Salah satu tanda yang akan muncul pada akhir zaman adalah keadaan dunia menyerupai keadaan pada zaman Nabi Nuh.
Matius 24:37 tertulis: “Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia.
Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera,
dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia.
Pernyataan ini dikatakan oleh Tuhan Yesus agar kita mengenali situasi dan kedatangan-Nya yang kedua kali agar kita selalu siap sedia.
Bagaimana dan apa yang terjadi pada zaman nabi Nuh?
Dalam ayat 38 disebutkan bahwa orang-orang pada masa itu hidup dalam pesta pora (makan minum) dan kawin mawin. Tentu saja, ini tidak berbicara tentang pesta yang wajar yang dilakukan dalam Tuhan seperti pesta ulang tahun yang diadakan dengan diisi ucapan syukur kepada Tuhan. Kawin dan mengawinkan yang dimaksud juga bukanlah pernikahan yang dilakukan dalam Tuhan. Akan tetapi, kawin mawin secara nafsu di luar pernikahan.
Jadi, ciri-ciri hidup manusia zaman nabi Nuh adalah senang pesta pora, kemabukan, dan melakukan dosa-dosa seksual.
Zaman memang berubah tapi hakekat dari dosa-dosa tersebut adalah kehidupan yang selalu memenuhi hawa nafsu kedagingan duniawi.
Saat ini, semakin berkembang bentuk dari dosa seksual. Seks bebas, homoseksual, lesbian, pernikahan sejenis bahkan dilegalkan oleh negara, pornografi, dan sebagainya.
Kehidupan yang penuh pesta-pesta pora duniawi pun berkembang dalam dunia modern. Pub, diskotik, cafe dengan house music dan DJ yang memimpin para pengunjung untuk berjoget menari yang merupakan pemujaan secara duniawi, konser-konser yang tidak memuliakan Tuhan, pesta minuman keras dan sebagainya.
Baiklah kita memperhatikan tanda-tanda ini dan selalu berjaga-jaga dan berdoa agar tidak menjadi bagian dari itu semua tetapi kita menjadi orang-orang yang tetap setia sampai Tuhan Yesus datang menjemput kita.
Kelahiran Yesus Adalah Penggenapan
Dalam Matius 1:21-22 tertulis: “Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.”
Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi.
Perhatikan ayat terakhir yang menyatakan bahwa kelahiran Yesus Kristus merupakan penggenapan dari apa yang telah dinubuatkan oleh para nabi.
Ribuan tahun lalu para nabi sudah menubuatkan kelahiran sang juruselamat dunia. Nubuat itu bukan nubuat yang dibuat-buat manusia melainkan berasal dari firman Tuhan sendiri.
Hal ini menunjukkan bahwa kelahiran Yesus Kristus merupakan hal yang ajaib dan mulia dan membawa kesukaan bagi semua bangsa. Keajaiban dari kelahiran-Nya bukan saja terletak pada penggenapan nubuatan para nabi namun juga nampak dari kemahakuasaan Tuhan yang memanifestasikan mujizat kehamilan seorang perawan bernama Maria.
Ayat ini mengkonfirmasikan kebenaran tentang legalitas Yesus Kristus sebagai Yang Dinanti-nantikan dan Yang Membawa Keselamatan bagi manusia.
Juga merupakan konfirmasi bagi semua orang untuk tidak mempercayai yang lain selain Yesus Kristus ini. Dialah Anak Allah yang telah datang, Dialah Firman yang menjadi manusia, Dialah terang yang datang kepada gelap, Dialah sang pembebas, Dialah sang juruselamat.
Betapa Hebat Kasih-Nya
Dari Kejadian sampai Wahyu, apakah yang bisa nampak sebagai yang utama muncul dari semua kitab dan surat yang luar biasa ini?
Apakah soal kekayaan atau kejayaan Israel? Ataukah soal kesembuhan yang dialami orang-orang sakit? Ataukah soal penghukuman dan bencana akibat murka Allah pada manusia?
