Jikalau kita mengatakan mengasihi Allah, namun tidak dapat mengasihi manusia, maka itu adalah omong kosong belaka.
Jikalau kita mengatakan bahwa kita mengasihi, namun tidak mau berkorban, maka itu pun suatu kebohongan.
Tuhan Yesus telah membuktikan kasih-Nya dengan mengorbankan diri-Nya sendiri. Bukan sekedar tubuh jasmani-Nya, melainkan semua yang Dia miliki, telah dikorbankan-Nya bagi kita.
Seorang penginjil India, Sundar Singh, menulis tentang kebakaran hutan di pegunungan Himalaya yang ia saksikan ketika sedang melakukan perjalanan. Saat banyak orang berusaha memadamkan api, ada sekelompok orang yang memandangi sebuah pohon yang dahan-dahannya mulai dijalari api. Seekor induk burung dengan panik terbang berputar-putar di atas pohon. Induk burung itu mencicit kebingungan, seakan-akan mencari pertolongan bagi anak-anaknya yang masih di dalam sarang. Ketika sarang mulai terbakar, induk burung itu tidak terbang menjauh. Sebaliknya, ia justru menukik ke bawah dan melindungi anak-anaknya dengan sayapnya. Dalam sekejap, ia beserta anak-anaknya hangus menjadi abu.
Lalu Singh berkata kepada orang-orang itu, “Kita baru saja melihat hal yang luar biasa. Allah menciptakan burung yang memiliki kasih dan pengabdian begitu besar sehingga rela memberikan nyawanya untuk melindungi anak-anaknya …. Kasih seperti itulah yang membuat-Nya turun dari surga dan menjadi manusia. Kasih itu juga membuat-Nya rela mati sengsara demi kita semua.”
Cerita di atas adalah sebuah ilustrasi yang mengagumkan akan kasih Kristus kepada kita. Kita juga berdiri dengan takjub saat merenungkan api penghakiman suci yang membakar Bukit Kalvari. Di sanalah Kristus bersedia menderita dan “memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib” (1 Petrus 2:24). Betapa hebat kasih-Nya atas kita, sungguh luar biasa dan ajaib, demikianlah kasih Allah yang maha besar, sehingga kita kelimpahan akan kasih karunia-Nya.
Dia tidak membalaskan kepada kita hukuman yang setimpal dengan perbuatan kita, melainkan mengasihi kita dengan kasih-Nya yang besar.
Marilah kita mempraktekkan kasih itu dalam hidup kita secara nyata, bukan sekedar di bibir, tetapi sungguh dari dalam hati dan mengalir keluar secara nyata dalam perbuatan kita sehari-hari.