai penyakitnya, ia mengalami shock dan kepanikan serta kesedihan mendalam. Rasa kecewa dan putus asa serta bayang-bayang kematian terbersit namun dalam menghadapi penyakit, ia mulai berserah kepada Tuhan. Meskipun baru percaya kepada Tuhan, ibu Oni, berusaha belajar membaca dan merenungkan firman Tuhan meskipun tanpa bimbingan dari siapapun. Ia percaya dan mulai mempraktekkan firman yaitu untuk bergembira karena hati yang gembira adalah obat sebagaimana dikatakan oleh firman Tuhan. Ia tidak mau hanyut dengan perasaan sedih dan ketakutan. Pikirannya selalu diisi dengan hal-hal yang baik dan firman Tuhan melalui pembacaan Alkitab.
Dokter mengatakan bahwa bila dioperasi, kemungkinan besar akar-akar dari kanker tersebut tidak mati, tetapi masih ada dan suatu saat akan tumbuh kembali. Mengikuti anjuran dokter, ibu Oni mempraktekkan pola makan yang baik dengan berpantang terhadap makanan tertentu, seperti bakso, tauge, dan daging jeroan seperti gajih, lemak dan juga daging sapi. Selain pantangan makanan itu, ibu Oni selalu berdoa dan meminta sukacita Roh Kudus untuk selalu memenuhi hatinya.
Tahun demi tahun berlalu, dan mujizat Tuhan mulai nampak terjadi pada tubuhnya. Benjolan yang ada di payudaranya secara perlahan mulai mengecil dan semakin kecil, dan itu semua memakan waktu 18 tahun hingga ia sembuh total oleh kuasa Tuhan Yesus, tanpa operasi dan kemoterapi. Ibu Oni percaya bahwa semuanya itu terjadi oleh karena anugerah dan kasih serta kuasa Tuhan Yesus.
Hati yang gembira adalah obat yang manjur tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang. Bersukacitalah senantiasa dan jangan bersungut-sungut atau mengeluh dengan keadaan, tapi banyak bersabar. Jalani hidup dengan penuh ucapan syukur kepada Tuhan dan jangan rakus, karena sifat rakus dilarang Tuhan. Dalam Perjanjian Lama, Tuhan melarang umat-Nya memakan daging binatang tertentu salah satu sebabnya adalah agar manusia tidak terkena penyakit akibat mengkonsumsi daging binatang tersebut. Lemak pada daging binatang mengandung kolesterol yang tinggi itu sebabnya Tuhan melarang memakan segala lemak dari binatang korban.
Mari kita bersukacita selalu dan menjaga pola hidup kita serta selalu beribadah kepada Tuhan. Tuhan Yesus memberkati.
“Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.” (Amsal 17:22)
“Katakanlah kepada orang Israel: Segala lemak dari lembu, domba ataupun kambing janganlah kamu makan.” (Imamat 7:23)
“Tetapi kamu harus beribadah kepada TUHAN, Allahmu; maka Ia akan memberkati roti makananmu dan air minumanmu dan Aku akan menjauhkan penyakit dari tengah-tengahmu.” (Keluaran 23:25)
Mendengar Suara Tuhan
Mendengar suara Tuhan tidak harus selalu melalui telinga jasmani dari suatu suara yang tak kelihatan sumbernya, tapi bisa melalui hati nurani yang bersih, tempat dimana Roh Kudus berbisik
Suara Tuhan dapat kita dengarkan melalui pendengaran akan perkataan berupa teguran atau sapaan lembut atau kalimat motivasi dari orang lain yang Tuhan tetapkan untuk menjadi penyambung lidah bagi firman-Nya.
Suara Tuhan dapat kita tangkap melalui pembacaan dan perenungan Alkitab yang adalah firman Tuhan, untuk menuntun langkah dan pengambilan keputusan.
Suara Tuhan terkadang terdengar melalui alam ciptaan-Nya, ketika suara burung berkicau riang, ombak yang menderu di pantai, langit yang cerah ataupun berawan, badai dan topan yang hebat, angin semilir, gemeretak batang-batang pohon yang bergoyang kian kemari, dan berbagai gerak gerik yang terjadi di alam ini.
Suara Tuhan dapat terdengar melalui mimpi atau penglihatan yang diberikan oleh-Nya untuk menyatakan kehendak-Nya.
Terkadang butuh waktu yang cukup lama untuk mendengar suara-Nya, karena Tuhan sedang menguji iman, kesabaran dan kesetiaan kita.
Jikalau hari ini engkau hendak mencari suara-Nya, berdoalah dan berdiam diri, renungkan firman-Nya dan belajarlah peka dengan situasi di sekelilingmu, mungkin lewat itu Tuhan sedang menyampaikan sesuatu untukmu. Singkirkanlah keinginan dan pemaksaan kehendak pribadi dan terbukalah dengan semua kemungkinan jawaban dari Tuhan. Jawaban-Nya pasti baik dan indah bagi kita.
“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.
Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.
(Matius 7:7-8)