Kisah tentang Mikha, Imamnya dan suku Dan

Bacaan Alkitab: Hakim-Hakim 17 dan 18
Membaca kisah dalam Hakim-hakim pasal 17 dan 18, ada beberapa hal yang perlu direnungkan secara seksama, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyembahan kepada TUHAN.  Kisah di dalam ayat ini, secara sekilas adalah tentang seorang yang muda dari suku Lewi, yang dijadikan imam oleh Mikha di rumahnya, dengan bayaran 10 keping perak setahun, dengan diberi fasilitas akomodasi dan makanan setiap hari. Tidak disebutkan siapa orang muda dari suku Lewi tersebut.  Di rumah Mikha, ada patung tuangan, patung pahatan, efod dan terafim.  Kemudian suatu hari, beberapa orang dari suku Dan datang dan singgah di rumah Mikha dan bertanya kepada imam muda itu, apakah perjalanan mereka akan berhasil. Imam muda itu mengatakan bahwa Tuhan akan menolong mereka.  Selanjutnya, imam muda ini diajak untuk menjadi imam atas suku Dan, saat mereka hendak menyerang sebuah kota yang aman dan tenteram. Dan pada akhirnya, suku Dan tinggal di kota itu, dan mengangkat seorang imam yang bernama Yonatan. Tidak lagi disebutkan tentang imam muda dari suku Lewi tersebut.
Beberapa hal yang perlu kita renungkan adalah:

