Bagi saya, kalimat pendek itu cukup kasar didengar,dan yang lebih parah kalimat itu ditujukan kepada saya lebih kurang 31 tahun yang lalu. “Kamu kemana sesudah mati?” tanya seorang gadis yang sebaya dengan saya waktu itu. Terus terang saat itu saya agak tersinggung dan saya tidak menjawab karena saya memang tidak tahu harus menjawab apa. “Kamu percaya ada surga dan neraka?” tanyanya lagi. “Ya,” jawab saya pendek. “Kalau begitu, nanti kamu masuk mana?” dia bertanya itu lagi. “Tidak tahu,” akhirnya saya menjawab dengan bingung. “Kenapa kamu tidak tahu?” dia terus bertanya dengan tenang dan sambil tersenyum.
Saat itu, saya betul-betul merasa terpojok, ingin lari dari tempat itu tetapi serasa ada sesuatu yang menahan untuk saya tetap tinggal (Kami berdua berada di dalam sebuah ruangan kecil yang memang sudah disiapkan khusus untuk ruang konseling dalam sebuah KKR). Tidak tahu apa sebabnya, mungkin karena tidak tahu harus menjawab apa, tetapi tiba-tiba ada perasaan takut dalam hati lalu saya menangis. Singkat cerita, mulailah gadis itu menginjili saya. Dia berdoa dan membimbing saya untuk menerima Yesus sebagai juruselamat pribadi. Ayat yang dia berikan datang dari Yoh 3:16 yang berbunyi: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Sesudah berdoa, saya merasa lebih lega dan mulai mengerti lebih banyak akan pribadi Yesus.
Beberapa hari kemudian sesudah KKR itu, mulailah si iblis menggoda saya supaya saya mundur dari pengenalan akan Yesus, dengan menanamkan rasa “gengsi” dan “malu” bahwa saya sudah diinjili oleh gadis yang sebaya, bahkan sampai menangis di depan dia. Sungguh memalukan! Tanpa saya sadari, saya mulai menutup dan mengeraskan hati saya kembali untuk mengenal Dia lebih dalam. Saya mulai menjalani hari-hari saya seperti ketika saya belum bertobat.
Tetapi Tuhan Yesus memang baik. Dia tidak mau saya kembali kepada cara hidup saya yang lama. Ada rasa gelisah dan ketidaknyamanan dalam hari-hari yang saya lalui kemudian. Saya bergelut dengan perasaan “gengsi” dan “malu” itu. Jujur saya, saya merasa lelah juga dengan perang perasaan seperti itu.
Akhirnya, saya tidak kuat lagi. Pertahanan saya runtuh. Saya kalah, saya menyerah dan saya mulai membuka hati saya kembali untuk Yesus sepenuhnya. Perasaan “gengsi” dan “malu” sebelumnya berubah menjadi rasa syukur dan terima kasih. Ayat dalam Mat 11:28 “Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” sungguh-sungguh terasa dalam diri saya.
Terpujilah Tuhan Yesus yang begitu mengasihi, yang telah membawa saya kepada terangNya yang ajaib dan memberi saya pengertian baru akan arti keselamatan.
Penuh Kasih Dia Mengajar
Panjang Sabar Dia Menanti
Satu Jiwa Begitu Berarti
Untuk Menerima Keselamatan DaripadaNya
(Kesaksian dari “SL”)