Yesus Disalibkan Karena Kejahatan Kita


Nubuatan nabi Yesaya mengenai apa yang akan dialami oleh Mesias, tergenapi di saat Yesus Kristus menderita dan mati di atas kayu salib. Tubuhnya didera, dicambuk, ditikam dan diremukkan, oleh karena dosa dan pelanggaran kita.
Yesus Kristus menggantikan kita, Ia mengambil posisi kita dan menanggung semua hukuman dosa pada diri-Nya.
Ganjaran pada tubuh-Nya memberikan keselamatan pada kita.
Hari ini kita mengingat seorang pribadi suci,
sang Mesias, dari sorga,
yang adalah Allah sendiri,
dalam rupa manusia sama seperti kita,
yang tak bercacat dan tak bernoda dosa,
diangkat dan ditinggikan di atas salib,
seperti Musa meninggikan ular tedung di atas tiang kayu,
dan semua orang yang melihatnya tidak mati,
demikian pula Yesus Kristus ditinggikan di atas salib,
supaya semua yang memandang-Nya dengan iman beroleh hidup yang kekal.
Tak ada nama lain di bawah kolong langit ini,
yang diberikan kepada manusia,
yang oleh-Nya kita diselamatkan.
Hanya nama Yesus Kristus,
satu nama yang berkuasa,
satu nama yang ajaib,
yang oleh-Nya kita ditebus.

Bukan Kehendak-Ku, Melainkan Kehendak-Mu

Setelah tiba di tempat itu Ia berkata kepada mereka: “Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.”
Kemudian Ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya, lalu Ia berlutut dan berdoa, kata-Nya:
“Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.”
(Lukas 22:40-42)
Bacaan Alkitab: Lukas 22:39-53
Di Taman Getsemani, Yesus Kristus dan para murid datang, di malam sebelum Ia diserahkan kepada pemuka agama Yahudi, untuk diadili.
Disini, ada pesan Tuhan kepada para murid, agar mereka berjaga-jaga dan berdoa.  Yesus mengetahui bahwa saatnya sudah semakin dekat untuk mati disalibkan. Pergumulan-Nya sebagai seorang manusia terjadi disini, antara ketaatan kepada Bapa atau kehendak-Nya pribadi.  Namun, ini merupakan suatu catatan kisah untuk menjadi pelajaran bagi kita mengenai keberserahan penuh kepada Bapa.
Tuhan Yesus mengalami masa-masa dimana Ia “dicobai”,  di tempat ini.  Seperti Adam dan Hawa ketika dicobai oleh Ular di taman Eden, Yesus Kristus pun “dicobai”, antara memilih kehendak Bapa atau kehendak diri sendiri.   Adam menjadi manusia pertama yang membawa seluruh umat manusia masuk ke dalam penghukuman Allah, karena dosa.  Adam gagal untuk mempertahankan kemuliaan Allah dalam dirinya dan memilih untuk meninggikan dirinya setara dengan Allah.
Tidak demikian dengan Yesus Kristus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2:6-8)
Yesus Kristus tidak gagal dalam mentaati kehendak Allah Bapa. Dia menanggalkan keinginan-Nya pribadi dan memilih untuk mentaati kehendak Bapa.  Ketaatan seperti inilah yang seharusnya dilakukan Adam pada mulanya, namun ia gagal.   Yesus Kristus rela dihina dan direndahkan hingga serendah-rendahnya.  Ia tidak membiarkan keangkuhan merajai diri-Nya.  Ia adalah pribadi yang sangat rendah hati.  Sekalipun Ia memiliki kuasa untuk melakukan apa pun, tapi Ia tidak menggunakan kuasa itu untuk menghindari salib.  Perhatikanlah, betapa bedanya yang terjadi dengan manusia, yang apabila telah memiliki kuasa sedikit saja, sombongnya minta ampun. Kekayaan sering sekali membuat manusia jatuh dalam dosa kesombongan, karena menganggap dirinya berkuasa oleh karena kekayaan itu, sehingga merendahkan orang lain, bukannya merendahkan dirinya sendiri.   Tidak seperti Tuhan Yesus yang sekalipun kaya di dalam segala sesuatu, karena Ia adalah pencipta dari segala sesuatu, tapi Ia tidak sombong melainkan MERENDAHKAN DIRI-NYA.  (Ingatlah bacaan Yohanes1:1-14, bahwa Yesus sang Firman itu telah ada sebelum dunia dijadikan, dan Ia menciptakan segala yang ada, Ia adalah Allah).
Godaan terbesar manusia dalam situasi pencobaan adalah menanggalkan keakuan atau ego yang dianggap sebagai sebuah harga diri.  Harga diri atau martabat atau harkat yang seringkali kita dengar dan digaungkan sehingga kita lupa bahwa Allah telah memberikan teladan yang begitu luar biasa, bagaimana Ia menanggalkan harkat dan martabat-Nya sebagai Allah, dan mau merendahkan diri-Nya menjadi seorang hamba, bahkan menjadi “terkutuk” di atas kayu salib.
Belajarlah  dari Tuhan Yesus, tentang ketaatan penuh dan keberserahan kepada Allah Bapa.  Bukan kehendak kita yang jadi, melainkan kehendak Bapa lah yang jadi.  Biarlah kita merendahkan diri, seperti Kristus telah merendahkan diri.  Sebab orang yang merendahkan diri akan ditinggikan Tuhan, dan orang yang taat pada Tuhan, menjadi layak dan berkenan di hadapan-Nya.