  1. Tuhan tidak menyukai patung tuangan dan patung pahatan.
    Seolah-olah benar, bila ayat-ayat dalam pasal 17 ini tidak kita pahami secara keseluruhan terkait dengan pesan umum dari Tuhan di berbagai kitab lain, maka kita akan mengira bahwa apa yang dilakukan Mikha, dengan membangun kuil di rumahnya dan membuat patung tuangan, dan patung pahatan adalah benar.  Padahal Tuhan Allah sudah melarang untuk membuat patung yang menyerupai apapun juga.  Jadi kuil dan patung-patung di rumah Mikha adalah termasuk penyembahan berhala.
  1. Efod dan terafim telah menjadi penyembahan berhala.
    Mulanya Efod muncul dalam peristiwa perjalanan bangsa Israel keluar dari Mesir. Ketika mereka berada di padang gurun, Tuhan memberikan perintah mengenai baju efod yang akan dikenakan oleh imam yang melayani di kemah suci.  Akan tetapi, lama sesudahnya, yakni sesudah bangsa Israel berhasil masuk ke tanah Kanaan, banyak orang Israel justru menjadikan efod sebagai berhala yang disembah.  Disinilah letak kesalahan bangsa Israel, dan juga kesalahan Mikha.  Baik efod dan terafim dalam cerita di pasal ini, adalah suatu bentuk penyembahan berhala yang tidak disukai Tuhan.  Dalam Hakim-hakim pasal 8:27, dapat dibaca juga bagaimana Gideon dan keluarganya terjerat dalam penyembahan efod.
  1. Imam dari suku Lewi ini bersikap kompromi terhadap dosa penyembahan berhala.
    Orang muda dari suku Lewi ini pasti mengetahui bahwa membuat patung-patung adalah suatu dosa, begitu juga membuat efod dan terafim untuk disembah adalah dosa. Akan tetapi, ia mau menjadi imam disitu dan mengatasnamakan TUHAN, karena dorongan materi.  Ia dibayar dan dipenuhi segala kebutuhannya oleh Mikha, dan oleh karena itu ia menutup matanya terhadap dosa. Dapat dipastikan bahwa meskipun dalam pasal ini, ia disebut sebagai imam, tapi ia adalah seorang imam kuil berhala.
  1. Pernyataan imam itu tentang pertolongan TUHAN bagi suku Dan, bukan berasal dari TUHAN.
    Karena imam ini adalah imam kuil berhala, maka dapat dipastikan bahwa nasehat dan perkataanya bukan berasal dari TUHAN, meskipun pada kenyataannya memang suku Dan berhasil dalam peperangan.
  2. Penyerangan suku Dan terhadap kota Lais adalah inisiatif mereka sendiri.
    Penyerangan yang dilakukan mereka merupakan tindak hawa nafsu mereka untuk menguasai daerah orang lain.  Pada masa itu, orang-orang Israel terjerat dalam berbagai dosa penyembahan berhala dan karenanya berbagai nasehat dan pernyataan tentang penyertaan Tuhan mengenai perang ini dapat dipastikan merupakan suatu bentuk pernyataan yang muncul dari hawa nafsu demi kesenangan suku Dan.
  1. Imam ini tidak memiliki integritas.
    Suku Dan meminta orang muda itu untuk menjadi imam atas mereka semua. Mereka membujuk dengan mengatakan, daripada menjadi imam sebuah keluarga yang jumlahnya sedikit, lebih baik menjadi imam dari sebuah suku bangsa.  Hal ini kembali menggoda orang muda itu dan ia senang dan mau menjadi imam mereka.  Lagi-lagi karena dorongan hawa nafsu.  Menjadi seorang hamba Tuhan, meskipun di lingkungan jemaat yang kecil, bukanlah berarti sebuah pekerjaan kecil. Itu adalah sebuah panggilan.  Imam ini sekali lagi bukanlah seorang imam Tuhan, melainkan imam kuil berhala. Namun, kita dapat belajar mengenai integritas dalam pelayanan dari kisah ini.
  1. Pada akhirnya suku Dan mengangkat orang lain menjadi imam mereka.
    Rupanya, janji suku Dan untuk mengangkat orang muda dari suku Lewi itu untuk menjadi imam mereka, tidak ditepati, sebab pada akhir cerita ini, mereka justru mengangkat seorang yang bernama Yonatan bin Gersom bin Musa dan anak-anaknya sebagai imam mereka. Orang muda suku Lewi itu yang dulunya imam di rumah Mikha, tidak disebutkan lagi. Suatu akhir yang pahit dari seorang yang tidak punya pendirian.
  1. Pada akhirnya suku Dan yang tinggal di kota Lais itu, diangkut semua ke pembuangan.
    Nyatalah bahwa mereka hidup dalam dosa dan apa yang mereka lakukan sesungguhnya bukanlah rencana Tuhan. Penyerangan mereka terhadap penduduk kota Lais, dapat diyakini lahir dari sebuah keinginan hawa nafsu. Sebab Tuhan tidak menyukai pembunuhan.  Kisah-kisah lain mengenai perang bangsa Israel dan bangsa-bangsa lain, biasanya diwarnai dengan ancaman nyawa terhadap bangsa Israel atau suatu tindakan tertentu dari bangsa lain yang tidak disukai Tuhan, sehingga Tuhan mau membasmi mereka. Tetapi pada intinya, Tuhan tidak menyukai dan melarang pembunuhan.

Dari kisah ini, dapat disimpulkan bahwa apa yang dipandang benar oleh manusia, dan dipandang seolah-olah dari Tuhan, belum tentu benar-benar dari Tuhan.  Apa yang dianggap orang sebagai penyembahan kepada Tuhan, padahal memakai konsep pemikiran sendiri dan tidak sesuai dengan cara dan kehendak Tuhan, merupakan suatu penyembahan kepada berhala.  Keberhasilan seseorang dalam meraih sesuatu, apakah itu kesuksesan atau pencapaian yang baik, belum tentu merupakan suatu hasil dari penyertaan dan berkat Tuhan.  Kebenaran dan integritas terhadap Firman Tuhan yang benar merupakan suatu syarat mutlak bagi seorang yang beriman untuk dapat hidup benar dan kudus di hadapan Tuhan.
-Billy Tambahani-

Leave a Reply