Apakah tema besar dan yang merupakan inti dari Alkitab?
Tema utama itu ialah KASIH.
Ia menjadikan dunia dan isinya oleh sebab kasih, Ia memberi hajaran karena kasih, Ia menebus manusia karena kasih, Ia memberikan kerajaanNya bagi kita karena kasih.
Sebab Allah begitu mengasihi kita dan inilah kisah Kasih yang begitu luar biasa.
Kisah Kasih yang melampaui kisah Romeo dan Juliet, juga melampaui kisah Rama dan Shinta, serta melampaui semua kisah cinta yang ada.
KasihNya kekal, KasihNya tanpa syarat, kasihNya memulihkan yang rusak, kasihNya membebat, kasihNya
Menyelamatkan.
Inilah kasih itu bahwa Allah lebih dulu mengasihi kita bahkan ketika kita masih berdosa. Betapa luar biasa kasihNya. Itulah kasih Tuhan Yesus. Hargailah kasih-Nya.
Allah adalah kasih. (1 Yohanes 4:8)
Pecahan Kaca Yang Berharga
Pecahan-pecahan kaca dari barang rumah tangga saya buang di tempat sampah. Cukup banyak juga pecahan kaca itu, tapi itu semua sudah tidak berharga, menurut saya. Tidak lama kemudian, saya hendak membuang sampah lagi, dan tentunya harus ke tempat sampah di depan rumah. Ada perasaan kaget karena melihat pecahan-pecahan kaca yang tadi dibuang sudah tidak ada di tempat sampah, tapi sampah yang lainnya masih ada disitu. Rupanya, pemulung sampah yang mengambilnya. Aneh juga, untuk apa?
Lama setelah kejadian itu, saya berbincang dengan seorang paman yang pernah bekerja di pabrik kaca. Ia mengatakan bahwa kaca-kaca yang sudah pecah bisa dilebur kembali bersama dengan kaca-kaca lain, untuk kemudian dijadikan suatu produk kaca yang baru. Ada yang dibentuk menjadi gelas, piring, dan mangkok yang bentuknya beragam, dari yang sederhana sampai yang indah.
Ternyata, sesuatu yang menurut pikiran saya sudah tidak berharga, pada kenyataannya sungguh sangat berharga. Pabrik dengan mesin produksinya menghancurkannya dan meleburnya serta membentuknya kembali menjadi sesuatu yang baru.
Cerita di atas, ada kemiripan dengan kehidupan kita. Adakalanya kita merasa hidup kita sudah tidak berharga. Semua harapan nampaknya hancur, cita-cita tidak kesampaian, situasi kehidupan terasa kacau, rumah tangga morat-marit, pekerjaan berantakan, usaha bangkrut, pelayanan stagnan dan lain sebagainya. Dan kita merasa semuanya sudah berakhir, tidak ada lagi harapan.
Renungkanlah ini saudara, jika pecahan-pecahan kaca itu dapat dilebur dan dibentuk kembali oleh pabrik kaca, maka kehidupan kita yang nampak hancur berkeping-keping sekalipun, juga dapat dibentuk kembali oleh sang Pencipta kita, yaitu Tuhan. Ia akan ‘melebur setiap kepingan harapan’ dan mengubahnya menjadi karya yang indah. Ia adalah ahlinya dalam memulihkan kehidupan kita. Meskipun kehidupan kita nampaknya hancur dan tak berharga, bagi Tuhan hidup kita sangat berharga.
Percayalah bahwa selalu ada harapan di dalam Tuhan. Apa yang nampaknya tidak mungkin bagi manusia, sangat mungkin bagi Tuhan. Dia berkuasa memulihkan dan membentuk kembali kehidupan kita, menjadi sesuatu yang sangat indah di tangan-Nya.
Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu. (Yesaya 64:8)
Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya. (Yeremia 18:4)
“Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel! (Yeremia 18:6)
God bless you!
Gereja Bukan Gedung
Sangat menarik sekali dan sekaligus mengherankan bahwa kata gereja tidak terdapat di dalam Alkitab bahasa Indonesia. Bila kita mencoba mencari kata ‘gereja’ dalam Alkitab tertulis maupun Alkitab elektronik, secara manual ataupun secara komputerisasi, maka hasilnya nihil alias tidak ada.
Mengapa? Bukankah gereja itu identik dengan kekristenan dan tidak pernah terlepas dari kehidupan kita sehari-hari. Setiap minggu kita ke gereja, hari-hari biasa juga ada kegiatan di gereja, bahkan dalam lagu-lagu pujian rohani ada yang memuat kata gereja. Lalu mengapa bisa kata itu tidak ada dalam Alkitab?
Buat saudara-saudara semua, janganlah bingung dan janganlah heran, hal ini disebabkan kata gereja yang dipakai oleh kita di Indonesia, berasal dari kata dalam bahasa lain. Kata ‘Gereja’ berasal dari bahasa Portugis: igreja. Kata ‘igreja’ itu sendiri berasal dari bahasa Yunani: εκκλησία (ekklêsia) atau eklesia yang berarti dipanggil keluar (ek= keluar; klesia dari kata kaleo= memanggil).
Jadi, sebenarnya yang dimaksud gereja adalah eklesia dalam bahasa Yunani, atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai ‘jemaat’. Pengertian asli dari gereja adalah kumpulan orang yang dipanggil keluar. Seperti bangsa Israel yang dipanggil keluar dari Mesir menuju tanah perjanjian, dari perbudakan kepada kemerdekaan, begitu pula gereja adalah kumpulan orang yang dipanggil keluar dari perbudakan dosa menuju kepada kemerdekaan di dalam Kristus.
2 Korintus 5:17 menyebutkan: “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” Semua orang yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus adalah ciptaan baru. Kita yang telah beriman pada Tuhan adalah orang-orang yang telah dipanggil keluar dari posisi kita sebagai ciptaan lama (dari daging/jasmaniah/hawa nafsu kedagingan) kepada posisi sebagai ciptaan baru (dari roh/rohaniah/hidup dipimpin Roh Kudus).
Dengan demikian, benarlah bahwa gereja bukanlah soal gedung, karena firman Tuhan sendiri berkata bahwa “Bait Allah itu ialah kamu.” (1 Korintus 3:17). Jadi, yang dimaksud gereja, dalam bahasa Inggris disebut ‘church’, adalah saya dan saudara, kita semua yang telah menjadi percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
Karena saudara adalah gereja, maka saudara dapat memuji Tuhan dimanapun saudara berada, tidak tergantung kepada tempat atau gedung, tidak tergantung kepada ketersediaan alat musik atau lampu warna-warni, juga teknologi media yang canggih. Damai dan ketenangan ibadah itu ada dalam hati kita, ketika kita menyadari bahwa kita adalah gereja-Nya, bait kudus-Nya, tempat kediaman-Nya.
Saudara dapat menyembah Tuhan di rumah, di kamar saudara yang kecil, atau di bawah kolong jembatan, di tempat kost, di tempat pengungsian, di bawah pohon, di pinggir pantai, di gedung lantai 50, di basement lantai bawah, di gunung, atau di lembah, di lautan, atau di udara, di mana saja, sebab saudara adalah gereja-Nya.
“…Saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem….Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.” (Yohanes 4:21-24)
Haleluya, Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin.
Mengandalkan Tuhan
Yeremia 17:7 berkata: “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!”
Tentu saja firman ini tidak muncul begitu saja, namun punya latar belakang yang terkait erat dengannya. Manusia cenderung punya berbagai andalan dalam kehidupannya. Dan andalan-andalan tersebut tanpa disadari membuatnya kurang bergantung kepada Allah.