Jangan Degil, Tapi Percayalah!

Nats Alkitab:
“sebab sesudah peristiwa roti itu mereka belum juga mengerti, dan hati mereka tetap degil.” (Markus 6:52)
Ayat ini muncul setelah kisah redanya angin ribut di danau, saat Yesus naik ke atas perahu murid-murid.   Meredanya angin ribut itu membuat para murid tercengang heran dan bingung, kok bisa ya? Kenapa Guru bisa meredakan angin ribut? Itulah kira-kira yang ada di dalam benak mereka.
Sebelum peristiwa ini, maka flashback ke belakang, adalah mujizat pemberian makan untuk 5.000 orang laki-laki (belum termasuk perempuan dan anak-anak).   Di saat itu murid-murid bingung, mana bisa memberi orang-orang itu makan.  Mereka sempat bertanya, mungkin dengan nada tidak percaya, “apakah kami harus membeli roti seharga dua ratus dinar?”  Ini suatu bentuk pertanyaan yang muncul dari kedegilan dan ketidakpercayaan.   Dua ratus dinar bukanlah uang yang sedikit. Upah seorang pekerja dalam sehari, kala itu, adalah sekitar 1 dinar sehari.  Jadi, 200 dinar berarti upah untuk 200 hari kerja.  Bayangkan, betapa mahalnya biaya makan untuk semua orang yang ada saat itu.
Tapi Yesus Kristus hanya butuh 5 roti dan dua ekor ikan, untuk memenuhi sebuah kebutuhan makan orang banyak itu. Ia mengucap syukur dan memecah-mecahkan 5 roti dan dua ikan yang ada.  Setelah itu para murid membagi-bagikan makanan itu, semua orang mendapatkan, mereka makan sampai kenyang dan masih ada sisa pula sebanyak 12 bakul.  Semua orang tercukupi kebutuhannya.
Peristiwa ini harusnya membuat mereka percaya akan kuasa di dalam Tuhan Yesus. Tapi mereka masih belum memahami siapa Yesus itu sebenarnya.  Itulah sebabnya, ketika mereka di datangi oleh Yesus, mereka mengira bahwa Yesus adalah hantu.   Mereka semua ketakutan karena melihat ada seorang yang berjalan di atas air.
Dalam keadaan perahu yang terombang-ambing itu, Yesus Kristus  naik ke atas perahu dan angin itu pun redalah.  Nah, yang lucunya adalah para murid tercengang keheranan.  Seharusnya sikap mereka tidak demikian. Melakukan mujizat adalah hal yang biasa bagi Tuhan Yesus.  Ketidakpercayaan mereka terjadi berulang kali, dan mereka tidak belajar dari peristiwa roti itu.
Kisah ini, mengajar kita untuk mempercayai Tuhan Yesus dalam segala sesuatu.  Ia sanggup melakukan segalanya dan tidak ada satupun yang mustahil bagi Tuhan.  Bila kita mengalami keadaan sulit atau tantangan hidup yang berat, percayalah bahwa Tuhan Yesus sanggup menolong.
Jangan keheranan dan putus asa, tetapi percayalah bahwa Tuhan Yesus selalu ada bersamamu dan bersedia memberikan pertolongan.
Jangan degil dan jangan kehilangan iman pengharapan di dalam Tuhan.  Haleluya.

Cahaya Salib di Landasan Airport

Dalam kabut yang tebal, malam yang pekat, awan mendung, atau badai salju, seorang pilot pesawat terbang membutuhkan tuntunan dimana dia dapat mendarat dengan tepat,  sebuah tuntunan yang akan memberikan keamanan dan keselamatan.

Di berbagai negara di dunia ini, ketika seorang pilot pesawat hendak mendarat, dari kejauhan ada cahaya di landasan pacu yang memberikannya tanda dimana dia harus mendarat.  Cahaya di landasan pacu itu dari kejauhan nampak berbentuk salib.

Seperti cahaya salib itu, demikianlah ada kesamaan dengan makna Salib Kristus, yang memberikan petunjuk, arah dan tuntunan.  Salib Kristus memberikan kita keselamatan.  Di dalam Salib-Nya ada pengorbanan, dan darah penebusan atas setiap dosa manusia.

Jika kita mau selamat, datanglah kepada Salib Kristus yaitu Tuhan Yesus yang telah mengorbankan diri-Nya untuk keselamatan kita.  Salib merupakan tanda yang sangat penting dalam hidup ini, yang berimpikasi kepada kekekalan kita. Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat!

“dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.” (Kolose 1:20)

Video: Cahaya Salib di Landasan saat pesawat akan mendarat di Aspen dan Arab Saudi.