Orang yang kuat biasanya mengandalkan kekuatannya, sehingga ia merasa ia lah yang terhebat di dunia ini,dan tidak ada yang dapat mengalahkannya. Orang yang cantik mengandalkan kecantikannya, orang yang gagah mengandalkan kegagahannya.
Begitu pula orang kaya, mengandalkan kekayaannya dan merasa aman karena jumlah harta yang banyak. Orang pintar merasa hebat dan mengandalkan kepandaiannya. Orang yang berkuasa mengandalkan kekuasaannya, orang yang berpangkat mengandalkan pangkatnya. Orang yang terkenal mengandalkan popularitasnya.
Ada juga orang yang tidak memiliki sesuatu di dirinya, tapi mengandalkan sesuatu yang ada pada orang lain. Ada orang miskin yang mengandalkan orang kaya, ada orang yang mencari pekerjaan mengandalkan pejabat yang berkuasa. Ada rakyat jelata yang begitu mengandalkan penguasa.
Manusia memang tidak dapat hidup sendiri. Ia punya keterikatan dan “ketergantungan” dengan orang lain. Anak kecil bergantung pada orangtuanya, dan mereka mengandalkan orangtuanya dalam berbagai macam perkara.
Mengandalkan sesuatu atau orang lain dalam batas yang wajar bukanlah sesuatu yang salah. Namun, yang salah adalah sikap yang selalu dan selalu mengandalkan sesuatu itu, karena melampaui ketergantungan dan pengharapan kita kepada Tuhan.
Ketika menderita dan dalam kesusahan, siapakah yang kita andalkan? Apakah ada sesuatu yang lain yang menjadi andalan kita melebihi daripada Tuhan? Kalau kita berharap pada manusia, maka kita akan kecewa. Kalau kita berharap pada kekayaan atau kekuasaan, kita akan kecewa.
Bukan hanya kecewa, namun kita juga akan terjebak dalam rasa putus asa, stres, dan kehilangan semangat dan harapan, bila kita mengandalkan yang lain selain dari Tuhan.
Dalam segala pergumulan dan persoalan, marilah kita selalu mengandalkan Tuhan. Hanya Dialah tempat berlindung dan tempat untuk mengaduh. Hanya Tuhan Yesus sumber pertolongan dan pengharapan yang pastinya tidak mengecewakan.
Kebergantungan penuh pada Tuhan, akan menghasilkan jiwa dan pikiran yang tenteram, hati yang damai meski di tengah “badai”, dan satu hal yang pasti, kita akan memperoleh jawaban dan pertolongan yang kita perlukan.
Andalkanlah Tuhan maka hidupmu akan mengalami berkat-berkat-Nya. Amin.
Kecepatan Sebuah Doa
Sebuah pesawat jet dapat terbang mengelilingi bumi dalam waktu 24 jam. Pesawat antariksa dapat mengorbit bumi dalam waktu 80 menit, lebih cepat daripada pesawat jet. Namun, ada yang lebih cepat, hanya dalam waktu kurang dari satu detik, sebuah pesan radio dapat mencapai ujung bumi.
Dari semua kisah itu, yang tercepat adalah kecepatan sebuah doa. Begitu kita berdoa, maka secepat kita mengucapkannya sampailah doa itu ke surga. Bahkan firman Tuhan mengatakan bahwa Bapa sudah tahu sebelum kita mengucapkannya. Dia adalah Bapa yang baik, yang selalu siap menerima doa kita dengan tanpa penghalang karena Tuhan Yesus telah membuka tabir itu dan melayakkan kita masuk ke dalam hadirat-Nya yang kudus.
Biola Yang Tak Terpakai
Seorang pemain biola terkenal bernama Nicolo Paganini, mewasiatkan biolanya yang sangat berharga ke sebuah kota bernama Genoa, dengan satu syarat bahwa biola itu tidak boleh dimainkan lagi oleh siapapun.