Berharap Kepada Tuhan

Situasi “hopelesness” atau tidak ada pengharapan, terkadang manusia alami dalam kehidupannya.  Ini sesungguhnya merupakan suatu perasaan di dalam hati dan pikiran.  Perasaan ini bisa bertambah parah bila lingkungan sosial tidak memberikan dukungan, misalnya dengan mengatakan bahwa “itu tidak mungkin!”, “kamu tidak bisa!”, “jangan mimpi deh!”, dan berbagai perkataan negatif lainnya.
Keadaan tanpa harapan yang paling parah terjadi saat seseorang sedang mengalami penyakit yang parah.  Suatu momen dimana pikiran terganggu karena mengingat akan kematian yang akan datang menjemput.
Pikiran manusia seringkali juga mengira bahwa tidak adanya harapan itu karena Tuhan sedang menghukum mereka akibat dosa-dosa.  Manusia menjadi merasa tidak layak karena dosa, dan merasa tidak berpengharapan karena mengira bahwa Tuhan tidak akan menolong orang yang berdosa.
Tapi apa kata Firman Tuhan mengenai hal itu? Kita belajar dari Mazmur 130:1-8.  Ayat ini dimulai dengan suatu perkataan “dari jurang yang dalam aku berseru kepadaMu, ya Tuhan!”
Kata “jurang yang dalam” menunjuk kepada suatu keadaan yang merana dan terpisah secara rohani dari Tuhan, sekaligus pula menunjukkan suatu keadaan penderitaan jasmani.
Namun, ada suatu pengharapan di dalam Tuhan, karena Tuhan mengampuni dan tidak mengingat kesalahan-kesalahan umat-Nya, ketika umat-Nya datang dan bertobat.  Ketiadaan pengharapan itu terjadi apabila Tuhan tidak mau memberikan pengampunan.  Tidak adanya pengampunan berarti juga tidak ada pemulihan.  Tapi syukur kepada Tuhan, karena Ia mengampuni dan memulihkan kehidupan orang berdosa.
Ayat ini menyerukan untuk berharap kepada Tuhan.  Suatu tindakan yang erat kaitannya dengan waktu penantian.  Berharap pada-Nya berarti juga bersedia untuk menunggu tangan-Nya bekerja.  Manusia tidak dapat memaksa Tuhan untuk bekerja menurut kehendak manusia, akan tetapi manusia hanya bisa menunggu dengan sabar sampai waktunya tiba.  Semua yang Tuhan buat akan menjadi indah pada waktunya.
Berharap kepada Tuhan melebihi seorang penjaga mengharapkan pagi.  Ini menunjukkan suatu keadaan sukacita yang akan terjadi pada diri seseorang yang menantikan Tuhan.  Sukacita karena pertolongan, sukacita karena pemulihan, sukacita karena mujizat, yang Tuhan akan kerjakan di suatu waktu yang telah Ia tetapkan.
Sungguh, pengharapan dalam Tuhan itu indah.  Bahkan, kematian pun tidak menjadi penghalang akan pemenuhan atas pengharapan itu.  Sebab kematian adalah keuntungan di dalam Kristus, sebab kematian orang benar membawa sukacita dan pengharapan oleh karena Yesus Kristus memberikan kuasa kebangkitan.
Apakah situasi kita nampak seperti tidak berpengharapan?  Itu adalah kamuflase iblis agar kita kehilangan sukacita sorgawi.  Sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, tetapi kita tidak boleh kehilangan harapan.
Yesus Kristus adalah dasar pengharapan kita untuk berjalan dalam kehidupan ini. Selalu ada harapan, selalu ada kepastian, selalu ada jawaban, selalu ada pertolongan di dalam Tuhan kita Yesus Kristus.
Haleluya.
Berharaplah kepada Tuhan, karena pada Tuhan ada kasih setia.

Tuntunan Tuhan

“TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan.”
(Yesaya 58:11)
Rasanya tanpa sengaja saya bertemu dengan seorang dari Ghana, tapi ternyata pertemuan itu bukanlah suatu kebetulan.  Hasil perbincangan dengannya mengarahkan saya ke suatu solusi yang sedang saya doakan.
Kadangkala ketika kita berdoa kepada Tuhan, kita merasa bingung dimanakah suara jawaban-Nya?  Manakah jawaban Tuhan dan kapankah Tuhan akan menjawab doa kita?
Sesungguhnya, Tuhan selalu mendengar setiap doa dan permohonan kita.  Bentuk jawaban Tuhan atas setiap doa bermacam-macam dan melalui berbagai cara.
Kemana kita melangkah hari ini, asalkan kita berserah pada kehendak-Nya, akan membawa kita kepada jawaban dari Tuhan.  Tidak pernah ada sesuatu yang kebetulan dalam hidup orang yang percaya.  Langkah hidup kita dituntun oleh Tuhan yang peduli kepada kita.  Ia mengasihi dan menyayangi kita dengan kasih yang kekal.  Mata-Nya memandang kita tanpa henti dan tangan-Nya mengarahkan kita kepada jalan-jalan-Nya yang penuh berkat.

Perbedaan Waktu

Pagi disini, siang disana. Aku disini, kau disana.
Terkadang saya masih suka lupa adanya perbedaan waktu antara tempat dimana saya berada dengan Indonesia.
Komunikasi dengan keluarga akan berhenti saat mereka semua sudah tidur, sementara saya masih beraktivitas.
Begitupun sebaliknya, ketika saya sedang tidur, mereka sudah mulai beraktifitas.
Komunikasi pun menjadi seakan terhalang oleh waktu.
Doa adalah komunikasi kita dengan Tuhan. Dan syukurlah bahwa Tuhan dapat ditemui saat kapanpun juga. Dia tidak pernah tertidur dan tak pernah terlelap. Firman-Nya berkata: “Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap.” (Mazmur 121:3).
Kepastian kita peroleh di dalam Tuhan yang tak pernah tertidur. Penjagaan-Nya di sepanjang waktu menjamin keamanan, keselamatan dan pemeliharaan hidup kita. Kita dapat memanggil nama-Nya dan berbicara dengan-Nya, di saat kapanpun, tanpa aplikasi apapun di handphone.
Dia hadir dan mendengar. Kehadirannya tidak seperti koneksi internet yang bisa off kapan saja atau kehilangan sinyal ketika kita berada entah dimana. Pendengaran-Nya begitu tajam, hingga sampai ke suara terkecil di relung hati kita yang terdalam.
Kepastian ini menghibur hati kita dan memberikan harapan, bahwa di segala waktu, ada Sahabat sejati yang selalu bersedia untuk mendengar dan hadir untuk kita. Dialah Yesus Tuhan kita, Sahabat yang terbaik.

Ia Menundukkan Manusia Yang Sombong

Yesaya 5:15
Maka manusia akan ditundukkan, dan orang akan direndahkan, ya, orang-orang sombong akan direndahkan.
Kesombongan adalah awal kejatuhan. Sikap sombong tidak disukai oleh Tuhan.
Dalam olahraga beladiri seperti tinju dan MMA yang sangat keras, berulang kali terjadi dalam sejarah, ada saja petinju atau petarung yang merasa tidak bisa dikalahkan dan meremehkan lawan yang akan dihadapinya.
Mike Tyson kehilangan semua semarak kemenangannya karena menjadi sombong. Muhammad Ali mengatakan bahwa ia adalah yang terbesar dan terkuat tapi kemudian dia mengalami penyakit parkinson. Rhonda Roussey merasa dirinya tak terkalahkan bahkan bisa mengalahkan petarung laki-laki, namun ia kalah KO dan pingsan saat melawan Holly Holm.  Holly Holm  yang mulai merasa hebat menjadi sombong juga dan pada akhirnya dikalahkan dalam pertarungannya yang berikutnya.
Dalam dunia bisnis, raksasa-raksasa media yang dulu berjaya berjatuhan satu persatu. Ketika jaya, kesombongan melanda mereka dan tanpa mereka sadari, semuanya telah berakhir.
Para artis dan konglomerat, saat jaya, muda dan terkenal, saat kaya, sukses dan terhormat, menjadi sombong dan lupa bahwa semuanya hanyalah pemberian dari Allah.
Tak ada yang dapat kita sombongkan, entah itu harta kekayaan, jabatan, kesuksesan, kecantikan, semuanya pada akhirnya akan berlalu.
Ayat di dalam Yesaya 5:15 menyebutkan bahwa orang-orang sombong akan direndahkan. Manusia tidak ada apa-apanya di hadapan Tuhan. Allah tidak melihat kekayaan atau kesuksesan kita, namun Ia melihat hati.  Bukan soal perkara kaya secara lahiriah yang penting, namun kaya iman dalam hati itulah yang terutama.
Bagaimana seharusnya sikap kita?
Rendah hati. Karena Firman Tuhan berkata bahwa Ia mengangkat orang-orang yang rendah hati. Kepada merekalah Tuhan memberikan kehormatan dan kemuliaan. Ganjaran dari kerendahan hati ialah perkara-perkara yang baik dari Tuhan.  Hakikat kerendahan hati adalah kesadaran  akan ketidakmampuan diri sendiri dan kerelaan untuk berserah hanya kepada Tuhan dan menuruti kehendak-Nya.