Biola yang terbuat dari kayu itu bila digunakan akan lebih tahan lama dan panjang umur. Tapi bila dibiarkan maka akan cepat rusak membusuk.
Biola yang indah dan bagus itu akhirnya rusak oleh rayap dan menjadi tidak berguna sama sekali.
Saudara yang dikasihi Tuhan, hal ini mengingatkan kepada kita bahwa kehidupan yang tidak dipakai untuk melayani orang lain akan menjadi kehidupan yang tak ada gunanya.
Apakah kita hidup untuk diri kita sendiri ataukah untuk melayani orang lain? Melayani orang lain, apakah itu sesama dalam keluarga kita, dan juga sesama di lingkungan luar keluarga, akan membuat hidup kita menjadi berarti.
Ada seseorang yang hidupnya selalu stress dengan masalahnya sendiri, namun kemudian ia diminta untuk melayani orang lain. Hal pertama yang ia pikirkan adalah bahwa tidak mungkin ia dapat melayani orang lain karena ia sendiri stress dan terjebak dalam pikiran yang membuatnya tertekan menghadapi hidup.
Namun, akhirnya ia mau juga melakukan pelayanan kepada orang lain, mendengarkan keluhan dan pergumulan orang lain, menampung permasalahan dan beban orang lain dengan cara mendengarkan mereka dan ia berusaha untuk memberikan solusi berdasarkan firman Tuhan, yang mana itu juga merupakan suatu pergumulan bagi dirinya sendiri.
Tapi, tanpa disadari olehnya, ia menjadi pribadi yang lebih berbahagia ketika melayani. Beban pikirannya justru perlahan menjadi lenyap, dan ia bahkan bisa semakin dalam mengenal Tuhan.
Ternyata, melayani orang lain justru merupakan pelayanan juga kepada dirinya sendiri yang membawa kesembuhan batin.
Kepedulian dan pelayanan kepada orang lain akan memberikan kita semangat untuk menjalani hidup ini, karena hidup kita menjadi berguna dan ada arti.
Tuhan Yesus mengajar kita untuk mengasihi dan melayani sesama. Barangsiapa ingin menjadi yang terbesar hendaklah ia melayani sesamanya.
“Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.” Matius 23:11
Gereja Yang Diakonal
G. Riemer mengatakan dalam bukunya “Jemaat Yang Diakonal”, “Ibadah yang murni mencakup diakonia yang diawali dari jemaat sendiri selanjutnya ke luar jemaat sampai ke ujung bumi.” Selanjutnya dikatakan : “Gereja yang tidak diaconal adalah gereja yang mati; mengabaikan karunia-karunia Allah dan belum sungguh-sungguh menghayati Kasih Kristus.
Apa yang dikatakan oleh Riemer merupakan teguran kepada gereja-gereja masa kini, yang fokus pelayanannya tidak lagi seimbang antara khotbah dan pelayanan orang miskin. Kalau gereja hanya mengadakan kegiatan ibadah berisi liturgi yang menarik dan khotbah yang berapi-api, tanpa pelayanan kepada orang miskin, sama saja tidak punya arti atau tidak murni.
Tetapi, ketika pelayanan diakonia dilakukan dengan sebenar-benarnya, maka disitu nampak ibadah yang murni.
Banyak gereja yang menolak kehadiran orang miskin, karena dianggap akan menjadi beban, sehingga yang berkumpul hanya orang-orang kaya saja. Jemaat yang miskin pun merasa risih dan menangkap nuansa penolakan itu hingga akhirnya mundur dari gereja. Padahal Tuhan Yesus sendiri sangat memperhatikan orang-orang miskin.
Gereja yang megah dan mewah dengan para majelis dan pendeta yang hebat sekalipun, akan tetap hampa dan kosong tak berguna bila tanpa pelayanan diakonia. Gereja harus memiliki dampak kepada masyarakat dimulai dengan jemaatnya.
Jemaat kristen mula-mula menunjukkan bagaimana seharusnya pelayanan diakonia itu. Mereka saling bantu, yang kaya membantu yang miskin. Bahkan jemaat miskin yang dilayani Paulus pun mau membantu dengan apa yang ada pada mereka. Intinya adalah saling tolong menolong, dan mengupayakan kemandirian setiap orang.
Diakonia bukan hanya bersifat karitatif, berupa pemberian bantuan, tapi bisa bersifat reformatif yang dapat memberdayakan mereka yang miskin agar dapat berusaha dan mandiri serta nantinya akan menjadi berkat bagi gereja dan sesamanya.
Mengabaikan orang miskin berarti mengabaikan jiwa-jiwa yang dikasihi Allah. Bukan hanya itu, tetapi mengabaikan orang miskin berarti pula mengabaikan potensi yang ada pada mereka serta potensi gereja. Jangan pandang orang miskin sebagai beban, tetapi mereka adalah potensi-potensi gereja baik masa kini maupun masa datang.
Orang kaya yang menutup mata pada orang miskin berarti lupa bahwa dulunya ia adalah juga miskin, atau lupa bahwa dulunya orangtuanya juga miskin atau lupa bahwa kakek neneknya dulu miskin. Tidak ada orang kaya yang tidak melalui kemiskinan dan keterbatasan hidup.
Kasih Kristus itu bagi semua orang. Sebagaimana Kasih Kristus diberikan untuk semua orang percaya melalui kesengsaraan, kematian dan kebangkitannya yang menang atas maut, biarlah kasih kita juga sebagai orang-orang yang telah ditebus oleh-Nya, terpancar melalui pelayanan diakonia.
Kebencian Yang Diperkenankan
Selama ini kita banyak belajar tentang kasih, yakni bagaimana kita harus mengasihi Tuhan, dan sesama kita manusia. Mengasihi yang kita praktekkan pun bukanlah kasih yang biasa-biasa, melainkan kasih yang sempurna dan ilahi yaitu kasih Allah.
Karena pemahaman akan kasih Allah yang kurang lengkap, kita seringkali kurang dalam hal penegakan keadilan dan kebenaran. Kita menjadi orang yang seolah permisif dan toleran terhadap pelanggaran dan dosa. Bahkan banyak orang yang bingung harus bagaimana menghadapi kemaksiatan dan ketidakbenaran dalam masyarakat. Kasih itu memiliki dua sisi bagaikan mata uang, kasih bukan hanya “merangkul” tetapi juga “menegur”.
Hari ini, saya ingin membagikan firman Tuhan dari Amsal 8:13 yang berkata demikian: “Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat.”
Ayat disini jelas sekali mengajarkan kita untuk membenci kejahatan. Takut akan Tuhan berlawanan dengan kejahatan, itu sebabnya orang yang takut Tuhan haruslah membenci kejahatan.
Kebencian tidak selalu negatif, tapi kebencian itu bermakna positif bila ada dalam koridor yang benar.
Mungkin selama ini kita berusaha menghilangkan kebencian, tapi saat ini kita harus punya kebencian yang benar yaitu benci kepada kejahatan, benci kepada kefasikan, benci kepada dosa. Bukan benci kepada orang yang berdosa, tapi kita harus membenci perbuatan dosanya.
Kita harus pasang sikap anti terhadap segala kejahatan dan kesesatan, sebab bila tidak maka lama kelamaan kita akan menjadi sangat permisif dan toleran terhadap berbagai ketidakbenaran dan kenajisan.
Pupuklah rasa benci terhadap kejahatan supaya kita benar-benar layak disebut orang yang takut akan Tuhan, dan pupuklah rasa cinta yang semakin dalam kepada Tuhan kita.
Kasih kepada Allah berarti taat kepadaNya dan membenci dosa.
Haleluya! Tuhan memberkati.